𝟒𝟔. 𝐋𝐞𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐑𝐢𝐝𝐢𝐧𝐠 (𝟐𝟏+)

466 16 3
                                    

The moon creates the body in pleasure, strengthens passion in burning lust, embroiders the night with the sigh of romance, in silence, we drift into enchantment. 

Vanesha perlahan menurunkan tubuhnya, membawa atmosfer ruangan ke dalam keheningan yang hanya diisi oleh napas mereka yang kian berat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vanesha perlahan menurunkan tubuhnya, membawa atmosfer ruangan ke dalam keheningan yang hanya diisi oleh napas mereka yang kian berat. Jemari lentiknya menyentuh rahang tegas Max, sentuhannya lembut namun penuh kendali, seperti seorang maestro yang memimpin simfoni dengan ketepatan sempurna. Tatapan matanya yang tajam namun menggoda seakan menantang pria itu untuk tunduk di bawah pesonanya. 

Tanpa banyak kata, Vanesha mencondongkan wajahnya, mendekatkan bibir merahnya yang sedikit terbuka. Ciuman itu dimulai perlahan, seperti alunan musik klasik yang memabukkan, namun segera berubah menjadi lebih dalam, lebih menuntut. Max, yang selama ini terkenal dengan kendali dinginnya, kehilangan semua itu di bawah pengaruh Vanesha. 

Jemari kekarnya yang kokoh melingkar pada pinggang ramping wanita itu, menariknya lebih dekat, seakan tak ingin memberi celah sedikit pun di antara mereka. Kulitnya yang hangat bertemu dengan dinginnya telanjang yang membalut tubuh Vanesha, menciptakan sensasi kontras yang memicu adrenalin. 

Suara decakan lidah mereka bercampur dengan gemerisik kain yang bergesekan, menciptakan melodi intim yang bergema di seluruh kamar. Aroma parfum Vanesha yang lembut bercampur dengan maskulinitas Max, menciptakan atmosfer yang begitu memabukkan. 

Keduanya seperti terjebak dalam dunia mereka sendiri, di mana waktu berhenti dan hanya ada gairah yang mengalir tanpa henti. Saat tangan Max perlahan merayap ke punggungnya, Vanesha memiringkan kepalanya, memperdalam ciuman itu, seakan ingin menegaskan bahwa ia yang memegang kendali malam ini. Di bawah remang lampu kamar, bayangan mereka berpadu, membentuk siluet dua jiwa yang terikat dalam hasrat tanpa batas.

Deru napas mereka berpadu dalam irama yang saling melengkapi, menciptakan simfoni gairah yang mendominasi keheningan malam. Setiap tarikan dan hembusan menjadi bagian dari tarian intim yang memabukkan, sementara bibir mereka saling menemukan dalam ciuman yang begitu dalam dan menuntut, seolah dunia di luar kamar itu telah lenyap sepenuhnya. 

Tubuh kekar Max yang berotot, hangat dan tegas, bertemu dengan kehalusan kulit telanjang Vanesha yang bersinar lembut di bawah redup cahaya lampu. Sentuhan mereka seperti petir yang menyambar, membakar jalur tak terlihat di setiap inci kulit yang bersentuhan. Max menahan dirinya untuk tetap mengendalikan napasnya, namun sia-sia di bawah pesona Vanesha yang begitu mutlak. 

Vanesha memimpin permainan ini dengan penuh percaya diri, tubuhnya yang lentur bergerak dengan anggun, namun membawa kekuatan yang tak terduga. Jemarinya menelusuri lekuk tubuh Max, seolah-olah memetakan setiap garis otot yang menegaskan maskulinitasnya. Max membalas dengan tatapan tajam, namun tak mampu menyembunyikan kekaguman di matanya, sesuatu yang jarang terlihat dari pria yang biasanya tidak terpengaruh oleh siapa pun. 

Death PeakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang