[11] Kalah Start

175 68 70
                                    

Jafi memulai harinya dengan perasaan gugup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jafi memulai harinya dengan perasaan gugup. Namun, penuh harap. Setelah percakapannya kemarin dengan Hifzhan, Ghifari, dan Raden di ruang latihan, ia sudah memantapkan diri untuk menyatakan perasaannya kepada Melody. Sejak pagi, ia sibuk berlatih kata-kata di kepala, membayangkan semua berjalan lancar. Namun, ketika Jafi sedang bersantai di kos, menunggu Melody selesai dari kegiatan kuliahnya, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Ada sebuah pesan dari Melody.

Melody
Jaf, nanti kalau ada cowok yang datang ke kos, pake baju merah, bawa cat, langsung suruh masuk aja, ya. Bilangin kunci kamar, gue taruh di bawah tempat sampah samping pintu.

Jafi tertegun membaca pesan itu. Hatinya tiba-tiba tenggelam dalam rasa tak nyaman. 'Cowok yang datang ke kos?' pikirnya. Ia tidak langsung membalas, hanya menatap layar ponselnya dengan ekspresi bingung. Mengira-ira siapa cowok yang dimaksud Melody. Sebuah perasaan yang tidak bisa ia jelaskan mulai muncul. Rencana Jafi untuk menyatakan perasaannya tiba-tiba terasa jauh lebih sulit.

"Cowok baju merah, bawa cat," gumamnya pelan, mencoba meresapi pesan itu. Jafi berusaha keras untuk tidak berspekulasi, tetapi rasa khawatir pelan-pelan merayap dalam dirinya.

Dua puluh menit berlalu, Jafi tetap menjalani rutinitasnya di kos sambil berharap bahwa kekhawatirannya hanyalah salah paham. Ia duduk di ruang tamu kos, sambil sesekali memandangi pintu depan. Pikirannya bercabang, sebagian terfokus pada Melody, sebagian lagi mempertanyakan siapa cowok yang akan datang.

Tak lama, suara ketukan di pintu terdengar. Jafi menegakkan punggungnya, dadanya berdebar kencang. Saat ia membuka pintu, berdirilah seorang cowok tinggi, cukup tampan, dengan rambut hitam yang sedikit berantakan. Cowok itu memakai kaos merah dan membawa tas yang tampak berat di satu bahunya. Di tangan kirinya, ia memegang kotak berisi cat untuk melukis.

Hati Jafi langsung menciut. Itu pasti cowok yang dimaksud Melody. Sambil berusaha menahan rasa tidak nyaman, ia memasang senyum tipis dan menyapa, "Lo yang disuruh masuk sama Melody?"

Cowok itu tersenyum dan mengangguk. "Iya."

Tanpa berpikir panjang, Jafi menunjuk ke arah tangga. "Kamarnya di atas. Kunci ada di bawah tempat sampah samping pintu, katanya."

Pemuda berkaos merah itu mengangguk lagi dengan senyuman yang entah mengapa terasa menusuk hati Jafi. Setelah mengucapkan terima kasih, cowok itu naik ke lantai atas, menuju kamar Melody.

Jafi menatap punggungnya yang semakin menjauh dan ia hanya bisa menghela napas panjang. Rasa kecewa, yang tadinya ia coba redam, kini mulai meresap lebih dalam. Tiba-tiba, rencana yang ia susun dengan penuh harapan terasa tidak relevan. Jika Melody menyuruh cowok lain masuk ke kamarnya dan bahkan memberitahu di mana letak kunci, itu berarti ia adalah orang terdekat Melody.

Jafi terdiam, merasakan kekosongan menyergap hatinya. Dia tidak tahu pasti siapa laki-laki itu bagi Melody, tetapi bayangan bahwa Melody mungkin menyukai orang lain membuatnya merasa tak berdaya.

Lingkaran Kos OngTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang