...
Suasana di taman bermain sekolah sedikit riuh dengan suara anak-anak yang sedang menikmati waktu istirahat. Namun, di salah satu sudut, Junghwan duduk dengan wajah murung di atas ayunan yang bergoyang pelan. Pharita, yang berdiri di dekatnya, menatap Junghwan dengan raut prihatin.
"Juju kenapa sedih?" tanya Pharita dengan nada lembut. Anak perempuan berkuncir dua itu merasa penasaran, karena biasanya Junghwan adalah anak yang ceria dan penuh energi.
Junghwan menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan air mata. "Mama Juju... sakit," katanya pelan dengan suara yang sedikit bergetar. Ia mengusap mata dengan tangan kecilnya, mencoba menyembunyikan kesedihannya.
Pharita mendekat dan duduk di ayunan sebelah, menatap Junghwan dengan mata yang penuh simpati. "Sakit apa, Juju? Mama kamu bisa sembuh, kan?"
Junghwan mengangguk kecil. "Nda tau, Juju takut mama kenapa-napa," katanya sambil mengayunkan kakinya yang pendek, menciptakan gerakan kecil pada ayunan.
Tiba-tiba, langkah kaki terdengar mendekat. Jeongwoo, teman mereka, datang sambil membawa sepotong roti yang baru saja ia ambil dari bekalnya. Wajahnya tampak ceria seperti biasa, namun senyumnya memudar ketika melihat Junghwan yang tampak sedih.
"Juju, kenapa?" Jeongwoo bertanya, ikut duduk di tanah di depan ayunan. Tangannya menyodorkan roti ke arah Junghwan. "Mau roti? Biar semangat lagi."
Junghwan menggeleng pelan. "Mama Juju sakit," katanya, suara kecilnya membuat Jeongwoo ikut merasa sedih.
Jeongwoo menaruh rotinya di pangkuan, lalu menatap Junghwan dengan penuh perhatian. "Mama kamu pasti sembuh, Juju. Mama aku pernah sakit juga, tapi aku doa sama Tuhan, terus mama aku jadi baik lagi," katanya dengan polos. "Aku bisa doa buat mama kamu juga."
Pharita menepuk pundak Junghwan dengan lembut. "Iya, kita bisa doa sama-sama. Nanti mama kamu jadi kuat lagi."
Junghwan mengangkat wajahnya, matanya berbinar sedikit. "Benelan bisa?" tanyanya dengan suara penuh harapan.
Jeongwoo mengangguk yakin. "Bisa! Kalau kita bareng-bareng, pasti lebih kuat."
Ketiganya bergandengan tangan, duduk melingkar di atas rumput. Pharita memimpin dengan suara pelan, mengajak mereka semua berdoa agar mama Junghwan cepat sembuh. Meski dengan kata-kata sederhana, doa itu terasa tulus dari hati kecil mereka.
Setelah selesai, Jeongwoo tersenyum lebar. "Sekarang Juju nggak boleh sedih lagi, ya. Aku sama rita ada buat kamu," katanya sambil berdiri dan mengulurkan tangan ke arah Junghwan.
Junghwan menyambut uluran tangan itu, berdiri perlahan. "Telima kacih," katanya, kali ini dengan senyum kecil yang mulai muncul di wajahnya.
Pharita mengangguk semangat. "Kita teman, Juju. Teman selalu bantu teman, kan?"
"Iya," jawab Junghwan, meski suaranya masih pelan. Tapi kali ini ada kehangatan di matanya. Ia merasa tidak sendiri lagi.
Bel berbunyi, menandakan waktu bermain telah usai. Ketiganya kembali ke kelas bersama-sama, dengan Jeongwoo dan Pharita berusaha membuat Junghwan tetap tersenyum sepanjang jalan. Junghwan tahu bahwa meski ia sedang cemas tentang Hyunsuk, ia memiliki teman-teman yang siap mendukungnya kapan pun ia butuhkan.
Suasana di taman bermain sekolah perlahan berubah menjadi lebih cerah untuk Junghwan. Meski awalnya ia murung, kehadiran Pharita dan Jeongwoo berhasil memberinya rasa nyaman. Ketiganya kini berjalan perlahan menuju kelas, tangan mereka saling menggenggam, seolah-olah energi mereka berpindah satu sama lain.
Pharita, yang berjalan di sisi Junghwan, tiba-tiba berhenti dan menatapnya dengan serius. "Juju, kalau nanti mama kamu udah sembuh, kita main bertiga sama-sama di taman, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Married by Accident - Hoonsuk
RomanceDi sebuah klub malam, dua orang asing bertemu di bawah lampu gemerlap dan musik yang menggema. Terlalu mabuk untuk berpikir jernih, mereka terbawa suasana, alkohol, dan hasrat sesaat. Tanpa mengenal satu sama lain, mereka tenggelam dalam hubungan si...