Pagi itu terasa berbeda. Matahari yang biasanya muncul dengan penuh semangat kini tersembunyi di balik awan kelabu, seolah mencerminkan perasaan Kawaki. Pikirannya berkecamuk, dan ia tidak tahu bagaimana harus merasakannya. Semalam, kembang api yang indah, senyum Sumire yang cerah, dan pandangan Eida yang penuh tantangan, semuanya bersatu dalam satu ingatan yang menyakitkan.
Kawaki duduk di bangku belakang kelas, menatap jendela yang masih basah akibat hujan semalam. Semua terasa begitu jauh, meskipun semuanya terjadi hanya beberapa jam yang lalu.
"Hei, Kawaki-kun," suara lembut itu datang dari samping, menariknya dari lamunan.
Sumire duduk di kursi sebelahnya, tersenyum dengan ceria. "Apa kau tidur nyenyak malam tadi?"
Kawaki mengangguk pelan, meskipun di dalam hatinya, ia merasa jauh dari kedamaian. "Ya, aku tidur."
Sumire memandangnya dengan penuh perhatian, seolah bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggunya. "Kau kelihatan sedikit... cemas. Ada yang salah?"
Kawaki menundukkan kepala, berusaha menghindari tatapan mata Sumire yang penuh perhatian. Ia tidak ingin membebani gadis itu dengan masalah yang bahkan belum bisa ia pahami.
"Semuanya baik-baik saja," jawabnya singkat, mencoba memberikan senyuman yang meyakinkan.
Namun, Sumire tidak mudah dibohongi. "Kawaki-kun," katanya pelan, "jangan menahan perasaanmu. Jika ada yang mengganggumu, aku ingin kau berbicara."
Kawaki merasakan hati yang terperangkap. Ia ingin mengungkapkan semuanya, tetapi kata-kata itu terasa begitu berat untuk dikeluarkan. "Aku... aku hanya bingung," ujarnya akhirnya, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Sumire.
Sumire menatapnya, tetapi ia tidak memaksakan untuk mengetahui lebih lanjut. "Tidak apa-apa, Kawaki-kun. Aku hanya ingin kau tahu, aku ada di sini jika kau butuh seseorang."
Kawaki menatap Sumire dengan rasa terima kasih yang dalam. Meskipun ia tidak bisa mengungkapkan perasaannya, ia merasa hangat dengan keberadaan gadis itu di sisinya.
---
Setelah jam sekolah selesai, Kawaki melangkah keluar menuju gerbang sekolah, tetapi langkahnya terhenti ketika ia melihat sosok yang sudah ia kenal dengan baik. Eida berdiri di depan gerbang, matanya yang tajam menatapnya dengan cara yang tidak bisa ia abaikan.
"Apakah kita bisa bicara?" tanya Eida, suaranya rendah namun penuh tekanan.
Kawaki ragu sejenak, tetapi akhirnya ia mengangguk dan mengikuti Eida menuju taman belakang sekolah. Hanya ada beberapa orang yang masih berada di sekitar, dan suasana sepi memberikan kesempatan bagi mereka untuk berbicara tanpa gangguan.
Eida berbalik dan menatap Kawaki dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan. "Kenapa kau selalu menghindar dariku?"
Kawaki merasa jantungnya berdegup kencang. "Aku tidak menghindar."
Eida tersenyum sinis. "Jangan bohong. Kau sudah lama menarik dirimu dari semua orang, termasuk aku."
Kawaki menarik napas panjang. "Aku bukan orang yang mudah bergaul, Eida. Aku tidak tahu bagaimana harus bersikap."
Eida mendekat sedikit, meskipun wajahnya tetap dingin, ada sesuatu yang tajam dalam tatapannya. "Jangan berpura-pura tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kau tahu kan, aku tidak akan pergi begitu saja?"
Kawaki terdiam. Kata-kata Eida menghantamnya dengan keras, lebih keras dari yang ia duga. Ia tahu bahwa Eida tidak akan menyerah begitu saja. Gadis itu selalu menjadi tantangan, selalu memaksanya untuk memilih, meskipun ia tidak siap untuk itu.
"Kenapa kau selalu ingin menguji aku?" tanya Kawaki, suaranya lebih lelah daripada yang ia inginkan.
Eida menyandarkan punggungnya pada pohon, masih tersenyum tipis. "Karena aku tahu kau bisa lebih dari ini, Kawaki. Aku tahu kau bisa memilih."
Kawaki merasakan perasaan yang membingungkan di dalam dadanya. Ia tidak bisa menyangkal bahwa Eida memiliki daya tarik yang kuat, tetapi di sisi lain, ada Sumire, yang selalu memberikan ketenangan dan kehangatan.
"Aku tidak tahu apa yang kau inginkan dariku, Eida," kata Kawaki, suaranya serak. "Aku tidak bisa memilih."
Eida mengangkat bahunya dengan tenang. "Kau tidak perlu memilih sekarang. Tapi ingat, jika kau terus menghindar, kau hanya akan menyakiti dirimu sendiri."
Dengan itu, Eida berbalik dan pergi, meninggalkan Kawaki yang masih terperangkap dalam kebingungannya.
---
Di rumah, Kawaki duduk di balkon, menatap langit yang perlahan berubah menjadi gelap. Pikiran-pikirannya berputar-putar, dan ia merasa lebih bingung dari sebelumnya.
Sumire atau Eida. Keduanya memiliki tempat di hatinya, namun ia tidak tahu bagaimana cara memilih. Sumire dengan kelembutannya, yang selalu membuatnya merasa nyaman, atau Eida dengan tantangannya, yang seolah terus menariknya untuk lebih jauh.
"Kawaki..." suara lembut itu datang dari belakangnya. Ia menoleh dan melihat Sumire berdiri di pintu, membawa secangkir teh hangat. "Aku membawa teh. Aku pikir mungkin kau butuh sesuatu yang menenangkan."
Kawaki menatapnya sejenak, merasa hangat dengan perhatian Sumire. "Terima kasih," jawabnya, menerima teh tersebut.
Sumire duduk di sampingnya, dan mereka terdiam dalam kebersamaan yang nyaman. Kawaki menatap teh yang ada di tangannya, merasa seolah dunia ini menjadi lebih sederhana ketika berada di dekat Sumire.
"Terkadang, aku merasa kesepian," kata Kawaki pelan, matanya tidak lepas dari cangkirnya. "Tapi aku juga tidak tahu apa yang aku inginkan."
Sumire menatap Kawaki dengan penuh pengertian. "Kawaki-kun, jika kau merasa bingung, tidak apa-apa. Hati kita terkadang memang tidak bisa memutuskan apa yang kita inginkan. Yang penting adalah, kau tidak perlu memikul beban itu sendirian."
Kawaki mengangkat wajahnya, menatap Sumire dengan rasa terima kasih yang tulus. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi," katanya, suaranya bergetar sedikit. "Tapi aku ingin bisa melangkah dengan tenang, tanpa merusak siapa pun."
Sumire tersenyum lembut. "Aku hanya ingin kau bahagia, Kawaki-kun. Tak peduli bagaimana caranya."
Di bawah langit yang mulai dipenuhi bintang, tiga titik itu semakin mendekat, namun masih jauh untuk saling menyentuh. Di antara ketiganya, ada harapan, keraguan, dan luka yang belum terungkap, menunggu untuk disembuhkan dengan waktu dan pilihan yang harus diambil.
------------------------------------------------------------
Jangan lupa di votee dan komen yaa teman teman. Sampai ketemu di bab selanjutnya 👋👋

KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Titik di Langit Senja
RomanceKawaki, seorang pemuda pendiam dengan masa lalu kelam, hidup di bawah bayang-bayang takdir yang membebaninya. Ia percaya bahwa cinta bukanlah sesuatu yang bisa ia miliki-hingga ia bertemu dengan Sumire, seorang gadis ceria yang membawa kehangatan se...