BAB 10 || Perhatian

37 4 0
                                    

Setelah hari yang panjang di sekolah, Evie akhirnya pulang ke apartemennya. Arthur mengantarkannya dengan motor hingga ke depan pintu, memastikan Evie sampai dengan selamat. Setelah mengucapkan terima kasih, Evie menutup pintu mobil dan melangkah menuju lift. Apartemennya yang terletak di gedung bertingkat dengan beberapa unit di tiap lantai sudah menjadi rumah yang nyaman meski dihuni banyak orang. Di lantai satu, ada beberapa unit dengan pintu yang saling berdekatan, dan Evie sudah terbiasa dengan suasana di sana.

Setibanya di unitnya, Evie meletakkan tas sekolahnya di atas meja. Dia memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Rasa lelahnya mulai merayapi tubuhnya. Di kamar mandi, ia melepaskan semua penat sejenak. Setelah mandi, Evie duduk di depan TV sambil mengunyah camilan ringan. Waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore, dan sinar matahari yang mulai meredup memberi suasana yang hangat di dalam apartemennya.

Namun, tiba-tiba, Evie merasa ada yang tidak beres. Tubuhnya terasa aneh, seperti ada yang menghangatkan dadanya. Rasa sakit mulai terasa di kepalanya, dan perutnya mulai mual. "Kenapa ya?" gumamnya pelan, berusaha mengabaikan gejala yang mulai mengganggunya.

Seiring berjalannya waktu, rasa tidak nyaman itu semakin parah. Meski biasa tidak suka mengganggu teman-temannya, kali ini Evie merasa harus memberitahukan mereka. Dengan sedikit ragu, ia membuka aplikasi pesan di ponselnya dan memilih grup chat yang berisi teman-temannya, termasuk Arthur. Bethany dan clara—dua sahabat yang sudah lama mengenalnya—terlihat aktif di chat. Evie mengetikkan pesan singkat, berusaha untuk tidak terlalu mengganggu.

Evie terdiam sejenak menatap layar ponselnya. Ia tahu teman-temannya pasti sedang sibuk menikmati malam minggu mereka, berjalan-jalan bersama pacar atau teman-teman lainnya. Tidak mungkin kalau dia mengganggu mereka hanya karena merasa sedikit tidak enak badan. Meskipun demikian, rasa tidak nyaman di tubuhnya semakin mengganggu.

Setelah beberapa menit berpikir, Evie akhirnya membuka chat pribadi dengan Arthur. “Hai, kamu lagi ngapain?” tulisnya, berusaha terdengar biasa saja. Mungkin kalau dia tidak langsung mengungkapkan masalahnya, Arthur tidak akan khawatir.

Tak lama, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Arthur. “Hai! Lagi santai aja nih. Kenapa? Ada yang butuh bantuan?”

Evie tersenyum kecil membaca balasan itu. Arthur selalu bisa membuatnya merasa lebih baik, bahkan dengan kata-kata sederhana. Namun, kali ini, ia belum siap untuk mengungkapkan bahwa tubuhnya sedang terasa tidak enak.

“Oh, nggak sih. Lagi nonton TV aja.” Evie mencoba menjaga percakapan tetap ringan. Sebenarnya, dia tidak sedang menonton TV. Dia hanya terbaring di kasur, menahan rasa pusing dan demam yang semakin buruk.

Arthur menjawab, “Ah, aku juga nonton berita. Tapi seru-seruan aja, nggak ada yang penting kok. Kamu sendiri, kenapa? Tiba-tiba chat, ada yang nggak beres?”

Evie menelan ludah. Seperti biasa, Arthur cepat tanggap. Tapi kali ini, ia merasa enggan untuk langsung mengungkapkan bahwa dia sedang sakit. “Enggak kok, aku cuma lagi santai aja.” Dia berusaha menutupi ketegangan dalam suaranya, meskipun tubuhnya terasa sangat lemah.

Arthur tidak langsung puas. “Hmmm... Kamu nggak ikut Clara sama teman-teman keluar? Biasanya kalau malam minggu gitu, kalian pasti jalan bareng, kan?”

Evie meringis pelan. “Ah, enggak deh. Lagi nggak mood buat keluar. Lagian, ada beberapa hal yang perlu aku urus.” Kalimat itu tentu saja bohong. Sebagai gantinya, tubuhnya menuntut perhatian lebih, tapi ia tidak ingin membuat teman-temannya khawatir.

Arthur, yang tahu kebiasaan Evie, tetap merasa ada yang aneh. “Kamu biasanya nggak kayak gini, Evi. Lagi nggak enak badan, ya?”

Evie terkejut, merasa tidak bisa menyembunyikan sesuatu yang sudah begitu jelas. Tapi dia tetap berusaha bertahan. “Enggak, nggak apa-apa, kok,” jawabnya, meskipun tubuhnya mulai merasakan demam yang makin parah.

The VAMPIRE [POST SETIAP HARI MINGGU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang