END

39 5 0
                                    

Naruto menatap ke luar jendela sambil mengucek kedua matanya dengan bosan. Rasa perih dari pantulan jendela yang menyapa menyadarkannya bahwa hari sudah pagi lagi.

Hari yang terlalu cerah untuk menambah rasa silau selain cahaya dari komputer yang menyala 24 jam, ditambah dengan suara pintu yang berderit kecil, kini sudah memunculkan sosok Yamato. (Sekretaris barunya yang sedang berdiri di ambang pintu).

"Selamat pagi Naruto-sama. Ah.., anda baru saja bangun?"

Yamato berujar sungkan sambil meletakkan semua keperluan Naruto yang dibutuhkannya di atas meja.
Anggukan kecil sebagai jawaban dari sosok atasannya itu membuat Yamato dengan cekatan mulai melakukan tugasnya tanpa banyak bertanya lagi.

Bunyi air dari keran mulai mengalir deras.

Naruto mungkin sedang mencuci muka atau bersih-bersih di kamar mandi kantornya. Sementara Yamato, ia juga sudah selesai menyiapkan pakaian ganti dan semua kebutuhan untuk bosnya itu yang sudah ia letakkan dengan rapi di dalam rak kayu.

"Anda tidak akan pulang lagi?"

Naruto yang baru selesai dari rutinitas paginya menatap Yamato dengan senyuman kecil. Ia menepuk bahu pria paruh baya itu untuk mengatakan bahwa ia tahu sendiri jawabannya.

"Memangnya aku harus pulang kemana lagi, paman? Aku ini 'kan gelandangan."

Naruto berujar santai seolah candaanya itu bisa merusak selera humor Yamato sampai ia percaya.

Yamato memang sekretaris yang baru dua bulan bekerja untuknya. Tapi ia sudah hapal betul dengan semua kebiasaan bosnya. Lagipula bangunan megah dua lantai dan apartemen yang menghadap ke laut itu ia sebut apa?

Melihat ruangan ini saja, Yamato seolah sedang berada di kamp pengungsian dibandingkan dengan ruang kerja VIP. Ini bahkan sudah membuktikan entah sudah berapa lama Naruto tak pernah lagi menginjakkan kakinya di rumahnya sendiri.

Yamato bahkan sudah menjadi saksi bagaimana Naruto yang semakin gila kerja dan menjadikan pekerjaan sebagai tempat untuk menghukum dirinya sendiri.

Bahkan untuk orang baru sepertinya, sudah mendengar tentang kisah cinta segitiga yang rumit di antara gosip karyawan dan alasan mengapa ia mendapatkan posisi ini sebagai sekretaris pengganti.

Naruto tahu, saat kembali pun tidak akan ada yang menunggunya di sana. Bangunan mewah itu terlalu banyak menyimpan kenangan yang membuat dirinya kembali dihantui oleh rasa bersalah. Baginya, ia sudah tak punya tujuan untuk kembali. Setidaknya, sejak Sakura pergi, ia tak lagi punya tempat apa yang di sebut rumah.

"Bagaimana jadwal hari ini paman?" Naruto bertanya di sela-sela ia mengancingkan kemejanya. Yamato mulai membuka agendanya dan mengatakan bahwa hari ini kegiatan CEO muda itu akan sangat padat.

Helaan napas yang berat tak dapat Naruto sembunyikan lagi, dan Yamato tersenyum miris mengingat bosnya itu pasti akan tetap melahap semua jadwal yang telah ia susun untuk hari ini.

Naruto menatap pantulan cermin di hadapannya. Yang muncul bukanlah pria tampan dengan karisma kesuksesan seperti dirinya yang biasa, melainkan hanya pria bodoh yang memiliki kantung mata tebal dan tubuh yang semakin kurus.

Naruto menatap dasi yang menggantung di lehernya dengan kening mengerut. Mungkin efek kurang tidur membuatnya lupa bagaimana memakai dasi dengan benar. Sehingga bagaimanapun ia memutar dasinya, hasilnya tetap seperti anak sekolah yang baru saja dihajar oleh guru kedisiplinan.

Ah.. Sakura. Bisanya dia akan memakaikan dasi untuknya dan memilih kemeja apa yang harus ia pakai. Sekarang ia akan menyerahkan pekerjaan itu pada tukang laundry yang mencuci bajunya. Menyedihkan sekali

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a few seconds ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Loved You Yesterday, Love You Still, Always Have, Always WillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang