part 15

101 8 5
                                    

HEEI INI PART 16  YANG UDAH GUE EDIT BARU YA JD VERSINYA BEDA GA ADA ITUNYA. HAHAHA ini gue ganti karna whitesidesxdj bully gue mele gue lelah. SELAMAT MEMBACA!❤️

Luke's POV

Aku merasakan angin yang berhembus kencang menembus tulangku. Mataku menatap lurus ke arah lampu-lapu kota yang berkerlap-kerlip berkilauan layaknya ribuan bintang. Segala beban pikiranku seolah hilang terbawa kencagnya hembusan angin. Otakku seolah kosong. Aku menikmati semua ini.

Aku meliriknya yang sedang memejamkan matanya. Sama sepertiku, ia juga menikmati semua ini.

"Clair?"

Mata hijaunya bertemu dengan mata biruku. Mata yang selalu membuatku seakan terhipnotis dan tenggelam didalamnya. Sesuatu yang membuatku jatuh cinta berulang-ulang kali kepadanya. Satu dari miliaran alasan mengapa aku mencintainya.

"What would you say if i said i love you?"

Ia terdiam. Begitupun aku. Apa yang barusan kukatakan? Astaga aku bodoh. Aku sangat bodoh Bagaimana kalau dia marah? Bagaimana kalau dia menjauhi ku? Bagaimana kalau dia mengetahui semuanya? Kau bodoh Luke, Ia sudah mengetahui semuanya karna kau barusan memberitahunya.

Astaga iya benar, aku sudah memberitahu nya. Duh, bagaimana ini?

"Mak-maksudmu?" Ucapnya dengan mata yang masih membulat

"No, nothing. Ak- aku hanya memikirkan lirik lagu untuk 5SOS" ujarku bohong. Kuharap ia percaya.

Ia diam lalu mentapku datar. Lalu pandangannya kembali kepada lampu-lampu kota.

Ini sudah 10 menit tapi diantara kami tidak ada yang memulai peracakapan setelah percakapan tadi. Aku harus mencairkan suasana ini. "Clair?"

Ia menoleh.

Aku bingung apa yang harus kubicarakan. Mengajaknya membeli es cream? astaga tentu saja tidak. Ini malam hari dan tidak ada es cream. "Um, ini sudah malam, bukankah sebaiknya kita pulang?"

Ia mengangguk lalu berdiri dari tempatnya.

Sepanjang perjalanan pulang ia hanya diam. Tak ada sepatah kata pun yang diucapkannya semenjak pengakuan bodohku tadi. Apakah ia marah? kuharap tidak.

"Oke kita sampai." Ucapku saat mobil yang kukendarai berhenti tepat di depan rumahnya.

Tanpa aba-aba, sepatah kata atau pun lirikan mata ia turun dari mobil dan langsung berlari masuk kedalam. Biar kutebak, ia pasti marah. Astaga mengapa aku bisa sebodoh ini ya tuhan. Apakah aku akan kehilangannya? apakah ia akan menjauhiku? apakah ia akan pergi? apakah ia tidak akan pernah mau bertemu denganku lagi? apakah ia ah- aku tidak tahu.

Aku meninju keras setir kemudi di depanku untuk meluapkan amarahku kepada diriku sendiri. Aku merusak semuanya. Aku merusak segalanya.Aku menjauhkan diriku dengannya. Aku kehilangannya.

Aku menjalankan mobilku menuju tempat untuk menghilangkan semua pikiran sialan ini. Setelah sampai, terdengar dentuman musik keras hingga diluar. Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam lalu duduk di kursi pantry bar. Memesan satu gelas tequila untuk menghangatkan tubuhku dan menjernihkan pikiranku. Kuteguk satu gelas minuman yang berada ditanganku. Seketika hangat menjalar di tubuhku. Rasa nyaman dan santai seolah menyelimuti jiwaku. Masalah yang sendaritadi menghantui ku seolah sirna larut bersama minuman yang kuminum. Aku harus meminumnya lagi.

Entah sudah berapa gelas yang kuminum sampai detik ini. Kepalaku terasa sedikit pening tapi aku merasa sangat senang seolah tidak ada beban dalam hidupku.

"Hai." Sapa gadis blonde yang mengenakan dress ketat berwarna merah. Rambutnya mirip seperti Clairine. Astaga, Luke! dia bukan Clairine.

"Luke?"

Dia tau namaku? Siapa dia?

"Kau tidak mengingatku? Ah ya tentu saja kita sudah tidak bertemu 3 tahun lebih. Aku Clara!"

Clara? Clara sia- Oh! aku ingat. Dia sahabatku sekaligus gadis yang sempat menyukaiku waktu dulu. Kukira dia pindah.

"Bagaimana kabarmu?" tanyanya.

Aku tersenyum miris mengetahui bagaimana kabarku. "Kurasa baik."

Clara menepuk pundakku sambil tersenyum dan entah apa maksudnya. "Aku mengenalmu cukup lama dulu dan aku tau sekarang kau sedang tidak baik."

Aku mengangguk.

"Apa yang terjadi?"

Aku menghela nafas. "Aku akan mengatakannya tapi tidak disini."

Aku membawa Clara menuju rumahku karna aku tidak ingin kemana-mana dalam keadaan berantakan seperti ini. "Jadi? apa masalahmu?" tanyanya saat aku baru saja keluar dari kamar mandi.

Aku mengambil air dan obat yang diberikan Clara lalu duduk ditempat tidurku. "Aku mencintai seseorang. Tapi aku tidak bisa memilikinya." Aku menarik nafas. "Ia menyukai orang lain."

Aku mencurahkan semuanya kepada Clara. Tapi entah mengapa mataku terasa berat dan badanku seperti lemas. Apakah ini efek obat yang kuminum? Tapi biasanya tidak seperti ini.

"Clara?" Panggilku memotong pembicaraan. "Hm?"

"Obat apa yang kau berikan padaku tadi?"

Ia tersenyum aneh ke arahku. Kurasa ada yang tidak beres disini. "Kau tidak perlu tau. Kau hanya perlu menikmatinya."

Aku mecerna perkataannya. "Apa maksud-" tiba-tiba sesuatu yang lembab menempel di bibirku. Ini Clara. Aku mendorong tubuhnya dengan sisa tenagakh tapi tidak berguna.

Clara menindihku ke kasur. Lidahnya terus saja memaksa masuk ke dalam mulutku tapi tentu saja aku tidak akan memberikannya.

"Open it, Luke!" Serunya. Aku hanya diam dan menutup mulutku rapat-rapat.

Tak lama mataku terasa sangat berat dan semua gelap.

****

Broken Trust  • chTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang