42. Saling Mengisi Dalam Sepi

466 132 32
                                    

SELAMAT MEMBACA ❤️

---------------------

"Tak terkatakan
dalam diksi apa pun
Sesepi apa aku
Tak tergambarkan
dalam lembaran kisah
Mengikuti sang angin

(Aina Abdul ft. Fabio Asher - Cinta Tak Pernah Tepat Waktu)

●○•♡•○●

Setiap anak, memiliki perannya masing-masing. Bebannya pun tak bisa di sama-ratakan. Sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara, membuat Mas Abi terkadang ingin menyerah akan kehidupan yang semakin lama, rasanya semakin menghantam. Kepergian Ibu untuk selamanya, dan juga Bapak yang tidak tahu berada dimana raganya, membuat Mas Abi mau tidak mau harus menjadi penyangga paling kokoh dalam keluarganya.

Ingin sekali rasanya Mas Abi berteriak, bahwa ia sangat menderita selama ini. Tapi, pada siapa? Tak ada rangkulan yang benar-benar terbuka di dunia ini untuknya, selain adik-adiknya. Ingin sekali Mas Abi bercerita, bahwa sebenarnya untuk bernapas pun ia tak pernah bisa merasa lega.

Dilihat dari sudut mana pun, semua adik-adiknya pun sama menderitanya. Lantas, harus bagaimana lagi caranya untuk mengungkapkan pada dunia, bahwa sebenarnya ia juga masih membutuhkan pelukan? Namun, ada satu hal, yang membuat Mas Abi bertahan sampai sejauh ini;

kehadirannya, sangat dibutuhkan oleh adik-adiknya.

"Ta, sini bentar!" seru Mas Abi, ketika Sapta dan Kara tengah berada di ruang tamu. Apalagi yang mereka lakukan bersama jika bukan menyusun lego?

Dengan langkah yang ringan, Sapta pun menghampiri Mas Abi yang tengah menyeduh segelas teh hangat di campur dengan madu dan jahe.

"Ih, Mas Dika kenapa?" tanya Sapta ketika melihat Dika yang tengah meringis menahan sakit.

"Gue masuk angin. Jangan banyak tanya, Cil! Gue puyeng!" sembur Dika. "Mas, sakit! Buset! Lu dendam ya sama gue?!" hardik Dika setelahnya.

Dika yang punggungnya memang tengah dikerok oleh Jantera pun hanya bisa meringis.

Jantera mendecak. "Gini doang, jangan bawel!"

"Sakit, gila?! Kalo kulit gue lecet, gimana?"

"Gue bikin tambah lecet. Sekalian gue gambar biar bermotif. Udah, diem!" Jantera tidak memedulikan ringisan adiknya itu.

"Udah, kelar!" kata Jantera.

Dika yang merasa badannya sedikit ringan pun kembali memakai kaosnya.

"Minum dulu, Dik!" Mas Abi menyerahkan teh campuran madu dan jahe, yang sedari tadi di raciknya.

"Makasih, Mas."

"Makannya, kalau di bilangin sama kakak sendiri tuh sekali-kali nurut! Gitu, kan? Gegayaan banget lagian nggak makan siang, terus pulangnya hujan-hujanan," sembur Mas Raga.

"Ya udah, sih. Kan akunya juga udah masuk angin. Tolong banget ini mah aku lagi nggak mau di omelin!" ujar Dika seraya menutup seluruh tubuhnya itu dengan sarung. Mas Raga hanya menggeleng pasrah.

"Oh, iya. Kenapa Mas manggil aku?" tanya Sapta.

Mas Abi tersenyum kecil, kemudian mengeluarkan kotak kecil yang berbentuk persegi panjang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

IN THE ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang