perangkap maut

86 7 0
                                    


Kegelapan ruang bawah tanah menyelimuti Jeno dan Na Jaemin.  Bau lembab dan aroma tanah memenuhi hidung Jeno, sementara jantungnya berdebar-debar tak menentu.  Suara sirine polisi masih terdengar samar dari kejauhan, sebuah pengingat akan bahaya yang mengintai di luar.  Jaemin, yang biasanya tampak tenang dan dingin, terlihat tegang.  Namun, ketegangan itu bukan karena rasa takut, melainkan karena kewaspadaan dan perhitungan yang dingin.  Ia bukanlah tipe orang yang cengeng.

"Mereka mencariku," kata Jaemin, suaranya rendah dan berat, tanpa sedikit pun kepanikan.  "Mereka tahu aku ada di sini."  Ia menatap Jeno, matanya tajam dan penuh perhitungan.  "Kau harus pergi."

"Tidak," jawab Jeno, suaranya tegas.  "Aku tidak akan meninggalkanmu."

Jaemin menatap Jeno dengan tatapan yang sulit diartikan.  Ada kekaguman, tetapi juga kekhawatiran dalam tatapan itu.  "Kau tidak mengerti," kata Jaemin.  "Dunia ini berbahaya.  Kau tidak pantas berada di sini."

"Aku tahu," jawab Jeno.  "Tapi aku tidak akan meninggalkanmu.  Aku ingin membantumu."

Jaemin terdiam sejenak.  Ia menatap Jeno dalam-dalam, seolah-olah sedang mempertimbangkan kata-kata Jeno.  "Kau terlalu baik untuk dunia ini," kata Jaemin akhirnya.  "Kau tidak pantas terluka."

"Aku rela mengambil risiko," jawab Jeno.  "Aku mencintaimu."

Pengakuan Jeno membuat Jaemin terdiam.  Ia tidak menyangka bahwa Jeno akan mengatakan itu.  Ia menatap Jeno dengan tatapan yang penuh dengan emosi yang rumit.  Ada kejutan, kekaguman, dan sedikit keraguan dalam tatapan itu.

"Aku tidak pantas mendapatkan cintamu," kata Jaemin akhirnya, suaranya terdengar sedikit lunak.  "Aku adalah seorang mafia, seorang pembunuh.  Aku tidak pantas untuk dicintai."

"Itu tidak benar," jawab Jeno.  "Aku melihat kebaikan di dalam dirimu.  Aku melihat kesedihanmu, kesepianmu.  Aku mencintaimu, apa adanya."

Jaemin terdiam lagi.  Ia menatap Jeno dalam-dalam, seolah-olah sedang mempertimbangkan kata-kata Jeno.  "Baiklah," kata Jaemin akhirnya.  "Kita akan menghadapi ini bersama-sama."

Jaemin mengeluarkan sebuah pistol dari balik bajunya.  Pistol itu kecil dan ramping, tetapi terlihat mematikan.  "Kita harus keluar dari sini," kata Jaemin.  "Polisi pasti sedang mencari kita."

Jaemin memimpin Jeno keluar dari ruang bawah tanah.  Mereka melewati lorong-lorong gelap rumah itu, menghindari pengawasan polisi.  Jaemin bergerak dengan lincah dan sigap, seolah-olah ia telah terbiasa dengan situasi seperti ini.  Jeno mengikutinya dengan hati-hati, jantungnya berdebar kencang.

Mereka berhasil keluar dari rumah tanpa terlihat oleh polisi.  Jaemin membawa Jeno ke sebuah tempat persembunyian yang rahasia.  Tempat itu adalah sebuah gudang tua yang terletak di pinggiran kota.  Gudang itu gelap dan lembab, tetapi aman.

Di gudang itu, Jaemin dan Jeno merencanakan langkah selanjutnya.  Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal di sana selamanya.  Mereka harus menemukan cara untuk keluar dari situasi ini, untuk menghindari kejaran polisi dan musuh-musuh Jaemin.  Mereka harus merencanakan strategi yang cermat dan teliti, strategi yang dapat menyelamatkan mereka berdua.

Jaemin menghubungi kontaknya, seorang informan yang dapat membantu mereka.  Informan itu memberi tahu mereka tentang rencana polisi untuk menangkap Jaemin.  Polisi telah menjebak Jaemin, dan mereka akan menyerbu tempat persembunyiannya dalam waktu dekat.

Jaemin dan Jeno harus bertindak cepat.  Mereka harus menemukan cara untuk menghindari polisi dan musuh-musuh Jaemin.  Mereka harus merencanakan pelarian yang sempurna, pelarian yang dapat menyelamatkan mereka berdua.  Mereka harus bekerja sama, saling percaya, dan saling mendukung.  Mereka harus menjadi satu tim, satu kesatuan yang tak terpisahkan.  Perjuangan mereka baru saja dimulai.  Perjuangan untuk bertahan hidup, untuk cinta, dan untuk masa depan mereka bersama.




mafia dan dokter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang