perlarian ke negeri matahari terbenam

46 5 0
                                    




Bau apek gudang tua itu masih memenuhi hidung Jeno saat Jaemin menyelesaikan panggilan telepon.  Wajah Jaemin, biasanya tenang dan dingin, dipenuhi keputusasaan.  "Mereka tahu," bisiknya, "Polisi sudah mengepung rumah itu.  Kita harus keluar dari sini sekarang juga."

Jaemin mengeluarkan sebuah peta kecil, usang dan kusut, dari saku jaketnya.  Jari-jarinya yang panjang dan ramping menunjuk ke sebuah titik di peta.  "Lisbon," katanya, "Kita akan pergi ke sana.  Aku punya kontak di sana, seseorang yang bisa membantu kita menghilang."

Jeno memperhatikan detail peta itu—tanda-tanda samar yang hanya Jaemin yang mengerti,  koordinat yang ditulis dengan tinta yang hampir pudar,  dan sebuah simbol kecil yang tampak seperti kunci.  Jaemin sudah merencanakan semuanya.

Jaemin mengeluarkan sebuah tas ransel kecil,  berisi beberapa pakaian,  uang tunai dalam mata uang Euro yang dibungkus rapi dalam amplop cokelat,  dan sebuah paspor palsu dengan foto Jaemin yang dimodifikasi.  Ia juga mengeluarkan dua tiket pesawat ke Lisbon,  dengan nama samaran:  Ricardo Silva dan Sofia Santos.  Detail-detail kecil itu menunjukkan perencanaan yang matang dan teliti.  Ia bahkan sudah menyiapkan obat-obatan dan perlengkapan medis sederhana.

Mereka meninggalkan gudang melalui sebuah lorong tersembunyi di belakang tumpukan peti kayu.  Jaemin memimpin jalan,  bergerak dengan lincah dan sigap,  mengenali setiap celah dan jalan tikus di lingkungan kumuh itu.  Jeno mengikutinya dengan hati-hati,  jantungnya berdebar kencang.  Ia memperhatikan setiap detail—bau amis selokan,  suara anjing menggonggong di kejauhan,  dan bayangan-bayangan yang bergerak di sudut-sudut gelap.

Mereka mencapai sebuah pelabuhan kecil yang sepi,  di mana sebuah perahu nelayan kecil menunggu.  Seorang pria tua,  dengan wajah yang penuh keriput dan mata yang tajam,  menunggu di perahu itu.  Ia adalah kontak Jaemin.

Perjalanan laut terasa menegangkan.  Gelombang laut yang bergulung-gulung membuat perahu kecil itu bergoyang-goyang.  Jeno merasa mual,  tetapi ia berusaha untuk tetap tenang.  Jaemin,  di sisi lain,  tampak tenang dan fokus,  memperhatikan setiap gerakan perahu dan lingkungan sekitarnya.  Ia bahkan sempat membersihkan pistol kecilnya dengan kain yang ia bawa.

Setelah beberapa jam perjalanan,  mereka akhirnya tiba di sebuah pelabuhan kecil di dekat Lisbon.  Mereka meninggalkan perahu itu dengan hati-hati,  menghindari pengawasan.  Jaemin membawa Jeno ke sebuah apartemen kecil yang sederhana,  terletak di sebuah kawasan yang tenang,  jauh dari pusat kota.  Apartemen itu bersih dan nyaman,  dengan jendela yang menghadap ke laut.

Mark telah memesan apartemen ini sebelumnya,  dengan nama samaran.  Ia telah menyiapkan segala sesuatu untuk kedatangan mereka.  Di dalam apartemen,  terdapat beberapa makanan,  uang tunai,  dan sebuah peta kota Lisbon yang ditandai dengan beberapa titik penting.  Mark telah merencanakan semuanya dengan matang.

Mereka menghabiskan beberapa hari pertama untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.  Mereka menjelajahi kota dengan hati-hati,  menikmati makanan lokal,  dan menikmati pemandangan yang indah.  Namun,  di balik kegiatan mereka yang tampak biasa saja,  tersembunyi ketegangan dan kewaspadaan.  Mereka selalu memperhatikan lingkungan sekitar,  mengamati setiap orang yang lewat.  Mereka tahu bahwa bahaya masih mengintai di sekitar mereka.  Pelarian mereka baru saja dimulai.





mafia dan dokter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang