Pagi itu, sinar matahari menyelinap lembut melalui celah-celah tirai kamar, menerangi ruangan dengan cahaya keemasan yang hangat. Galen perlahan membuka matanya, dan pemandangan pertama yang menyambutnya adalah sosok Zee yang tertidur damai di dekapannya. Rambut pendek Zee, yang hanya sedikit lebih panjang dari pundaknya, tergerai acak di atas bantal, sebagian tersangkut di bahunya, memberikan kesan yang polos namun memikat. Napasnya yang tenang menciptakan ritme lembut, seolah menjadi harmoni sempurna untuk pagi itu.
Galen tak bisa menahan senyumnya. Wajah Zee tampak begitu indah dalam cahaya pagi-kulitnya yang halus bersinar temaram, dengan sedikit rona kemerahan di pipinya, memberikan kesan alami yang begitu manis. Bibirnya yang tipis sedikit terbuka, dan matanya yang terpejam menciptakan aura ketenangan yang membuat Galen enggan untuk bergerak, takut mengusik momen berharga ini.
Pelukan Zee yang hangat di pinggangnya membuat Galen merasa seolah ia adalah orang paling beruntung di dunia. Ada perasaan damai yang mengalir di dadanya, perasaan yang sulit digambarkan namun terasa begitu kuat. Setiap detik berlalu seolah-olah waktu sengaja melambat, memberi mereka kesempatan untuk menikmati kehangatan kebersamaan tanpa terganggu oleh dunia luar.
Galen tak tahan untuk tidak mendekatkan dirinya lebih lagi, mengeratkan pelukan mereka. Zee menggeliat kecil dalam tidurnya, kepala mungilnya semakin menempel di dada Galen. Napasnya yang lembut terasa di kulit Galen, menciptakan sensasi menenangkan yang tak pernah ia sangka akan menjadi sumber kebahagiaannya. Bukan hanya tentang pagi yang hangat ini, tapi tentang perasaan yang mengalir di antara mereka-cinta yang murni, tanpa kata, hanya terasa dan diterima.
Ini adalah cara terbaik untuk memulai hari, pikir Galen. Dalam keheningan penuh makna, dalam dekapan Zee, dunia luar terasa tak lagi penting. Bagi Galen, tak ada tempat lain yang ingin ia tuju selain di sini, di sisi Zee, di awal hari yang penuh cinta ini.
Galen: (membelai lembut rambut Zee, berbisik) "Zoy... udah bangun belum?"
Zee tetap diam, napasnya tetap teratur, tapi Galen merasa ada sesuatu yang aneh. Senyum usil muncul di wajahnya.
Galen: "Oh, masih tidur ya? Kalau gitu..." (Dengan lembut tapi jahil, ia mencubit dada Zee.)
Zee: (terkejut, mengerang pelan sambil membuka mata setengah) "Aduh, Galen! Ngapain sih pagi-pagi udah usil?"
Galen: (tertawa kecil) "Nah, kan, gue tau lo sebenernya udah bangun. Nggak bisa bohong dari gue."
Zee: (menghela napas, masih setengah mengantuk) "Males banget bangun. Baru kali ini tidur pagi rasanya enak banget." (Ia menggeliat kecil, menarik selimut lebih tinggi ke tubuhnya.)
Galen: (bangkit dari posisi tidurnya, kini duduk di sisi tempat tidur, menatap Zee) "Zoy..." (Ia ragu sejenak, lalu melanjutkan dengan nada serius.) "Lo beneran nggak apa-apa? Maksud gue... semalem gue keluar di dalem. Gue nggak mau kalau..."
Zee: (tertawa pelan, mengintip dari balik selimut) "Santai aja, Len. Gue nggak bodoh. Semalam itu hari aman gue. Nggak ada yang perlu lo khawatirin."
Galen: (menarik napas lega, menunduk sambil tersenyum kecil) "Syukurlah. Gue sempet mikir, gimana kalau gue bikin lo repot. Lo tahu gue nggak akan maafin diri gue sendiri."
Zee: (menggoda, sambil tersenyum jahil) "Iya, iya. Lo itu kadang lebay banget, tahu nggak?"
Galen: (bangun sepenuhnya, merapikan rambutnya) "Oke, kalau gitu gue ke luar dulu ya. Sarapan. Lo ikut nggak?"
Zee: (menggeleng, menarik selimut lebih erat) "Nggak, deh. Gue nggak siap buat ketemu yang lain dulu."
Galen: (bingung, berbalik menghadap Zee) "Kenapa emang? Biasanya lo santai aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Housemates!!🔞
FanficIntinya cerita tentang pria muda yang serumah dengan 6 wanita, ikuti keseharian Galen sang mc yang harus melewati berbagai godaan di rumah itu. (18+)