Jika dilihat dari dekat, Frank terlihat jauh lebih licik. Matanya yang sipit terkesan penuh kecurigaan. Apalagi saat mengamati Tessa. Ia memeriksa gadis itu dari ujung kepala hingga kaki, kemudian kembali ke kepala. Ia juga mengendus-endus Tessa hingga membuat gadis itu tidak nyaman. Kemudian, matanya beralih pada Luke yang berdiri posesif di depan sang gadis.
"Kurasa aku pernah melihatmu," katanya ragu-ragu.
"Lucan Forstbane," sahut Ralph. "Putra Fenris."
"Ah!" Frank manggut-manggut, kemudian membelalak. "Tapi, bagaimana--"
"Ceritanya panjang," Ralph memotong. Ia mengibaskan tangan. "Kau sudah melihat gadis ini. Jadi, bagaimana? Aku tak bisa membiarkan bocah-bocahku menunggu lebih lama lagi. Kami sudah tiga hari melalui perjalanan berat ke sini."
"Well ...." Frank kembali mengamati Tessa. Gadis itu meringkuk di belakang bahu Luke. Tangannya mencengkeram lengan laki-laki itu dengan erat.
"Siapa namamu tadi?" tanya Frank kemudian.
Tessa menggigit bagian dalam pipinya hingga berdarah. Ia menolak terintimidasi. Ia sudah lolos dari kawanan Varek, berhasil keluar dari penjara perampok, dan tidur dengan dikelilingi serigala. Dia menjalani hari yang tak mungkin manusia waras lalui. Ia tak sudi dibuat ketakutan oleh makhluk di depannya itu. Tidak. Tak boleh.
Gadis itu lantas mengambil napasnya dalam-dalam, mengumpulkan keberanian. Namun, suaranya parau ketika menjawab, "Tessa Blackthorne."
"Well, Miss Blackthorne, aku mencium ada sesuatu yang kau sembunyikan," ujar Frank.
Anehnya Ralph tampak kegirangan. "Betul, kan!" cetusnya. "Aku tahu kau punya sesuatu, Tessa."
Tessa menoleh pada Ralph dengan bingung. Lelaki itu lantas menjelaskan, "Frank dapat mencium bakat, walau bakat itu tersembunyi."
Frank mengibaskan tangan. "Maksudku, kau memiliki aroma darah yang unik, aroma yang mampu membuat makhluk seperti kami kehilangan kewarasan, tapi menginginkannya."
Tessa dapat merasakan genggaman tangan Luke mengerat. Rahang lelaki itu juga mengeras.
Angin berembus lagi, meniup pepohonan. Tessa melihat sesuatu bersinar, bukan sinar yang memancar. tetapi seperti partikel-partikel cahaya yang berhamburan, membentuk alur spiral di belakang Frank. Ketika matanya memicing, ia dapat melihat sumber partikel cahaya itu berasal. Tessa tak tahu wujud benda yang ada di sana, tetapi dia yakin jenis benda itu. "Kau juga menyembunyikan sesuatu yang menarik," kata sang gadis. Pandangannya menembus bahu Frank.
Dengan kernyitan di dahi, Frank menoleh ke belakang, mengikuti arah pandang Tessa.
"Di pohon itu, di belakang kabin yang megah itu. Kau menyimpan ar--"
"Cukup!" sergah Frank. "Kau boleh tinggal di sini, tetapi patuhi alphamu. Aku akan menyuruh bocah-bocahku untuk tidak mengganggumu."
Ralph berseru, "Luar biasa!" Ia lantas menggerakkan tangannya, memberi isyarat agar kawanannya maju, mengikutinya.
Karena suku mereka tinggal di dataran tinggi, mereka membangun kabin dari kayu untuk tinggal. Kayu tersebut jenis kayu yang lebih kuat dan kokoh dari kayu biasanya. Kabin-kabin itu dibangun seolah menempel pada pohon. Bahkan ada beberapa yang letaknya agak tinggi, dan harus melewati tangga. Kabin-kabin itu memiliki balkon. Atapnya dari daun yang panjang. Tidak ada cerobong asap. Mungkin itulah alasannya kenapa mereka mengenakan jaket tebal.
Kabin megah yang dilihat Tessa tadi rupanya adalah kabin milik sang kepala suku. Letaknya di depan pohon besar yang mirip Pohon Oak, tetapi batangnya lebih tinggi. Daunnya rindang dan cabangnya menyebar, seolah memberi perlindungan pada kabin tersebut. Kabin-kabin yang lebih kecil seakan mengelilingi kabin megah itu. Ada banyak kabin kecil, sebagian berada di tempat yang lebih atas, tetapi tak jarang pula ada di bagian bawah. Dan, kabin-kabin tersebut terhubung oleh jalan setapak yang padat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redemption of Fallen Alpha
FantasiLuke Frostbane, pemegang tahta alpha selanjutnya, melarikan diri dari kawanan karena dituduh berkhianat. Dia juga diburu. Hanya sebuah artefak kuno yang mampu membersihkan dirinya dari tuduhan tersebut. Namun, sayang, artefak itu telah dicuri ribua...