"Se kecewa ini tapi kamu tetap bundanya Reva"
(Reva)
.
.
Reva hari ini izin tidak masuk ke sekolah ia dikarenakan Lusi harus di rawat di rumah sakit jadi Reva yang menjaga bundanya tersebut. sedari tadi Geby dan Sasya tak henti henti menelfon Reva mereka takut jika Reva kenapa kenapa, tetapi setelah Reva jelaskan akhirnya kedua sahabatnya itupun memahami.
"Bun makan dulu" bujuk Reva karena Lusi tidak mau makan dari semalam.
"plis Bun demi Reva" ucap Reva, sejujurnya Reva pun belum makan karena dirinya tidak nafsu makan melihat Lusi pertama kalinya terbaring di rumah sakit.
"ga mau Rev, bunda kenyang" saut Lusi, Reva menghela nafas pasrah namun ia tak boleh menyerah begitu saja.
"Bun kalo bunda ga mau makan terus sakit, Reva bakal sakit juga karena mikirin bunda yang ga mau makan, jadi ayo lah Bun makan. Dikit aja plis" ujar Reva memohon. Lusi hanya diam tidak merespon, dengan cekatan Reva pun menyodorkan bubur hangat tersebut ke mulut Lusi yang langsung di makannya meski sedikit demi sedikit namun setidaknya Reva sudah merasa tenang.
Jujur ini adalah momen pertama kalinya Reva dan Lusi dekat layaknya seorang ibu dan Anak, setelah sekian lama Lusi sibuk dengan pekerjaannya mengorbankan waktunya dengan Reva, tetapi gadis itu tidak bisa membenci Lusi karena hanya Lusi lah satu satunya yang Reva miliki begitupun Lusi, walaupun tak bisa berbohong ada sedikit rasa kecewa di hati Reva.
Setelah menyuapi Lusi dan memberikan obat, Reva pamit untuk ke luar sebentar untuk menelfon temannya.
"Halo by" sambungan tersambung ke handphone milik Geby yang kebetulan Geby sedang beristirahat di kantin.
"gimana ke adaan nyokap Lo Rev?"
"masih lemes by, gue bingung harus gimana" ujar Reva karena ia tak punya siapa siapa untuk tempatnya bercerita selain Geby dan Sasya yang ia miliki.
"sabar ya Rev, gue sama Sasya nanti kalo sepet temenin Lo di sana ya" ujar Geby dari sebrang telfon, rasanya Geby ingin memeluk Reva tak biasanya Reva menjadi lemah seperti ini biasanya gadis itu ceria.
"ga usah By kalo ga bisa kesini ga apa apa" saut Reva.
"sabar ya Rev, gue matiin telfonnya dulu ya"
setelah itu panggilan Reva dan Geby terputus, gadis itu menghela nafas berat. Mengapa tuhan memberikannya ujian seberat ini, apakah Reva tak bisa merasakan bahagia?
"ayah apa bener ayah masih hidup? Reva kangen" gumam Reva kepada dirinya sendiri, sambil tertunduk lesuh di lorong rumah sakit. Ia masih memikirkan perkataan Lusi jika ayah nya masih hidup.
🌻🌻🌻
Di sisi lain Angkasa:
pria dingin itu berjalan menyusuri kooridor di ikuti ke tiga temannya yang tak henti henti menggoda siswi lain yang sedang berada di kooridor sekolah, hanya Angkasa saja yang diam tampak cuek dan tak peduli dengan sekitarnya.
"Angkasa ko si Reva ga ke liatan ya dari tadi, biasanya tuh anak bucinin Lo mulu" ujar Devan.
Angkasa mengangkat bahunya acuh.
"ga tau, ga peduli" jawabnya datar membuat Devan menghela nafas."dasar tidak berpri ke Reva an" sautnya lagi.
Angkasa merasa seharian ini hidupnya terasa damai tidak ada pengganggu seperti Reva yang selalu membututinya dan cerewet setiap hari, seandainya seperti ini terus pasti Angkasa akan sangat bahagia.
namun di lubuk hati yang paling dalam sekali Angkasa juga merasa janggal karena gadis gila itu tak masuk hari ini, tak seperti biasanya yang kapan pun dimana pun pasti bakal terlihat oleh Angkasa.
"Geby woy!" Tiba tiba Brian memanggil Geby yang baru kembali dari kantin.
"apaan!" jawab Geby dengan muka jutek, karena sebenarnya Geby dan Brian adalah mantan pacar jadinya gadis itu sedikit sensi dengan Brian.
"Si Reva mana, Angkasa kasian tuh nyariin" ujar Brian yang langsung mendapat tatapan tajam dari Angkasa.
"mau ngapain nyariin Lo, biasanya juga ga pernah ngehargain Reva" jawab Geby ketus.
"siapa juga yang nyariin cewek gila" saut Angkasa dingin.
"Lo yang gila!" Geby menatap sinis ke arah Angkasa gadis itu tampak muak melihat wajah Angkasa, tapi ntah kenapa Reva sangat bucin dengan pria tak punya hati seperti Angkasa.
"ayo ke kelas aja" Sasya menarik lengan Geby untuk pergi agar Geby tak semakin emosi.
🌻🌻🌻
Setelah pulang sekolah Geby dan Sasya betulan datang menemani Reva di rumah sakit, gadis itu merasa sangat beruntung mempunyai sahabat seperti Geby dan Sasya. bahkan Sasya rela meninggalkan les pianonya untuk menemani Reva.
mereka bertiga sedang duduk di bangku panjang kooridor ruangan, Reva sedari tadi hanya diam ntah fikiran nya kemana di ajak bicara pun Reva kadang hanya menjawab seperlunya.
"Sya, by gue bingung banget. bunda sakit karena dia ngeliat ayah gue, kata bunda ayah masih ada tapi gue ga tau itu bener apa ngga, sedangkan gue udah lama banget kehilangan ayah gue sejak gue umur 8 tahun, kalo bener itu ayah tapi kenapa dia ga kembali? dan siapa yang waktu itu di kubur?" ujar Reva.
"Mungkin Tante Lusi salah liat kali Rev" saut Geby mencoba membuat Reva berpositif thinking.
"gue tau banget bunda Geby, dia ga mungkin salah sampe sakit di rawat kaya gini, pasti ada yang bunda fikirian" Reva merasa ke kalutan di dirinya.
"ada foto ayah Lo?" tanya Sasya.
"ada"
"ok gue sama Geby akan cari tau kalo seandainya gue atau Geby Nemu orang yang mirip sama ayah Lo" ucap Sasya.
"tapi ga mungkin sya, ayah gue udah ga ada mau di cari kemana pun ga bakal ada yang kaya ayah gue" saut Reva sambil menghela nafas frustasi.
"Lo mau pembuktian kan?" tanya Sasya dengan wajah serius, dan di angguki Reva.
"maka dari itu harus cari tau"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Di ujung Harapan
Teen FictionRevana Lusiyana seorang gadis cantik yang biasa di sapa Reva gadis yang memiliki sifat ceria, humoris dan cerewet. Reva sangat sulit di luluhkan oleh siapa pun, ia terbilang gadis yang keras kepala dan sulit untuk menerima orang baru di dalam hidup...