Kinich's pov;
Aku selalu percaya kalau segala hal yang ada di dunia harus dibayar setimpal. Ketika kau dibantu seseorang, maka kau harus mengingat jasanya dan membalas apa yang telah ia lakukan padamu.
Aku selalu mempertimbangkan harga yang harus aku dapat ketika mendapat sebuah permintaan dari seseorang, karena dengan itulah hubungan manusia bekerja. Mereka harus memberikan bayaran setimpal untuk apa yang telah kita lakukan.
Tetapi prinsip yang aku pegang seteguh hati ini bisa langsung runtuh saat dihadapkan dengan seorang gadis dari suku yang berbeda denganku. (Name) namanya.
Setiap dia meminta bantuan, aku merasa tak perlu lagi meminta bayaran yang setimpal. Rasanya aku sudah tak perlu lagi bayaran untuk bantuan yang kuberikan padanya. Bukan karena dia telah memberikan pembayaran di awal, tapi karena hal lain yang bahkan aku sendiri terheran dengan satu alasan ini.
Kalau ditanya alasannya, aku akan menjawab dengan satu kata, yaitu karena senyuman miliknya.
Hanya dengan melihat sebuah senyum terpatri di wajahnya, entah bagaimana caranya tapi hatiku mengolah suatu hal yang ciptakan rasa lega sekaligus senang kala melihatnya.
Aku yakin dia tak mempelajari atau mendalami sebuah ilmu sihir, itulah kenapa aku tak berpikir perasaan yang ada dalam hatiku adalah suatu sihir yang dirapalkannya. Namun fakta kalau dia terkadang berhasil membuatku berperilaku berbeda adalah suatu keajaiban yang tak terelakkan.
Hari ini untuk kesekian kalinya, dia menghubungiku untuk meminta bantuan dengan urusan menge-cat atap rumahnya. Dia memang seseorang yang takut akan ketinggian, maka dari itu dia berharap aku bisa membantunya dalam urusan ini.
"Cat dan kuasnya sudah aku siapkan di meja yang ada banyak crystal beetle-nya, kalau kamu mau mulai silakan ambil alatnya di sana, ya, Kinich."
Suaranya memasuki gendang telingaku ketika aku mulai melepaskan sarung tangan yang selalu kupakai. Disaat aku hendak merespon perkatannya dengan sebuah anggukan, tiba-tiba saja ada sesuatu yang mendistraksi dan itu adalah saurian yang memang selalu bersamaku, Ajaw namanya.
Ocehan dari kata demi kata yang hanya membanggakan dirinya terdengar. Ini adalah hal yang memang selalu aku dengar jikalau Ajaw mulai bergabung dalam percakapan.
Aku bungkam. Tak memperindah apa pun yang diucap Ajaw. Cenderung memperhatikan interaksi yang dilakukan oleh Ajaw dan (Name).
Di selang perbincangan mereka, aku menyadari sikap Ajaw yang luluh karena respon yang diberikan oleh (Name). Apa sebenarnya dia memang diam-diam mempelajari sebuah ilmu sihir?
Tanpa sadar aku menatap wajahnya saat tahu dia berhasil buat Ajaw luluh dengan perkataannya. Dan tanpa kusangka dia melihat balik ke arahku yang hasilkan kontak mata antara kami.
(Name) tersenyum mendapati aku yang tengah menatap ke arahnya. Mungkin itu adalah salah satu hal yang bisa ia lakukan ketika sadar kami melakukan kontak mata.
Padahal aku belum memulai pekerjaanku, tapi kini aku disuguhi dengan senyuman yang sudah cukup jadi bayaran dari jasaku kali ini.
Mengetahui percakapan singkat yang terjadi antara (Name) dan Ajaw berakhir, aku lantas pergi ke atap menggunakan teknik terjun lenting yang aku kuasai untuk mengerjakan apa yang memang dimintai tolong.
ˋ°•*⁀➷
Di momen ini aku hanya bisa membisu akan perkataan yang terlontar dari mulutnya.
(Name) mempertanyakan perihal aku yang tak meminta bayaran ketika dia meminta tolong padaku, padahal aku dikenal sebagai orang yang sangat mengenal harga atau timbal balik dari suatu pekerjaan.
Aku tak tahu harus merespon apa,. Dari awal aku ini memang bukan tipe yang pandai berkomunikasi dan mengutarakan apa yang kupikirkan seperti Mualani, salah satu temanku dari suku Warga Mata Air.
Sebenarnya aku bisa saja jujur dengan bilang kalau aku telah mendapat bayaran setimpal berupa senyuman yang terukir di wajahnya, namun lisanku memilih untuk tak mengatakan apa-apa.
Bahkan mengetahui Ajaw yang tiba-tiba bergabung dengan obrolan kami dan berniat menjelaskan sesuatu pada (Name), aku dengan refleks melemparnya jauh seperti yang sudah-sudah kulakukan padanya.
Aku hanya tak bisa memberi tahunya, setidaknya untuk saat ini. Mungkin suatu saat nanti aku akan mengatakan apa yang kurasa. Tapi untuk sekarang, biarlah kami seperti ini. Aku tak mau membuat (Name) merasa aneh atau tak nyaman ketika mengetahui alasan sebenarnya.
ˋ°•*⁀➷
Kami sudah harus berpisah sekarang.
Sesi jalan-jalan di suku Tirai Daun yang sebelumnya aku lakukan bersama (Name) kini berakhir. Kini dia harus kembali ke suku Putra-Putri Gema tempat tinggalnya.
Begitu (Name) mengucap selamat tinggal, aku mengangguk. Kami segera berselisih jalan setelah itu.
Aku memang mengiyakan kalimat perpisahan yang (Name) ucapkan, tapi rasanya aku belum ingin kami berpisah sekarang.
Walau kakiku menapak maju, dalam hatiku kecilku, aku berharap waktu terulang kemudian terhenti agar kami bisa melanjutkan perjalanan di tempat tinggalku.
Aku menghentikan tapakan kakiku yang sedari tadi melaju dengan isi kepalaku yang melalang buana. Mungkin tak masalah kalau aku melihat figur (Name) yang sudah pergi menjauh dari sini.
"Kinich, sepertinya aku ingin kamu mengantarku sampai ke rumah!"
Ketakterdugaan adalah salah satu hal yang aku rasakan. Sisanya, aku merasa kaget karena mendapati (Name) yang sudah berbicara dengan jarak yang cukup dekat dengan tempatku berdiri saat ini.
Apa dia merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan sejak tadi? aksinya ini benar-benar tak aku sangka.
Walau masih memproses apa yang terjadi, aku buka suara pertanda mengiyakan perihal dia yang ingin aku antar sampai ke rumahnya.
Sepertinya urusan memburu saurian yang telah aku terima bisa menunggu, karena sekarang aku hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama dengan gadis yang paking kusukai senyumnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐑𝐄𝐏𝐀𝐘 ー⌗Kinich
Romance❝what can I do as a repay?❞ ▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀▄▀ Now playing: 𝗞𝗶𝗻𝗶𝗰𝗵 𝘅 𝗙! 𝗥𝗲𝗮𝗱𝗲𝗿 ♪ 𝟶:𝟶𝟶 ──◍───── 𝟷:𝟹𝟶 ↻ ◁ || ▷ ↺ ♫ Sang pemuda punya prinsip jikalau semua hal yang ia...