Jeffrey membuka pintu kamar setelah membalas pesan ibunya. Dia mencari keberadaan istrinya yang memang sedang berada di pojok ruangan. Guna mencari pakaian ganti untuk mereka berdua. Karena mereka langsung disuguhi makanan saat tiba. Sehingga tidak sempat membersihkan badan."Sebenarnya apa yang terjadi di keluarga ini? Kenapa complicated sekali?" Jeffrey mulai duduk di tepi ranjang. Menatap penjuru ruangan.
Karena kamar ini adalah kamar yang paling besar di rumah. Kamar yang terletak di lantai dua. Memiliki kamar mandi dalam dan pendingin ruangan. Padahal di ruangan lain hanya memakai kipas angin saja. Sehingga mustahil jika ucapan adik-adik Joanna bohong sebelumnya.
Saat mereka mengatakan jika Joanna adalah anak kesayangan Rendy dan Liana. Karena jelas wanita itu diistimewakan dari anak-anak yang lainnya. Namun kenapa istrinya justru bertingkah sebaliknya?
"Apa kamu masih marah karena dipaksa menikah denganku?" tanya Jeffrey saat menatap istrinya. Karena dia ingat jika mereka menikah karena perjodohan. Mungkin saja wanita itu masih marah dan dendam mungkin saja.
"Bukankah hubungan kita sudah benar sekarang? Seharusnya kamu tidak perlu marah pada mereka karena telah memaksa kita menikah."
"Kamu pikir aku sedangkal itu? Kamu pikir aku memang sejahat itu? Apa ucapan mereka sudah banyak mempengaruhimu?"
Jeffrey bangkit dari ranjang. Lalu mendekati istrinya yang sedang duduk di lantai kamar. Lantai yang sudah dilapisi karpet bulu cukup tebal. Sehingga jelas tidak terasa dingin saat duduk di sana.
"Lalu jelaskan apa yang benar versimu. Jelaskan bagian yang tidak aku tahu. Supaya aku bisa memihakmu."
Joanna diam saja. Dia bahkan menarik tangan saat Jeffrey berusaha menyentuhnya. Membuat si pria jelas bingung juga. Serba salah ingin bereaksi seperti apa. Padahal dia ingin dekat dengan keluarga istrinya. Dengan orang tua dan adik-adiknya.
"Aku mau pulang sekarang, ke rumah kita. Aku tidak nyaman di sini lama-lama."
Permintaan Joanna jelas membuat Jeffrey kecewa. Karena mereka baru saja tiba. Apalagi mereka baru saja berkonflik juga. Seharusnya, mereka bisa singgah lebih lama untuk memperbaiki ini semua. Bukan justru ingin cepat-cepat pergi dan meninggalkan masalah tanpa penyelesaian.
"Aku akan cerita kalau kamu mau membawaku pergi dari sini sekarang!"
Jeffrey jelas menolak. Mereka belum ada dua jam tiba. Masih dalam keadaan lebaran juga. Namun Joanna justru merengek untuk segera pergi dari sana.
"Kamu keterlaluan!"
Jeffrey bangkit dari sana. Lalu keluar kamar. Meninggalkan Joanna yang kini mulai terisak. Karena tidak nyaman berlama-lama di rumah.
———
Besoknya, Jeffrey dan Joanna pulang pada jam sebelas siang. Saat matahari sedang terik-teriknya. Seperti biasa Joanna akan terlebih dahulu masuk mobil untuk menghindari berpamitan. Sedangkan Jeffrey tentu akan ditinggalkan bersama orang tuanya. Entah sedang membicarakan apa. Karena hampir setengah jam mereka berbincang di teras.
Bahkan kemarin, Joanna juga melewatkan sesi salaman bersama orang tuanya. Karena dia sengaja lewat pintu belakang. Sehingga Jeffrey masuk lewat pintu depan sendirian. Sembari membawa oleh-oleh dan koper yang berisi baju ganti mereka.
"Aku tidak habis pikir denganmu. Kenapa sebenci itu kamu pada keluargamu?" tanya Jeffrey saat memasuki mobil. Namun pandangannya masih terfokus pada Rendy dan Liana yang masih berdiri di teras rumah, guna mengantar kepergiannya. Sama seperti ketiga adik iparnya yang mulai melambaikan tangan di balkon lantai dua rumah mereka.
"Lihat mereka! Mereka pasti kepikiran karena kamu seperti ini! Mereka sudah tua, sudah seharusnya mereka beristirahat dengan tenang di masa tua! Tanpa memikirkan kehidupan anaknya. Ketiga adikmu sudah melakukan dengan benar. Mereka benar-benar sudah independen sekarang dan tidak bergantung lagi pada mereka. Tidak menambah beban pikiran mereka juga. Hanya tinggal kamu saja. Tidak bisakah kamu bersikap baik walau hanya sebentar? Kamu sendiri yang minta agar kita datang sebentar, meski bagiku ini masih tidak masuk akal. Tidak ada anak yang membenci orang tuanya saat dia diperlakukan secara istimewa di rumah!"
Jeffrey mulai melajukan mobilnya. Meninggalkan rumah mertuanya. Sedangkan Joanna masih bungkam. Sama seperti semalam.
"Aku benar-benar tidak habis pikir denganmu. Dari sekian banyak keburukan, kenapa harus seperti ini yang menempel padamu? Walaupun masa lalu mereka membuatmu trauma, kenapa tidak mencoba untuk katakan secara langsung pada mereka? Kenapa tidak kamu konfrontasi dan suruh mereka meminta maaf? Supaya kamu merasa lega dan bisa berdamai dengan semuanya!"
"Lalu mendengar ucapan bahwa aku kurang bersyukur dan pantas mati saja? Bukannya aku pernah mengatakan hal seperti ini padamu sebelumnya? Aku kira kamu bisa mengerti aku Jeffrey, ternyata tidak, ya? Kamu sama saja seperti mereka. Fuck off dengan label orang tua! Jika bisa memilih aku juga ingin tidak lahir saja! Daripada menjadi anak mereka!"
Joanna melepas sabuk pengaman. Lalu pindah duduk di kursi belakang. Dengan cara melompati kursi yang diduduki sebelumnya. Sehingga mobil tidak perlu berhenti saat dirinya pindah.
Jeffrey diam sejenak. Rasanya ucapan Joanna masih belum bisa dipercaya. Karena dia bisa melihat sendiri jika Rendy dan Liana begitu baik menurutnya. Mereka sangat rendah hati dan begitu dermawan meski bukan orang yang paling kaya di desa. Sebab dia sempat menguping pembicaraan beberapa tamu yang mulai datang saat tengah malam guna membayar hutang puluhan juta.
"Siapa psikolog yang kamu datangi? Aku ingin mendengar cerita dari point of view anak pertama di keluarga ini."
Pertanyaan Jeffrey tidak Joanna tanggapi. Dia mulai memejamkan mata dan memakai earphone di telinga kanan dan kiri. Karena malas berdebat lagi. Sebab merasa jika dirinya yang akan dipojokkan dalam perbincangan ini.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
GET TO KNOW BETTER
RomanceJoanna dan Jeffrey menikah karena perjodohan. Kisah klise yang sering berakhir menyedihkan. Namun Joanna berusaha menolak segala penderitaan. Sebab tidak ingin berakhir menyedihkan karena menikahi pria yang masih belum selesai dengan masa lalunya.