49. Wedding

274 28 0
                                    

Seminggu setelah lamaran, Callum dan Asher mulai disibukkan dengan persiapan pernikahan. Lebih tepatnya, hanya Asher yang sibuk. Callum tampak santai, bahkan terkadang terlihat bingung harus membantu dari mana.

Alasan di balik terburu-burunya pernikahan mereka sederhana: Callum ingin memastikan semuanya selesai sebelum keadaan Asher menjadi terlalu jelas. Ia tidak mau anak mereka dicap sebagai anak di luar nikah. Meski, yah, faktanya memang begitu.

Pernikahan mereka akan diadakan secara sederhana di gereja kota. Callum sebenarnya mampu mengadakan pesta besar dan megah, tetapi Asher lebih menginginkan sebuah pernikahan yang intimate, hanya dengan orang-orang terdekat. Callum, meski awalnya merasa ragu, akhirnya mengalah dan mengikuti keinginan Asher. Baginya, selama mereka menikah, itu sudah cukup.

Asher duduk diam di depan kaca besar di kamar penginapan tempat ia dan Callum menginap sementara. Ia sudah mengenakan suite berwarna putih. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri terlihat sedikit pucat. Dia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri, tetapi bayangan tentang prosesi yang akan segera dia jalani terus berputar di pikirannya.

Pintu kamar tiba-tiba terbuka, dan Luke masuk dengan langkah santai, diikuti Tyler yang membawa sekantong donat di tangan.

"Eh, kenapa lu bengong gitu?" tanya Luke sambil menyeringai, berdiri di ambang pintu. Matanya melirik ke arah Asher yang berpura-pura merapikan kerah jasnya.

"Jangan-jangan... takut ya lu?" Tyler menambahkan dengan tawa kecil, meletakkan kantong donat di meja kecil di sudut ruangan.

Asher menoleh dengan ekspresi kesal bercampur panik. "Enggak. Gue cuma..." Dia menghentikan ucapannya, mencoba mencari alasan. "Gue cuma... lagi fokus ngerapihin baju aja, ngerti kan?"

Luke terkekeh sambil melipat tangan di dadanya. "Iya, iya, alesan klasik. Padahal lu tuh udah kayak orang mau kabur. Jujur aja, Ash, grogi, kan? Ini wedding day lu, bro. Bukan audisi reality show."

Tyler mengangguk setuju, menarik kursi untuk duduk di dekat Asher. "Wajar kalau takut."

Asher mendengus sambil membanting kuas ke meja rias. "Gue nggak takut, oke? Gue cuma... mikir aja. Gue udah siap atau belum buat semua ini."

Luke menaikkan alis, lalu menepuk bahu Asher dengan nada bercanda. "Ash, udah telat kalau lu nanya gitu sekarang. Callum tuh udah ngantri di altar. Lu nggak mau bikin dia malu, kan?"

Asher memutar matanya, tapi tak bisa menyembunyikan senyum kecil di sudut bibirnya. Meski hati masih deg-degan, setidaknya keberadaan kedua sahabatnya membuat suasana lebih ringan. "Dasar dua tukang rese. Gue bisa-bisa kabur beneran kalau terus digituin."

Tyler terkekeh sambil menyerahkan donat. "Yaudah, makan dulu. Siapa tahu lu bakal lebih santai."

Asher mengambil donat itu, menggigitnya sambil melirik cermin. Wajahnya terlihat sedikit lebih tenang, meski masih ada rasa gugup yang tertinggal.

“Ini pernikahan, Ash. Bukan sidang pengadilan. Tarik napas, buang napas, lalu jalan aja ke altar,” Luke berkata sambil tersenyum lebar. “Lagipula, Callum tuh udah jatuh cinta sama lu sampai segininya. Lu nggak ada alasan buat ragu.”

Asher menghela napas panjang, lalu bangkit dari kursinya. “Oke, oke. Gue nggak takut. Gue cuma...” Dia berhenti, menatap kedua temannya dengan serius. “Kalau gue jatoh pas di altar, kalian yang bantuin gue bangkit, ya.”

Luke dan Tyler langsung tertawa terbahak-bahak. "Lu beneran drama, Ash!" ujar Tyler sambil mengusap matanya.

Setelah tawa mereka mereda, suara ketukan di pintu kamar menarik perhatian mereka. Ketika pintu dibuka, seorang petugas dari gereja berdiri di sana dengan wajah penuh senyum.

“Maaf mengganggu, tapi waktu kalian tinggal lima belas menit lagi sebelum prosesi dimulai,” katanya dengan ramah.

Asher langsung menegang lagi. Luke melambaikan tangan santai. “Oke, tenang aja. Kami akan pastikan pengantin pria siap dalam waktu lima menit.”

Setelah petugas itu pergi, Luke menoleh ke Asher dengan senyum meledek. “Nah, nggak ada waktu buat drama lagi. Siap-siap, kita nggak mau bikin Callum panik di altar.”

Asher menarik napas dalam-dalam, mencoba menyerap kata-kata Luke. Ia berdiri di depan cermin, memperbaiki dasinya dengan tangan gemetar. Tyler mendekat dan menepuk bahunya pelan. “Ash, lu nggak sendiri. Gue sama Luke di sini, dan Callum udah nunggu di depan. Lu cuma perlu percaya sama dia... dan sama diri lu sendiri.”

Kata-kata itu, meski sederhana, memberikan sedikit ketenangan. Asher memejamkan mata sejenak, membiarkan dirinya mengingat kembali perjalanan mereka berdua. Callum, dengan segala kesabarannya, selalu ada di sisinya. Bahkan di saat-saat terburuk, pria itu selalu meyakinkannya bahwa mereka bisa melalui semuanya bersama.

Ketika Asher membuka matanya lagi, pandangannya lebih mantap. “Oke,” gumamnya. “Gue bisa. Kita bisa.”

Luke mengangguk puas. “Itu dia! Sekarang mari kita bawa lu ke altar.”

***

Di dalam gereja, Callum berdiri di depan altar dengan gelisah. Ia memeriksa dasinya berkali-kali, bahkan sampai pendeta yang berdiri di sampingnya tersenyum kecil.

“Tenang saja, Nak. Dia akan datang,” ucap pendeta itu dengan suara lembut.

Callum tersenyum canggung. “Saya tahu. Hanya saja... saya tidak ingin dia merasa terburu-buru.”

Pada saat itu, pintu gereja terbuka perlahan. Semua tamu menoleh, dan Callum segera mendongak. Di sana, Asher berdiri dengan pakaian putihnya yang bersih, ditemani Luke dan Tyler di belakangnya. Langkahnya ragu sejenak, tapi ketika mata mereka bertemu, senyuman Callum yang hangat membuat seluruh rasa gugup Asher menghilang.

Asher mulai melangkah dengan lebih mantap, didorong oleh pandangan penuh cinta dari pria yang menunggunya di depan. Saat akhirnya berdiri berhadapan di altar, Callum mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Asher dengan lembut.

“Kamj kelihatan sempurna,” bisik Callum.

Asher tersenyum kecil, wajahnya memerah. “Dan kamu terlalu banyak ngomong.”

Pendeta mulai membuka prosesi, membacakan doa dan kata-kata pengantar. Tetapi bagi Callum dan Asher, dunia di sekitar mereka terasa kabur. Yang mereka lihat hanya satu sama lain, dua orang yang telah melalui begitu banyak hingga akhirnya sampai di hari ini.

Ketika akhirnya tiba pada momen untuk mengucapkan janji, Callum berbicara lebih dulu. Suaranya jelas, tapi penuh emosi. “Asher, kamu adalah orang yang selalu bikin hidup gue lebih berwarna, meskipun sering bikin aku pusing. Tapi aku nggak akan pernah minta orang lain. Mulai hari ini dan seterusnya, gue janji buat selalu ada buat kamu, buat kita... dan buat keluarga kecil kita.”

Mata Asher berkaca-kaca. Dia menggenggam tangan Callum lebih erat. “Callum, aku tahu aku nggak sempurna, dan mungkin aku lebih sering bikin masalah daripada nyelesaiin. Tapi kamu selalu ada buat aku, dan aku nggak bisa bayangin hidup tanpa kamu. Aku janji bakal belajar jadi lebih baik... buat kamu, dan buat anak kita.”

Tangis kecil terdengar dari beberapa tamu. Pendeta mengucapkan doa terakhir sebelum akhirnya berkata, “Dengan ini, saya nyatakan kalian suami dan suami. Silakan cium pasangan kalian.”

Callum tidak menunggu dua kali. Dia menarik Asher ke dalam pelukan dan menciumnya dengan penuh kasih, diiringi sorak Tyler yang kencang membuat Margaret menatapnya heran.

Hari itu, mereka bukan hanya meresmikan ikatan sebagai pasangan, tapi juga memulai perjalanan baru sebagai sebuah keluarga.

Caught in boss's grip (BL, END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang