selamat datang dan selamat membaca semua! semoga suka❤️
───
HAPPY READING
───
45. BAKAR SAMPAI HABIS
•••
H-1 sebelum acara penyambutan.
Kabut-kabut tipis menyelimuti area pemakaman. Dingin dan sunyi seolah ikut berkabung bersama mereka untuk mengucapkan perpisahan terakhir pada Ivory. Langit mendung menambah kelabu suasana, seakan menangisi kepergian Ivory. Rana, Samudera, dan Arion berdiri di antara barisan pelayat. Tubuh mereka terpaku di tempat, terhanyut dalam kesedihan yang menggulung hati.
Tubuh Ivory yang telah terbungkus kain putih perlahan dibawa menuju krematorium. Keheningan yang menyayat hanya dipecahkan oleh isak tangis keluarga Ivory yang tak mampu menahan kesedihan. Kecelakaan yang merenggut nyawa gadis itu terasa terlalu tiba-tiba, meninggalkan luka mendalam di hati semua yang hadir.
Rana menggigit bibirnya, menahan air mata yang kembali menggenang. Tubuhnya gemetar, bukan hanya karena dinginnya udara, tetapi karena rasa bersalah yang mencengkeram dadanya. Arion melirik sekilas, melihat kelemahan yang tidak biasa dari gadis itu. Dia merangkul Rana dengan tangan yang kokoh, memberikan kekuatan yang ia sendiri nyaris tak miliki.
"Jangan sedih, Na. Ivory nggak suka liat lo nangis di hari kepergiannya," tegur Arion dengan nada lembut. Ia merangkul gadis di sampingnya
"Gue nggak nyangka Ivory bakal pergi secepat ini," sahut Rana dengan suara serak akibat menangis. "Apa gara-gara gue, Ivory pergi?" tanya Rana memegangi dadanya yang terasa sesak.
Arion menghela napas. Ini sudah yang ke ratusan kali Rana tidak berhenti menyalahkan dirinya, "Bukan salah lo, Na," ucap Arion menggenggam bahu Rana dengan cengkraman yang lembut namun pasti.
Kepala Rana menggeleng. Air matanya mengalir deras di pelupuk, "Nggak, Ar. Ivory pergi karena dia mau ngebela gue. Gue cuma bikin semua orang susah. Gue beneran biang masalah."
"Hey, listen to me!" Seketika Arion mencengkram kedua bahu Rana lebih kuat, memaksa gadis itu menatap matanya. "Ivory cuma mau ngelakuin yang terbaik buat lo. Lo salah besar kalau lo anggap ini semua salah lo. Justru lo harusnya mikir gimana caranya supaya pengorbanan Ivory nggak sia-sia!" tegas Arion.
Samudera ikut angkat bicara. "Arion bener," sambung Samudera setuju. "Jangan pernah bilang lo biang masalah. Ini semua udah takdir Tuhan."
Rana hanya diam, tidak menjawab perkataan kedua laki-laki itu. Tubuh Rana bergetar oleh tangis yang tertahan. Arion mengusap bahunya, mencoba menenangkan, meskipun ia tahu luka di hati Rana tidak akan mudah sembuh.
Samudera menggenggam erat sebuah flashdisk kecil di tangannya, pemberian terakhir dari Ivory. Ia belum tahu apa yang tersimpan di dalamnya, namun instingnya mengatakan bahwa benda itu adalah kunci untuk mengungkap misteri besar yang melibatkan SIXTH.
Netranya kembali menatap peti mati yang perlahan di masukkan ke dalam tungku kremasi. Suhu udara terasa semakin dingin, meskipun nyala api dari dalam tungku tampak begitu menyala.
Tangisan keluarga Ivory berubah menjadi raungan penuh kesakitan, mencerminkan dari luka yang tak tertanggungkan. Bagi mereka, hidup Ivory terlalu singkat, terlalu cepat di ambil dari dunia ini. Tapi bagi Samudera, ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kecelakaan tragis. Nyala api itu seakan menyulut kemarahan dalam dirinya. Samudera tahu, ini bukanlah kecelakaan. Ini adalah perbuatan seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SIXTH
Teen FictionKisah ini menceritakan tentang murid-murid genius yang memiliki privilege di sekolah : 1. Sadewa Bagaskara, peringkat pertama. Sang pemilik nilai sempurna. Dingin, tidak tersentuh, misterius dan jenius. Jangan meragukan IQ seorang Sadewa. Tapi, jang...