Chapter 1

8.4K 310 15
                                    

Veranda tak henti mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja café. Sudah setengah jam lebih ia melakukan hal itu. Sesekali ia melihat ke jam tangan, ataupun ke pintu café yang tidak terlalu jauh dari tempatnya sekarang.

"Sabar aja kali Ve, bentar lagi juga muncul tuh," kata Jeje. Ve tidak menghiraukannya dan tetap menggerak-gerakkan jarinya, membuat Jeje mengeluh kesal lalu memainkan handphone-nya kembali.

Jeje merasakan pundaknya ditepuk. Ia berbalik ke belakang, namun tak ada siapapun.

"WOY!"

Wajah orang yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. Jeje tampak terkejut, namun ia langsung memukul orang yang mengagetinya.

"A-a-woi! Salah apa sih gue?" Orang itu berhasil menahan pukulan Jeje. Ia duduk di kursi kosong, masih memegang tangan Jeje yang mengepal.

"Besok-besok lu tau akibatnya ya," ucap Jeje, lalu meminum kopinya yang sudah tidak terlalu panas. Temannya itu hanya tertawa, lalu memanggil sang pelayan café. Setelah memesan, ia memandangi Jeje yang asik bermain handphone.

"Je, lu bilang temen lu bakal datang. Mana?"

"Gak tau nih, gue juga baru sadar. Palingan ke toilet. Nanti juga balik, soalnya tasnya masih ada tuh." Jeje menunjuk tas tangan hitam yang berada di atas meja.

"Kok lama amat?"

"Mana gue tau."

Setelah itu mereka berbincang-bincang lagi. Jeje yang asik bercanda dengan temannya melihat Ve berjalan ke arah mereka sambil membawa sebuah kertas di tangannya. Jeje memberi senyum kecil kepada Ve dan memotong temannya yang masih berbicara.

"Woy itu tuh!"

Ve menjulurkan tangannya ke teman Jeje yang baru berhenti bercakap. "Halo? Aku Veranda." Ia memberikan senyum terbaiknya.

"A-aku Kinal." Ve masih memandangi Kinal sambil tersenyum. Kinal tampak terkejut, tapi ia tetap menyalami Ve.

"Eh temen gue ada yang nelpon, gue pamit bentar ya." Jeje pergi menjauh dari mereka.

Ve melambaikan tangannya ke arah Jeje, sementara Kinal cuma terdiam. Veranda menaruh kertasnya di samping tas hitam milknya, lalu duduk di tempat Jeje tadi.

"Kinal, apa kabar?" Suara Ve membangunkan Kinal dari pikirannya.

"Baik, kamu?"

"Baik juga. Kamu makin cantik ya sekarang." Kinal hanya mengangguk mendengar pujian dari Ve. Veranda memeriksa gadis di depannya perlahan. Rambut Kinal yang dulunya coklat sudah kembali hitam. Wajah Kinal masih sama, namun tampak lebih dewasa. Kinal memakai T-Shirt hitam bertuliskan tulisan Jepang yang tak Ve mengerti.

Kemudian keheningan tercipta diantara mereka. Ve yang memecahkannya duluan.

"Jadi, kapan kamu pindah ke sini?"

"Baru dua minggu lalu kok." Kinal memandangi meja coklat yang menjadi saksi pertemuan mereka.

"Oh..." Ve meminum tehnya yang masih hangat. Entah sudah berapa kali ia pesan teh itu. "Tinggalnya sama siapa? Sendiri?"

"Um, tinggal di rumah kak Devane. Nanti aku mau ngekos kalau udah cukup uangnya." Ve tersenyum kecil mendengar jawaban Kinal. Kinal yang kelihatan gugup mengambil kopinya dan meneguk sedikit minuman pahit tersebut.

"Kangen aku gak?"

Sontak Kinal tersedak mendengar perkataan Veranda. Veranda tertawa melihat teman 'baru'-nya seperti itu, lalu berdiri untuk menepuk punggung Kinal.

"Udah tersedak, belepotan lagi. Kamu masih aja sama," ucap Ve sambil mengambil tisu dan mengusap sekitar bibir Kinal yang berwarna hitam akibat kopi tadi. Kinal masih terdiam, sampai Ve kembali ke tempat duduknya.

"Makasih," kata Kinal pelan. Veranda menggeleng, lalu meraih tangan Kinal.

"Jadi gini Nal, kan aku baru pindah ke apartemen karena Papa bilang aku terlalu manja." Kinal merasakan tangannnya disentuh oleh jari-jari lembut. "Aku mintain Jeje cariin temen buat tinggal bareng. Rupanya kamu." Veranda menggenggam tangan Kinal sepenuhnya. Jari-jari mereka saling bertemu setelah sekian lama.

"Nah, kamu mau gak tinggal bareng aku?"

Kinal berpikir sebentar lalu menjawab, "Aku bisa tinggal dulu kok di rumah kakak aku."

Veranda mengeratkan genggamannya, "Iya sih... tapi kamu tau kan, sekarang susah cari kosan di Jakarta. Apalagi yang dekat sama tempat kerja. Kamu kerja bareng Jeje kan? Nah aku tinggal di dekat situ. Kalau soal biaya, itu aku aja yang urusin."

Kinal tampak bingung, sementara Veranda terlihat santai dengan senyumnya yang manis. Sebenarnya Kinal tak mau langsung pindah dan tinggal bersama Ve, namun tawaran itu tak mungkin ia tolak.

"Aku mau."

Kehangatan yang tadi dirasakan tangan Kinal langsung menghilang. Veranda menepukkan kedua tangannya kegirangan, lalu mengambil secarik kertas yang tadi ia bawa dan memberikannya ke Kinal.

"Ini ada nomor, LINE, sama hal-hal lain tentang aku dan apartemennya. Kamu kasih tau aku aja kapan bisa mulai tinggal di sana, nanti kita tinggal pergi bareng dari sini," ucap Ve lengkap dan cepat, tapi Kinal mampu mengerti semuanya. Veranda melihat ke jam tangannya, "Aku duluan ya, ada urusan. See you soon!"

Veranda pergi membawa tas tangannya dan meninggalkan Kinal sendiri di sana.

"Oh my God..." Kinal masih tak percaya apa yang baru saja terjadi.

Veranda yang masih di depan pintu café tersenyum licik sebelum meninggalkan tempat itu.

Welcome back, honey.

------------

Hi!

Chapter pertama. Sebelumnya aku gak pernah buat cerita yang gini, soalnya aku udah coba dua kali, kuhapus dua-duanya. Kalau di karate, masih sabuk putih gitu. Masih newbie banget.

Oh ya, judul chapternya memang biasa banget. Otak lagi buntu. Aku juga gak tau mau kasih judul apa jadinya ya... hahah.

Mohon kritik, saran, vote, atau comment dan kawan-kawannya, terserah kalian~

Thanks for reading!

Timunhijau kesayangan Kinal.

(Oiya, soal Jeje, dia pergi ninggalin mereka berdua. Udah itu aja)

Taking What's MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang