E P I L O G U E

1.2K 132 29
                                    

selamat datang dan selamat membaca semua! semoga suka❤️

───

HAPPY READING

───

46. E P I L O G U E

•••

Satu tahun kemudian...

Samudera berdiri di sudut ruangan ICU, mengenakan jaket tebal yang sudah mulai lusuh karena terlalu sering digunakan. Matanya terpaku pada sosok yang terbaring lemah di ranjang, tubuhnya dibalut selang dan alat-alat medis. Gadis yang pernah membawa warna dalam hidupnya, kini hanya menjadi potret diam yang tak berdaya. Sudah satu tahun Rana koma, tanpa tanda-tanda akan bangun. 

Setiap langkahnya terasa berat ketika Samudera mendekati sisi ranjang. Suara mesin pendeteksi detak jantung yang monoton memenuhi ruangan, mengiringi napas Rana yang naik turun dengan bantuan alat. Samudera menatap wajah gadis itu yang terlihat tenang, seolah sedang tertidur. Tapi ia tahu, itu bukan tidur biasa. 

"Rana…" panggil Samudera pelan, suaranya bergetar. Ia menarik kursi dan duduk di samping gadis itu, memandang jemari Rana yang dingin dan kaku. Dengan hati-hati, ia menggenggam tangan gadis itu. "Gue di sini lagi, seperti biasa. Lo pasti bosen denger suara gue tiap hari, ya?" Samudera tertawa kecil, tapi nadanya di penuhi kesedihan. 

Samudera mengusap wajahnya sendiri, mencoba menyeka air mata yang mulai menggenang. "Gue nggak tau lagi harus ngomong apa, Na. Kadang gue mikir, mungkin ini udah waktunya gue berhenti berharap. Tapi…"

Samudera menghela napas panjang, suaranya semakin pelan.

"Gue nggak bisa, Na. Gimana gue bisa ikhlas kalau lo pergi tanpa pernah ngerasain kebahagiaan? Gimana gue bisa nerima kalau lo pergi ninggalin dunia ini dengan luka yang nggak pernah sembuh?" 

Matanya berkabut, tetapi Samudera terus berbicara.

"Lo tahu, kan? Gue pernah baca kalau orang yang lagi koma bisa denger suara kita. Makanya gue selalu cerita ke lo. Tentang semua kegiatan gue, tentang orang-orang yang masih nyebut-nyebut nama lo. Gue cerita soal hal-hal kecil yang mungkin nggak penting, cuma biar lo tau gue ada di sini, Na." 

Samudera berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.

"Hidup gue sepi banget tanpa lo. Kalau aja gue bisa, gue bakal kasih semua yang gue punya cuma buat lo bangun. Gue bakal ajak lo keliling dunia, nunjukin semua keindahan yang belum sempet lo liat. Gue bakal bikin lo bahagia, Na. Jadi tolong…" Suara Samudera pecah.

Tangan Samudera menggenggam jemari Rana semakin erat.

"Bangun, Na. Gue mohon." 

Air mata mulai jatuh, membasahi wajah Samudera. "Lo tahu, nggak? Banyak yang sayang sama lo sekarang. Banyak yang doain lo, nungguin lo bangun. Sama kayak gue yang selalu berharap buat lo bangun."

Samudera mengembuskan napas. Bibirnya gemetar hebat.

"Tante Daniella sekarang di rawat di rumah sakit jiwa, Na. Dia baru sadar sama kesalahannya dan dia menyesal."

.

Sebulan setelah kejadian yang menimpa Rana, Samudera mendapatkan kabar bahwa Daniella di tangkap oleh pihak kepolisian atas pelaku pembunuhan terhadap Rana. Daniella mengaku bahwa dialah yang mendorong Rana dari rooftop sekolah. Kesaksian itu di dukung oleh rekaman CCTV bahwa Daniella membawa tubuh Rana yang tertutup kain goni ke rooftop.

Daniella mendapat hukuman pidana penjara selama 20 tahun. Namun, rupanya itu Daniella tidak kuat menerima keputusan hakim. Wanita itu stres, suka berteriak-teriak di sel sehingga mengganggu tahanan lain. Alhasil Daniella di pindahkan ke rumah sakit jiwa.

Samudera teringat bagaimana dia melihat Daniella terakhir kali dengan rambut berantakan, wajah pucat, dan boneka lusuh yang selalu ia peluk erat.

"Rana... anakku sayang... jangan kemana-mana lagi, ya," Kata-kata itu terngiang di benak Samudera. "Mama sayang banget sama kamu. Jangan tinggalin Mama."

Samudera melihat kondisi Daniella yang cukup parah hanya mengembuskan napas. Itu adalah konsekuensi terhadap apa yang dia lakukan kepada Rana.

"Mama janji nggak bakal ninggalin kamu lagi."

.

Samudera menunduk, menggenggam tangan Rana lebih erat. "Gue nggak tahu harus ngerasain apa, Na. Tapi gue tau ini semua adalah konsekuensi dari perbuatannya. Dia akhirnya sadar, tapi lo udah terlalu jauh dari dia." 

Ia mengusap wajahnya, mencoba menenangkan diri sebelum melanjutkan, "Om Pram juga kena hukuman. Dia di penjara tiga tahun karena nyiksa Raja dan Ratu bertahun-tahun. Klien-klien pentingnya ninggalin dia."

Samudera melanjutkan, "Sementara itu, Sadewa, Raja, Pangeran, Pandawa, Permata, sama Victoria─mereka nggak bisa di penjara karena masih di bawah umur, alhasil mereka di hukum rehabilitasi selama delapan belas bulan. Mereka juga nggak di-DO dari sekolah. Alasannya karena mereka dianggap 'kebanggaan sekolah'. Lo percaya itu, Na? Gue nggak habis pikir."

Samudera tertawa kecil, tetapi nadanya dipenuhi kepedihan. "Kalau soal Ratu…" Ia terdiam, mencoba mencari kata-kata. "Dia kabur. Nggak ada yang tahu dia di mana sekarang. Semua jejaknya hilang. Nomornya nggak aktif, sosial medianya dihapus. Bahkan daftar keberangkatan bandara pun nggak ada namanya. Dia bener-bener hilang, Na."

Samudera menarik napas dalam-dalam, memandang Rana yang masih terbaring diam.

Pandangan Samudera menjadi kosong, tetapi ia kembali menatap Rana. "Tapi semua yang Ivory lakuin buat lo nggak sia-sia. Dia berjuang mati-matian buat buktikan kebenaran. Gue nyesel pernah curiga sama dia. Dia temen terbaik lo, Na. Kalau lo bangun, gue janji kita bakal kunjungin Ivory bareng-bareng."

Namun, nadanya berubah lirih. "Tapi kalau nggak ada harapan buat lo bangun… gue bakal belajar ikhlas. Semoga lo bahagia di kehidupan yang lain, Na. Sampai ketemu di kehidupan berikutnya, Rana Garsiva Anandhita."

Samudera berdiri, membungkuk untuk mencium kening Rana. Ia mencoba tersenyum, meskipun hatinya hancur. Dengan langkah berat, ia mulai berjalan keluar dari ruangan. Tapi tiba-tiba, sebuah suara lemah menghentikan langkahnya.

"Sam…"

Samudera membeku, langkahnya otomatis berhenti. Lelaki itu memutar tubuhnya perlahan, matanya melebar saat melihat jemari Rana yang bergerak pelan. Samudera segera berlari kembali ke sisi ranjang, napasnya tercekat.

"Lo sadar, Na? Lo beneran sadar? Gue nggak salah denger suara lo 'kan, Na?" tanya Samudera penuh harapan bercampur ketakutan.

Rana membuka matanya perlahan, mengerjap beberapa kali sebelum menatap Samudera. Senyum tipis terukir di bibirnya. "Hai, Samudera," ucap Rana dengan suara serak namun hangat.

Air mata kembali membanjiri wajah Samudera, tapi kali ini dengan senyuman yang sangat lebar.

"Selamat datang kembali, Na. Gue tahu lo nggak akan ninggalin gue."

•••

───

END

───

n:
bagian ini adalah penutup dari cerita THE SIXTH. sekali lagi, Terima kasih..

sampai jumpa di cerita aku selanjutnya!

THE SIXTH [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang