Chapter 22

4 0 0
                                    

"Apakah aku manusia yang kejam, karena mengabaikan perasaannya? Aku tak ingin menjadi seseorang yang menyakiti, hanya untuk mencari kedamaian dalam hatiku sendiri."

-Eyrafa Lamont-

●●●

Setelah mengambil cuti sekitar 2 minggu lamanya, Artha sudah kembali meyakinkan Ardy bahwa dirinya baik-baik saja. Artha tidak selemah dulu, Artha bukanlah Aksa yang memilih terpuruk ketika terjebak dalam ruangan pengap. Pemuda itu sadar, kini ia memiliki keluarga yang sangat mencintai dan menyayanginya, Artha bertekad untuk tetap kuat dan akan menjaga orang-orang yang ia cintai.

Dua jam yang lalu, Artha dan Erza baru saja menginjakkan kaki di kota Floor. Pemuda itu tengah menikmati semilir angin yang menyentuh kulitnya. Apa yang sedang dilakukan oleh lelaki itu? Sungguh tak terduga, meski baru saja tiba, ia sudah memilih untuk berlari-lari kecil di tengah malam. Erza sempat mencoba melarangnya, namun Artha tetaplah Artha, dengan caranya yang tak pernah bisa diprediksi.

Langkah pemuda itu membawa ia menuju gerbang yang menjulang tinggi di hadapannya. Sudah bertahun-tahun Artha menghindari tempat itu, namun bayangan dua minggu yang lalu, saat ia dibawa pergi oleh Bara, terus menghantui Artha tanpa henti.

Flashback on

Crack!

Ctas!

Artha as Aksa tak pernah berniat untuk menundukkan kepalanya membuat pria paruh baya itu semakin geram.

"Ck, kau mulai angkuh dihadapanku nak!"

"Untuk apa aku menunjukkan rasa hormatku kepada manusia rendahan sepertimu, tuan Berarti! " Ia berdesis tatapannya menyorot kuat dan tajam.

"Asal kau tau bocah! Kau akan lebih banyak merasakan kehilangan jika tidak bersamaku," Bara mendudukkan diri didepan kursi yang ia letakkan tepat dihadapan Aksa seraya melipat kedua tangannya.

Aksa masih setia membisu menunggu kelanjutan dari perkataan Bara.

"Kau pikir, sahabatmu itu benar-benar bunuh diri? Bocah bodoh!" sontak Aksa menatapnya nyalang.

"Sialan! Kau yang membunuhnya Bara?!" Bara terhenyak menatap Aksa yang memanggil namanya tanpa embel-embel Ayah, bahkan baru saja Aksa mengumpatinya. Pria itu pun berdiri menghampiri Aksa yang terduduk di lantai dengan tangan yang masih di rantai.

Plak!

"Beraninya kau menuduhku!"

"Lalu apa maksud perkataanmu?!"

Percakapan mereka terhenti, ketika ponsel Bara berdering, pria itu pun segera mengangkatnya dan berbalik memunggungi Aksa.

"Dia adalah alatku, tidak akan aku biarkan mereka membunuhnya. Terus awasi langkah mereka, abaikan saja dengan sahabat-sahabat lamanya." Aksa mendengar samar-samar ketika Bara berbicara dengan orang dibalik telfon itu.

Aksa adalah pemuda pintar dan memiliki kepekaan yang tajam. Ia sangat tahu siapa yang dimaksud "Alat" oleh pria tua itu. Araksa Rayn adalah alat yang telah Bara rawat sejak kecil yang akan menjadi penerus roda kehidupannya.

Flashback off

Artha terkesiap ketika mendengar teriakan dari dalam rumah.

"Akhhhh!

"Pak Adam!"

"Pak Adam!"

"Pak Adam!"

Bersamaan dengan Artha yang menangkap bayangan hitam meloncat dari dalam tembok tinggi membawa busur dibalik punggungnya, lantas sosok itu pun lenyap entah kemana.

ResetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang