"Ini sudah tidak lucu lagi, Rose!" Terdengar suara Nick yang marah. Di tengah kesadaran yang samar, Tessa melihat pemuda, merasakan lengan membopongnya. "Maafkan mereka, Miss. Blackthorne."
Mulut Tessa kelu. Wajahnya pucat dan bibirnya membiru. Tessa tak tahu apakah dia pingsan atau waktu yang berlalu begitu cepat. Tahu-tahu saja, dia sudah ada di depan sebuah rumah kabin dengan dinding yang berpelitur mengilap. Nick membawanya masuk, mendudukkannya di meja dapur.
"Maafkan saya, Miss." Tom-tom membawakannya mantel tadi, lengkap dengan sepatu, sarung tangan, dan topi.
Tessa belum lagi bisa menjawab.
"Itu tidak cukup. Pinjamlah gaun milik Ibu," perintah Nick. Tom-tom segera melesat pergi. Ia lantas memberi Tessa segelas teh yang mengepul. "Minumlah."
Tanpa menunggu lama, Tessa menyeruput teh tersebut, membuat kerongkongannya terbakar. Ia terbatuk.
"Pelan-pelan." Nick menyelipkan rambut Tessa yang basah ke belakang telinga. Ia lantas menyentuh pipi gadis itu, kemudian turun ke leher, lalu tengkuk. Anehnya, Tessa merasa hangat saat Nick menyentuh bagian-bagian tubuhnya. Ia juga melihat serpihan cahaya keluar dari tubuh pemuda itu dan melingkupinya. Namun, tidak mungkin kan? Itu pasti hanya khayalannya saja, batin Tessa.
Tom-tom datang membawa gaun, mantel, sepatu, bahkan baju dalam ibunya.
"Astaga Tom-tom," Nick memijat pangkal hidungnya, sedikit jengah. Namun, sudut bibirnya berkedut. "Ibu akan membunuhmu kalau tahu kau membawa-bawa pakaian dalamnya keluar kamar."
Tessa tak bisa menahan senyumnya ketika melihat kepolosan bocah itu. Ia tahu seharusnya ia marah dikerjai seperti itu oleh salah satu anggota suku tersebut.
"Baiklah, Miss--"
"Tessa. Panggil aku Tessa saja."
"Baiklah, Tessa, silakan berganti pakaian di dalam." Nick menunjuk sebuah ruangan. Tanpa pikir panjang, Tessa menyahut gaun dan mantel, meninggalkan baju dalam Kendra, lalu melesat ke dalam kamar. Kamar tersebut rapi, juga bersih. Ada sisa aroma mawar, yang juga baru ia sadari tercium juga dari tubuhnya. Tessa lantas menduga aroma tersebut berasal dari Nick.
Ia segera berganti pakaian. Saat keluar, Nick menyuruh Tessa agar meninggalkan gaunnya yang basah di sana. Pemuda itu masih mengenakan celananya yang basah. Namun, ia sudah memakai kemeja. Dan sepertinya ia mengenakan kemeja itu tanpa mengeringkan tubuhnya lebih dulu, sehingga kain tipis kemeja menempel, memperlihatkan otot perutnya yang bidang. Ia tengah bersandar pada tepian meja dengan satu tangan sementara tangannya yang lain memegang gelas yang mengepulkan uap samar.
"Aku tak tahu apa makanan kesukaanmu, tetapi isilah perutmu dengan itu." Nick menunjuk semangkuk sup bawang dan roti gandum di meja dengan tangannya yang memegang gelas.
Tessa berniat menolak tetapi aroma sup itu membuat liurnya menetes. Sementara Tessa menyikat sup dan roti tanpa sisa, Nick mengamati dengan ketertarikan yang tidak ditutupi. Ia tersenyum begitu Tessa membalik mangkuk, berharap pada tetes terakhir supnya.
"Enak?"
"Luar biasa."
Nick tersenyum lagi. "Aku tak bisa memasakkanmu lagi karena kau harus kembali ke kabin. Hari sudah petang dan Mate Ceremony akan dilangsungkan. Kau tidak aman berkeliaran."
Alih-alih menanggapi peringatan Nick, gadis itu malah berkata, "Aku tak percaya kau bisa memasak."
"Bukan aku, tetapi tanganku." Nick menarik Tessa agar bangkit. Ia lantas mendorong gadis itu keluar rumah kabin.
"Di mana Tom-tom?" tanya Tessa, menolehkan pandangan.
"Di tempat yang aman," jawab Nick. "Omong-omong, apa aku harus mengantarmu ke kabin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Redemption of Fallen Alpha
FantasyLuke Frostbane, pemegang tahta alpha selanjutnya, melarikan diri dari kawanan karena dituduh berkhianat. Dia juga diburu. Hanya sebuah artefak kuno yang mampu membersihkan dirinya dari tuduhan tersebut. Namun, sayang, artefak itu telah dicuri ribua...