Labirin ini mengingatkanku pada kejadian di SIV. Hilsham, petugas keamanan yang pernah berkorban demi menyelamatkanku, muncul di benakku. Wajahnya yang tegas dan keberaniannya terasa seperti bayangan yang mendorongku maju. Tapi ini bukan saatnya tenggelam dalam nostalgia. Fokusku sekarang hanya satu: bertahan hidup dan keluar dari sini.
Langkahku pelan, seiring napasku yang teratur. Lorong-lorong ini seperti sengaja dibuat untuk mematahkan semangat, dengan dinding logam dingin yang mencerminkan keheningan membingungkan. Aku menggunakan setiap sudut untuk berlindung, mendengarkan dengan saksama setiap suara yang bisa menandakan bahaya.
Saat aku menjatuhkan drone terakhir, peluru di pistolku menyisakan tiga butir. Satu peluru untuk satu target, strategi yang sejauh ini berhasil. Namun, saat deru keras terdengar dari kejauhan, aku tahu tantangan terakhir sedang mendekat.
Langkah logam berat menggema, semakin dekat. Lalu dia muncul—droid besar, hampir seukuran manusia dewasa, dengan senjata otomatis yang berputar seperti cambuk maut. Matanya, dua kamera merah menyala, langsung memindai area dan mengunci pandangan padaku.
"Menarik," gumamku, mencoba menjaga ketenangan.
Droid itu tidak memberi jeda. Laras lasernya mulai berputar, mengeluarkan suara berderit tajam. Aku melempar tubuhku ke belakang tembok dengan gerakan cepat, hanya sekejap sebelum tembakan laser pertama menghantam tempatku berdiri. Panasnya terasa, bahkan dari balik perlindungan ini.
Aku mengambil napas dalam. Tiga peluru, pikirku. Hanya tiga peluru untuk menyelesaikan ini.
Ketika tembakan berhenti sejenak, aku mengintip dari balik tembok. Drone itu tetap siaga, larasnya masih berputar, siap menembak kapan saja. Matanya berkedip, memindai area, seolah menyadari bahwa aku sedang mengintai.
"Baiklah, mulai dengan yang sederhana," gumamku pelan.
Aku mengubah posisi, merayap dengan hati-hati ke sudut lain, mencoba mendapatkan sudut pandang yang lebih baik. Saat drone mendeteksi gerakanku, ia langsung menembakkan rentetan laser. Aku melompat ke sisi lain, bersembunyi kembali di balik tembok yang lebih rendah.
Tembakan itu terus berlanjut, menghancurkan sudut tembok tempatku berlindung. Aku tahu perlindunganku takkan bertahan lama. Aku harus mengambil risiko.
Tanganku mengangkat pistol, membidik dengan cepat ke arah sensor utamanya di bagian tengah kepala droid. Aku menarik pelatuk.
BANG!
Peluru itu menghantam, tetapi hanya menyisakan goresan kecil di armor tebalnya. Aku mengumpat pelan, menyadari bahwa ini tidak akan semudah yang kubayangkan.
Droid itu meluncur maju, suaranya seperti geraman robotik yang memekakkan telinga. Aku berguling ke belakang, mencoba menciptakan jarak, tetapi tembakan lasernya terus mengejar, membakar dinding dan lantai di sekitarku. Napasku semakin berat, tetapi aku tidak boleh berhenti. Jika aku menyerah, itu berarti akhir.
"Dua peluru lagi," gumamku, lebih kepada diriku sendiri.
Aku mengambil ancang-ancang, lalu melompat keluar dari perlindungan. Dengan posisi berjongkok, aku mengarahkan pistol ke bagian bawah droid , di mana salah satu pelindung armor tampak sedikit terbuka. Jari telunjukku menarik pelatuk.
BANG!
Peluru itu menembus, mengenai salah satu komponen di dalamnya. Asap tipis mulai keluar, tetapi droid itu tetap bergerak, meski terlihat sedikit tersendat.
Droid itu kembali menembak dengan agresif. Aku berguling ke samping, nyaris kehilangan keseimbangan saat laser menghantam lantai di sebelahku. Tubuhku terasa panas, bukan hanya dari serangan, tetapi juga dari tekanan situasi ini.
Hanya satu peluru tersisa. Aku memutar pistol di tanganku, menggenggamnya lebih erat. Ini kesempatan terakhir.
Droid itu mulai melaju lebih cepat, mengeluarkan suara mekanis yang mengancam. Aku memperhatikan gerakannya dengan cermat, menunggu momen yang tepat.
"Sekarang atau tidak sama sekali," bisikku.
Aku melompat ke depan, langsung berhadapan dengan droid itu. Dengan refleks, aku mengarahkan pistol ke titik lemah yang sebelumnya terlihat. Jari telunjukku menekan pelatuk untuk terakhir kalinya.
BANG!
✨️✨️✨️
Jangan cuman jadi silence readers aja. Kasih vote, komentar, dan follow.
Aku bakal seneng banget kalau kalian bantu koreksi semisal nemuin plot hole di novel ini.
Makasih udah mampir😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronik Perang Sang Esper yang Jatuh
Science FictionSavil Ghenius lahir dari keluarga elementalis ternama-Keluarga Toya dan Keluarga Ghenius. Namun, sejak kecil, Savil tahu dia berbeda. Rambut hitam legamnya bukan hanya tanda unik, tapi juga simbol kutukan. Kutukan bahwa dia adalah seorang esper yang...