Suasana hati cukup buruk ketika mama menyuruhku pergi ke rumah paman Mathew, tetangga kami-untuk mengantar kue bolu-yang rumahnya tepat berada di seberang jalan dari rumahku. Aku menabrak pagar kayunya ketika anjingnya menggonggong dan hampir saja menjatuhkan bolu yang ku bawa pada tangga beranda jika Luke, anak paman Mathew tidak menolongku pada detik yang tepat.
Wajahku memerah menatap malu padanya, sambil menjulurkan kedua tanganku yang memegang nampan berisi kue bolu.
"Maaf." Ucapku.
Dia tersenyum dan mengambil bolu di tanganku, "Terimakasih-"
"Sama-sama." Ucapku sambil berbalik tapi sebelah tangannya yang bebas menahan bahuku kemudian dengan perlahan membalik badanku.
"Bukan maaf. Tapi terimakasih. Terimakasih yang harus kau katakan ketika ada yang menolongmu." Ujarnya.
Aku menunduk, "Terimakasih." Jawabku kemudian berbalik pergi.
Luke pernah menjadi teman masa kecilku tapi tidak lama, hanya sampai dia tahu aku begitu kikuk kemudian dia mulai menyuruhku menjauh. Dia mulai bermain dengan teman laki-laki yang lain dan mengacuhkanku. Tapi dia tidak pernah jahat padaku. Pernah satu waktu ketika salah satu temannya menggodaku, dia datang dan mengusirku pergi dan aku bersyukur dia ada disana. Dia tipe orang yang langsung kau sukai saat kau tersesat di jalan. Dia akan memberimu senyum manis dan mengantarmu sampai tujuan tapi setelahnya dia seakan menjauhimu atau praktis mengusirmu di setiap pertemuan.
Tepat saat aku fikir seharusnya kakiku menginjak tangga di beranda, aku terjungkal kembali ke tanah lembab di pekarangan rumahku.
Dengan cemberut aku menepuk tangan dan rambutku yang kotor sambil memerhatikan sepasang sepatu booth yang bukan milik papa. Pandanganku semakin naik dengan penasaran dan aku benar itu bukan papa tapi ketika mataku bertatapan dengan iris hitam legam yang dingin, pandanganku terjatuh kembali pada rumput.
"Aku tahu kau bisa berdiri sendiri." Suara serak berkata padaku. Aku masih bisa mengingat mata dingin yang memerhatikanku dengan tidak suka. Tapi aku tidak sebodoh itu untuk menatap mata itu lagi.
Aku berdiri dengan masih menunduk, "Terimakasih." Kataku dengan tidak kalah datarnya kemudian masuk ke dalam rumah.
Aku berharap tidak akan berurusan dengan orang seperti itu di lain waktu.
"Apa Mathew ada di rumah?" Tanya mama saat aku bermaksud masuk kekamar dan mengunci diriku disana selama mungkin yang aku bisa.
Aku menggeleng dan berjalan mendekati sofa yang mama duduki, "Aku tidak yakin tapi Luke ada. Dia yang menerima bolunya."
Mama menatapku sambil tersenyum, "Apa tadi menyenangkan?"
Keningku berkerut, " Aku hanya mengantar kue." Jelasku.
"Dia pria yang baik dan sopan."
"Aku HANYA mengantar kue, Ma,"
Mama tertawa, "Ya, ya. Kau hanya mengantar kue. Tapi Luke telah memerhatikanmu sejak kecil dulu. Kau tidak harus canggung dengannya. Dia pernah dekat denganmu, ingat?"
"Aku punya buku yang belum kubaca." Jawabku kemudian masuk ke kamarku.
***
Aku menghabiskan soreku di hutan belakang rumahku. Tempat favoritku membaca buku. Tepatnya di bawah akar pohon ek. Akarnya membentuk lengkungan yang bisa melindungiku dari cahaya yang menyilaukan tapi masih cukup terang untuk membaca.
Aku sudah sampai pada bagian yang menegangkan ketika alunan gitar terdengar. Pandanganku jatuh pada punggung bidang dengan rambut hitam.
Aku bermaksud pindah ketempat yang lebih tenang tapi tali sepatuku tersangkut entah oleh apa.
"Bagaimana caramu masuk ke dalam sana? Jangan bilang kau terjatuh lagi dan tersangkut disana." Aku menyadari alunan gitar yang telah berhenti dan suara serak menjengkelkan berada sangat dekat denganku. Aku tidak perlu mengecek untuk mengetahui.
Aku masih sibuk menarik tali sepatuku saat sebuah tangan menarik kakiku yang lain-yang tidak tersangkut-dan tiba-tiba kakiku tidak tersangkut lagi.
"Kau menginjaknya. Bukan tersangkut." Katanya.
Wajahku terasa sangat panas. Aku tidak perlu bercermin untuk memastika warna apa yang menghiasi wajahku.
"Terimakasih."
"Tidak perlu. Kau bisa pergi sekarang?"
"Ya...ya."
"Wahh... aku sangat senang mendengarnya. Jadi apa yang kau tunggu?"
Dengan mendongkol aku bangkit dan berjalan menjauh. Tapi... kenapa harus aku yang pergi?!
***
Hai... readers... Aku balik lagi dengan kisah baru.
Berharap respon yang positif kali ini.
Minta vote dan komennya yah... kritikannya juga...
TQ
Ammy Nett
KAMU SEDANG MEMBACA
Uninvited
RomanceSaat kau tidak bisa menolak sesuatu tanpa menyakiti dirimu sendiri, kenapa tidak menerimanya? Bisa jadi sesuatu yang kau tolak tidak seburuk yang kau bayangkan -ammy.nett Ammy selalu merasa dia seharusnya dilahirkan sebagai seekor burung. Semua hal...