Di Ujung Perlawanan

1 1 0
                                    


Seminggu kemudian, di perbatasan kota.

Udara dingin menusuk tulang saat Zen dan timnya mendekati markas utama Arkana Estate. Bangunan besar itu berdiri megah di tengah area terpencil, dikelilingi pagar tinggi dan kawat berduri. Lampu sorot berputar-putar, mengawasi setiap sudut.

Mina memeriksa perangkat komunikasinya. “Kita harus bergerak cepat. Sistem keamanan hanya bisa aku matikan selama lima menit.”

“Lima menit cukup,” jawab Zen dengan yakin. Ia menatap timnya. “Ingat, kita masuk, ambil data di server utama, dan keluar sebelum mereka sadar.”

Rencana mereka sederhana tapi berisiko tinggi. Mina akan mengakses sistem dari jarak jauh, sementara Zen, Zea, Jeno, dan Raka menyusup ke dalam. Mereka mengenakan pakaian serba hitam dan membawa peralatan minimal untuk menghindari deteksi.

“Siap?” tanya Mina melalui earphone.

Zen mengangguk. “Lakukan.”

Lampu sorot tiba-tiba padam, dan suara alarm berhenti berdenging. Mina telah berhasil menonaktifkan sistem keamanan sementara. Mereka segera memanjat pagar dan meluncur ke sisi bangunan.

Jeno membuka pintu darurat dengan alat khususnya. “Ayo masuk.”

Di dalam, lorong panjang dan steril menanti mereka. Suara langkah kaki mereka terdengar bergema di dinding beton. Raka menggambar peta kecil di tangannya dengan bolpoin. “Ke kanan, lalu lurus.”

Saat mereka bergerak lebih dalam, tiba-tiba suara berat terdengar di earphone mereka.

“Zea…”

Zea berhenti sejenak, mengenali suara itu. “Ayah.”

Darren Winata muncul di ujung lorong, diapit dua penjaga. Wajahnya dingin dan penuh wibawa. “Kalian tidak akan pergi lebih jauh.”

Zen segera maju. “Kami tidak akan berhenti, Darren.”

Darren tersenyum tipis. “Kalian tidak tahu apa yang kalian hadapi. Proyek Nexus bukan tentang kekuasaan semata. Ini tentang bertahan hidup. Dunia berubah. Dan hanya mereka yang siap yang akan bertahan.”

Zea maju, berdiri di samping Zen. “Kau salah, Ayah. Ini bukan tentang bertahan hidup. Ini tentang menghancurkan orang lain demi ambisi pribadi.”

“Ambisi?” Darren tertawa kecil. “Zea, kau masih terlalu muda untuk memahami.”

“Tidak, Ayah. Aku memahami satu hal—keadilan. Dan aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan dunia ini demi kepentinganmu sendiri.”

Darren menatap putrinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kebanggaan sekaligus kekecewaan di matanya. “Kalau begitu, buktikan bahwa kau bisa menghentikanku.”

Zen dan yang lainnya segera bersiap. Tapi sebelum mereka bergerak, Mina berbicara melalui earphone.

“Kalian harus cepat! Aku tidak bisa menahan sistem lebih lama.”

Zea menatap ayahnya sekali lagi sebelum berbisik, “Maaf, Ayah.”

Mereka segera berlari ke arah server utama. Darren tidak mengejar, hanya memandang mereka pergi, pikirannya penuh pertimbangan.

Sesampainya di ruang server, Mina memberi instruksi cepat. Zen memasang alat peretas, sementara Zea berjaga di pintu bersama Raka dan Jeno.

“Cepat, Zen!” seru Jeno, mendengar suara langkah kaki penjaga mendekat.

“Sedikit lagi…” Zen fokus pada perangkatnya, mencoba menyalin seluruh data proyek Nexus.

Tiba-tiba, suara tembakan terdengar. Jeno berteriak, “Mereka datang!”

zea milik si berandalan[THE END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang