35; End

28 7 1
                                    

...

Hyunsuk terbangun tiba-tiba di tengah malam, jam di nakas menunjukkan pukul 01.30. Gelap dan sunyi menyelimuti kamar mereka. Ia membuka matanya lebar-lebar, merasakan tubuhnya lengket oleh keringat. Tenggorokannya kering seperti gurun, memintanya segera minum. Ia melirik Jihoon yang terlelap di sampingnya. Wajah suaminya tampak damai, nafasnya pelan dan teratur. Tidak ingin mengganggu tidur Jihoon, Hyunsuk pelan-pelan menyibakkan selimut dan turun dari tempat tidur.

Langkah kakinya hati-hati melewati lantai dingin menuju dapur. Lampu kecil yang dipasang di bawah lemari dapur memberikan penerangan lembut, cukup untuk ia menemukan gelas dan dispenser. Dengan tangan gemetar ringan, ia mengisi gelas dan menyesap air itu perlahan-lahan, mencoba mengusir rasa haus yang mengganggunya.

Namun, ada sesuatu yang lain. Sebuah rasa gelisah yang tak bisa dijelaskan, seperti firasat buruk yang menyelimuti pikirannya. Tangannya mulai gemetar tanpa alasan jelas, membuat air di gelas bergoyang. Hyunsuk menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Tapi, sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, sebuah rasa nyeri tajam menusuk perut bagian bawahnya.

"Akh!" Suara kecil meluncur dari bibirnya. Tangannya langsung refleks memegangi perutnya. Nyeri itu datang tiba-tiba, seolah ada pisau yang menusuknya dari dalam. Tubuhnya membungkuk, kakinya goyah. Dalam kepanikan, ia meraih meja untuk menjaga keseimbangan.

Air dari gelas yang ia pegang tumpah ke lantai, tetapi perhatiannya tidak lagi ada pada itu. Ia merasakan sesuatu yang hangat mengalir di antara kakinya. Perlahan-lahan, Hyunsuk menunduk untuk melihat, dan napasnya tertahan saat ia melihat setetes darah jatuh ke lantai ubin.

"Tidak... tidak mungkin..." bisiknya dengan suara bergetar. Darah itu bukan hal yang seharusnya ia lihat, terutama sekarang, saat ia tahu kehidupan lain sedang tumbuh dalam dirinya. Panik mulai menjalari tubuhnya. Dengan tangan gemetar, ia mencoba berjalan kembali ke kamar. Tapi rasa sakit yang mencengkeram perutnya membuat setiap langkah terasa mustahil.

Kakinya melemas, dan ia merosot ke lantai dengan punggung bersandar pada lemari dapur. Keringat dingin membanjiri pelipisnya, sementara air matanya mulai mengalir deras. Perasaan takut dan cemas bercampur menjadi satu, memenuhi pikirannya dengan kekhawatiran terburuk.

"Jangan sekarang... tolong... jangan sekarang," gumamnya lirih, tangannya masih memegangi perut yang terasa semakin berat. Setiap detik terasa seperti hukuman, nyeri itu semakin menjadi-jadi, dan ia mulai merasakan sesuatu yang tidak wajar.

Matanya mulai buram karena air mata. Ia ingin memanggil Jihoon, tetapi suaranya terasa tersekat di tenggorokan. Ia hanya bisa berbisik, "Jihoon..."

Dengan sisa tenaganya, ia mencoba menggapai pinggiran meja untuk menarik tubuhnya, tapi semua terasa sia-sia. Ia terjatuh kembali, tubuhnya gemetar hebat. Pikiran Hyunsuk melayang ke anak pertamanya, Junghwan. Bagaimana jika sesuatu terjadi pada bayi yang sedang ia kandung? Bagaimana ia bisa menghadapi kenyataan ini?

Langkah kaki berat terdengar dari arah lorong. Jihoon, yang mungkin terbangun karena suara gelas jatuh, berjalan mendekati dapur dengan raut wajah setengah sadar. Begitu melihat tubuh Hyunsuk yang tergeletak di lantai dan lantai yang berlumuran darah, wajahnya langsung pucat.

"Sayang!" suaranya terdengar panik, langsung berlari menghampiri istrinya. "Apa yang terjadi?!"

Hyunsuk menatap Jihoon dengan mata penuh air mata, suaranya hampir tak terdengar. "Jihoon... aku..." katanya terputus-putus, menggenggam tangan suaminya dengan lemah.

Jihoon segera memeluknya, mencoba mengangkat tubuh Hyunsuk dengan hati-hati. "Kita ke rumah sakit sekarang," katanya tegas, nada suaranya bergetar karena emosi. "Tolong bertahan, Sayang... aku di sini."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Married by Accident - HoonsukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang