7. PAPARAZZI : Detak di balik Lensa

4 1 0
                                    

17 Agustus, hari kemerdekaan Indonesia. Sudah satu bulan berlalu sejak masa pengenalan siswa, dan kini OSIS mengadakan berbagai lomba kemerdekaan di sekolah.

Setiap kelas wajib mengirim beberapa perwakilan siswa untuk ikut serta dalam lomba antar kelas. Kali ini, Aurora tidak terpilih untuk ikut berlomba, melainkan menjadi bagian dari tim dokumentasi sepanjang acara. Tugasnya mengharuskannya mondar-mandir mengabadikan momen, karena lomba yang diadakan tidak hanya satu, tapi tersebar di berbagai titik.

── ⋆⋅☆⋅⋆ ──

Ketika lomba estafet kardus dimulai, Aurora sudah bersiap dengan kameranya, mendokumentasikan aksi teman-teman sekelasnya. Namun, tanpa disadari, lensanya terfokus pada seseorang-Antariksa. Anggota OSIS yang bertugas sebagai penanggung jawab lomba estafet kardus.

Saat Aurora sadar bahwa ia sedang memvideokan Antariksa, wajahnya langsung memerah. Perasaannya mulai bergetar, bingung harus bagaimana. Ia pun cepat-cepat beralih ke objek lain, namun terlambat-Antariksa sudah melihat.

Antariksa tersenyum dan mendekati Aurora. "Eh, tolong fotoin gue dong," katanya santai. Aurora, meskipun canggung, hanya mengangguk dan mengarahkan kameranya.

Cekrek!

Setelah foto diambil, Aurora mendekat untuk memperlihatkan hasilnya, tapi tangannya gemetar hebat. Mereka kini berdiri sangat dekat, jarak di antara mereka hampir tidak ada. Aurora bisa merasakan detak jantungnya berpacu, sementara Antariksa hanya tersenyum. Tanpa disadari, momen itu tertangkap oleh lensa orang lain-siapa lagi kalau bukan Kireina.

"Makasih, ya. Nanti kirim fotonya, dong," kata Antariksa sambil berlalu, kembali menjalankan tugasnya sebagai penanggung jawab lomba. Aurora mengangguk kaku, berusaha mengendalikan kegugupan yang tiba-tiba melandanya.

Sambil tersenyum tanpa sebab, Aurora melanjutkan dokumentasi. Ia merasa aneh-tak tahu apakah itu kegugupan atau rasa bahagia yang diam-diam menyelinap di hatinya. Tanpa disadari, kameranya terus mengikuti Antariksa, merekam setiap gerakannya dari jauh.

Tiba-tiba, Kireina muncul dari belakang.

"Cie, abis foto siapa, nih?" goda Kireina sambil menyodorkan ponselnya ke Aurora. Aurora terkejut dan berusaha menutupi rasa malu yang terpancar dari wajahnya.

"Enggak... foto biasa aja," jawab Aurora gugup.

Kireina hanya terkekeh sambil menunjukkan foto yang diambilnya tadi. "Nih, kayaknya ada yang lagi deket, ya," katanya dengan senyum penuh arti. Aurora melihat fotonya dan hanya bisa memalingkan wajah, berusaha menyembunyikan rasa malunya.

"Santai aja, nanti aku kirim fotonya, kok," lanjut Kireina sambil berjalan pergi. Aurora hanya bisa tersenyum kaku, perasaannya semakin bergejolak.

Setelah matahari semakin terik di atas kepala, lomba pun selesai. Para siswa sudah kembali ke kelas atau pergi ke kantin untuk mengisi perut. Aurora yang sedang berada di kantin, tidak sengaja melihat Antariksa dari kejauhan. Ia sedang bermain air dengan teman-teman sesama panitia OSIS di lapangan.

Antariksa terlihat sangat bahagia, tertawa lepas bersama teman-temannya. Aurora tak bisa menahan senyumnya, merasa hangat melihat pemandangan itu. Antariksa benar-benar terlihat seperti sosok yang ceria dan menyenangkan.

Saat Aurora sedang asyik memperhatikannya, tiba-tiba Antariksa menoleh. Tatapan mereka bertemu, dan Antariksa tersenyum kepadanya dari kejauhan. Aurora, yang semula merasa canggung, dengan cepat membalas senyuman itu. Ada sesuatu yang bergetar dalam hatinya, perasaan yang sulit dijelaskan.

Hari itu, di balik lensa kameranya, Aurora merasakan detak yang berbeda. Perasaan yang mulai tumbuh, seiring dengan kedekatannya pada Antariksa.

"Melihat senyummu saja sudah hangat, apalagi jika aku bisa mengenal sisi terdalammu yang masih tersembunyi."



Cieee... yang udah kepo sama Aurora dan Antariksa, yuk, langsung aja kita tenggelam dalam

Euphoria : Fly to the moonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang