Chapter 46

36 5 6
                                    

Bayangan itu, yang sebenarnya adalah Bangchan, kembali ke tempat persembunyiannya setelah berhasil diusir oleh kekuatan Hueningkai. Tubuhnya terasa lelah, nyeri di setiap ototnya seolah-olah dia baru saja dihantam oleh kekuatan yang tidak bisa dia lawan.

Dia meraung keras, frustasi, sambil menahan rasa sakit yang terus menyerang pikirannya. Kamar gelap itu, yang kini menjadi tempatnya bersembunyi, dipenuhi dengan napasnya yang tersengal-sengal, keringat dingin membasahi wajahnya.

Bangchan menggigit bibir bawahnya, menahan emosi yang membanjiri dirinya. Rut-nya telah datang, masa di mana insting alaminya sebagai makhluk supernatural menjadi sulit dikendalikan. Masa ini biasanya datang setiap beberapa bulan, dan biasanya dia mampu mengendalikannya.

Namun kali ini berbeda. Felix—nama itu berputar di kepalanya, menghantam hatinya dengan gelombang perasaan campur aduk.

Dia telah kembali dari Australia beberapa hari lalu, awalnya hanya untuk urusan bisnis, sekaligus dengan niat menjenguk Felix dan bayinya. Dia mendengar kabar bahwa Felix kini menjadi seorang mama. Meskipun perlahan mencoba merelakan Felix, kenyataan bahwa pria yang dulu pernah ia cintai kini bahagia dengan orang lain tetap menghantamnya dengan keras.

Saat rut mulai mendekat, Bangchan berusaha menjaga jarak, mengetahui bahwa dirinya bisa menjadi berbahaya. Namun, semakin dekat dia dengan Felix, semakin kuat insting primitif dalam dirinya. Seolah-olah bayangannya, wujud paling liar dari dirinya, tidak bisa menahan diri dan terpaksa menyeruak ke permukaan.

"Aku... aku tidak bisa melakukannya," gumam Bangchan dengan suara bergetar. Dia memukul tembok di sebelahnya, mencoba mengusir keinginan yang terus menyerang pikirannya.

Namun, saat dia melihat Felix tadi malam, bersama Hyunjin dan anak mereka, ada sesuatu dalam dirinya yang runtuh. Rasanya seperti Felix sedang menariknya kembali, meski dia tahu betul bahwa Felix bukan miliknya—dan mungkin tidak akan pernah.

Rut membuat perasaannya semakin kacau, seolah memperkuat dorongan posesif yang selama ini dia sembunyikan jauh di dalam dirinya.

Bangchan menggenggam rambutnya, mencengkeram erat seolah ingin merobek kepalanya. "Ini salah... aku harus pergi... aku harus jauh dari mereka..."

Namun, bagian lain dari dirinya tidak ingin pergi. Bagian yang masih mendambakan Felix, yang masih menolak untuk sepenuhnya merelakan cinta yang pernah dia rasakan.

Dia sudah mencoba. Bertahun-tahun belakangan ini dia mencoba untuk merelakan Felix, untuk menghapus perasaan itu, tetapi sekarang, di saat yang paling rentan, perasaannya kembali membanjiri seperti air bah.

"Aku... aku harus mengendalikannya," katanya pada dirinya sendiri, matanya mulai memerah dengan amarah yang tertahan. "Felix... dia bahagia... dia sudah memiliki keluarganya... aku tidak boleh menghancurkannya."

Namun, masa rutnya terus membuat pikirannya kusut. Setiap kali dia memejamkan mata, yang dia lihat hanyalah Felix. Bukan Felix yang sudah bersama Hyunjin, tapi Felix yang dulu. Felix yang tersenyum padanya, yang tertawa bersamanya, dan yang mungkin, pada suatu waktu, bisa saja menjadi miliknya.

Bangchan terpuruk di lantai, tangannya mengepal hingga buku-buku jarinya memutih. "Aku tidak bisa... aku harus menjauh... tapi kenapa sulit sekali...?"

Dia tahu bahwa jika dia tidak segera pergi, dia bisa membuat sesuatu yang jauh lebih buruk terjadi. Rut-nya memperkuat dorongan primitifnya untuk memiliki, untuk melindungi, tapi juga untuk menguasai. Dan Felix—Felix adalah pusat dari semuanya.

Masa rut ini, yang datang pada saat yang tidak tepat, mempermainkan pikirannya, membuat Bangchan merasa terjebak di antara keinginan untuk melindungi dan keinginan untuk menghancurkan. Jika dia terus seperti ini, Felix, Hyunjin, dan anak mereka bisa berada dalam bahaya.

Dibawah Cahaya yang Sama [END] √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang