Chapter 1

0 0 0
                                    

"Pernikahan yang membawa kesialan"


Hari pernikahan Arish dengan Jasmin tiba. Ruangan dihiasi bunga-bunga indah dan senyuman para tamu memenuhi suasana. Namun, di dalam hati Arish, ada rasa cemas yang mendalam. Dia mengenang kembali peringatan dari Haris dan Aneska, orang tua angkatnya.

“Arish, jangan sekali-kali berhubungan dengan Jasmin,” kata Haris dengan nada serius beberapa minggu yang lalu. “Jika kamu melanggar, kesialan akan menimpa dirimu atau orang-orang di sekitarmu.”

“Dia adalah wanita yang aku cintai, Ayah,” Arish membantah, berusaha melawan ketakutan yang menyelimutinya. “Aku tidak bisa meninggalkannya.”

Aneska menatapnya dengan tatapan penuh kekhawatiran. “Kamu tidak mengerti, Nak. Kutukan itu nyata. Kami hanya ingin melindungimu.”

Arish mengabaikan peringatan itu, mengerahkan segala keberanian untuk melawan. “Aku mencintai Jasmin, dan tidak ada yang bisa menghalangiku!”

Flashback:

“Ini, jaga dan rawat anak ini dengan baik” kata Anisa dengan suara datar, sambil menggendong Arish kecil di pelukannya. “Namanya Arish. Tolong, didiklah dia dengan baik. Dan jangan biarkan dia keluar dari rumah sampai dia berumur 22 tahun..”

Haris dan Aneska saling bertukar pandang, lalu Haris menjawab, “Kami akan merawatnya sebaik mungkin. Tapi, jika kami melarang Arish untuk keluar dari rumah apalagi sampai umurnya 22 tahun pasti Arish akan menanyakan kenapa kami mengurung nya dan tidak memperbolehkannya keluar, kami harus menjawab apa Bu jika Arish bertanya..?”

Anisa menatap Arish dengan tatapan penuh dendam. “katakan saja padanya, dia menderita Evil eye curse. Jika dia tidak menurut, kesialan akan menghantuinya. Dia harus percaya bahwa kutukan ini nyata.”

Aneska mengangguk, meskipun keraguan terlihat di wajahnya. “Kami akan memastikan dia tidak melawan.”

“Bagus,” Anisa tersenyum, tetapi senyumnya terasa sinis. “Kamu harus mendidiknya menjadi laki-laki yang lembut, patuh dan juga lugu. Agar dia bisa dikendalikan oleh kalian, mengerti..?”

"Kami mengerti Bu"

Kembali ke hari pernikahan, Arish berdiri di depan altar, hatinya berdebar dengan harapan dan ketakutan. Jasmin berdiri di sampingnya, wajahnya bersinar penuh kebahagiaan. Mereka saling menatap, siap untuk mengucapkan janji pernikahan.

“Jasmin, aku berjanji akan mencintaimu selamanya, dalam keadaan apapun—” Arish mulai mengucapkan, tetapi saat itu lampu besar dari panggung konser di luar gedung terjatuh dengan suara menderu. Tak ada waktu untuk menghindar.

"Arish! Tidak!" teriak Jasmin, sambil berusaha membangunkannya. Namun, Arish sudah tak sadarkan diri, darah mulai mengalir dari kepalanya.

Semua teriakan dan kekacauan terjadi dalam sekejap. Ambulans pun segera datang dan membawa Arish kerumah sakit.

Beberapa saat kemudian…

Arish terbaring tak berdaya di rumah sakit, dalam keadaan koma. Dia tidak dapat mendengar suara di sekelilingnya, tetapi ada ketidakpastian yang menyelimuti pikirannya. Saat dia terbangun, semuanya terasa samar, dan ketika dia membuka matanya, dia melihat sosok-sosok yang akrab.

Haris dan Aneska berdiri di samping tempat tidurnya, wajah mereka menunjukkan campuran rasa khawatir dan harapan. Namun, Arish tidak bisa berbicara. Dia merasakan kesedihan dan penyesalan yang mendalam.

Di luar ruangan, suasana menjadi tegang. Haris mendengar suara Jasmin yang panik, berusaha untuk masuk ke dalam ruangan.

“Biarkan aku bertemu dengan Arish! Dia butuh aku tante!” Jasmin berteriak, suaranya penuh kegelisahan.

Haris menggelengkan kepala dengan tegas. “Tidak! Kamu tidak boleh menemui Arish lagi.”

“Tapi… aku mencintai Arish! Aku tidak bisa meninggalkannya dalam keadaan seperti ini!” Jasmin berusaha meyakinkan.

Aneska menambahkan, “Ini demi kebaikanmu dan Arish. Kutukan mata jahat itu nyata. Kami tidak ingin kamu terkena dampaknya.”

Dengan penuh ketegasan, Haris berkata, “Kamu harus pergi. Kami tidak ingin Arish menderita lebih jauh karena hubungan ini.”

Jasmin, dengan air mata mengalir di pipinya, akhirnya terpaksa mundur. “Tapi aku tidak mengerti… aku hanya ingin membantu Arish!”

Setelah Jasmin pergi, Haris dan Aneska kembali ke samping Arish, yang masih terbaring tanpa suara. Mereka saling bertukar pandang, puas dengan keputusan yang diambil. Rencana mereka untuk memisahkan Arish dari Jasmin telah berhasil.

Satu Minggu Kemudian…

Arish akhirnya terbangun dari koma. Kesehatannya perlahan membaik, tetapi pikirannya dipenuhi rasa bersalah dan penyesalan. Ketika melihat Haris dan Aneska di sampingnya, dia merasakan dorongan untuk meminta maaf.

“Ayah, Ibu,” Arish berkata, suara lemah namun penuh ketulusan. “Aku minta maaf. Aku telah menjadi anak yang tidak menurut. Aku seharusnya mendengarkan kalian.”

Haris dan Aneska menatapnya dengan senyum puas yang tidak bisa mereka sembunyikan. Rencana mereka berhasil. Arish kini percaya pada kutukan mata jahat yang selama ini mereka ceritakan.

“Tidak apa-apa, Nak,” Haris menjawab, suaranya lembut namun penuh makna. “Yang penting adalah kamu kini mengerti. Kami hanya ingin yang terbaik untukmu.”

Aneska menambahkan, “Kamu harus berjanji tidak akan melawan lagi. Ini demi kebaikanmu dan orang-orang di sekitarmu.”

Arish menunduk, merasakan beratnya beban yang harus dipikul. Dengan air mata menetes di pipinya, dia berjanji dalam hati untuk tidak lagi melawan nasib yang ditentukan oleh orang tuanya. Dia merasa terjebak dalam kutukan yang selama ini dia anggap sebagai kebohongan, dan kini, dia harus menghadapi kenyataan baru yang menyakitkan.















End.

Ijabah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang