CHAPTER 3

14.3K 124 0
                                    

Oktober 2014

“Rio.. Cewek yang di instagram kamu siapa?”

“Cewek mana?” tanya Rio. Aku mengambil HP-ku dan menunjukan foto Rio dengan seorang wanita. Fotonya normal, tidak mesra dan berlebihan, hanya saja wanita itu cantik dan seksi layaknya seorang model. Aku hanya penasaran sebab Rio cenderung tidak supel dengan wanita.

“Itu temen di kelasku.” Jawab Rio dengan nada kasar. “Kenapa kamu nanya?”

“Aku hanya penasaran aja say. Kamu kan jarang-jarang deket sama cewek.” Ucapku.

“Terus kenapa? Ngga boleh aku punya temen cewek?” tanyanya dengan nada emosi. Rio menatapku dengan tajam.

“Boleh aja Io.. Kok kamu sewot gitu sih sama aku?” Rio pun terdiam. “Aku salah?”

“Kamu mau ngelarang aku deket sama temen cewek kan?”

“Nggak Rioo.. Aku cuma pengen tau nama temen kamu itu siapa.. Aku nggak ngelarang kamu untuk temenan..”

“Terus kamu yang selama ini nanyain aku lagi apa, sama siapa itu maksudnya apa? Pake bilangin aku jangan pulang malem segala.” Ucap Rio dengan setengah teriak.

“Aku cuma mau tau kabar kamu aja Rio..” jawabku dengan nada terisak. Air mataku mulai berkumpul di kelopak mata. “Aku cuma kangen sama kamu..”

“Bukannya itu artinya kamu itu posesif ke aku? Aku nggak suka seperti ini.. Aku masih ingin bebas..” air mataku mulai menuruni pipiku. “Udah jangan nangis. Cengeng amat sih jadi cewek.”

“Selama ini tuh kamu anggep aku apa?” bisikku dengan suara tercekat.

“Ya pacar kamu lah.. Tapi aku nggak suka kamu yang posesif kayak gini.”

“Terus kenapa kamu marah sama aku?” tanyaku dengan keras. Isak tangisku terdengar keras di kamarku. “Salahkah aku selaku pacar kamu, nanyain kabar kamu, nanyain siapa temen kamu itu, care sama kamu biar kamu ngga masuk angin gara-gara keluyuran malem?”

“Iya.. Aku nggak suka kamu posesif sama aku. Kamu nggak berhak. Aku masih ingin bebas..” bentak Rio.

Tangisku menjadi-jadi.

“Kalau gitu ga usah punya pacar.” Aku berteriak. “Nggak usah punya pacar kalau kamu nggak mau disayang.” Aku mengangis sambil memeluk gulingku.

Rio bangkit dari kasur dan mengenakan pakaiannya yang berserakan di lantai.

“Oke, gue pergi dari sini. Gue nyesel punya pacar posesif kayak lu.” Kata Rio sambil mengenakan celana jeans dan kaus jersey. Dia mengambil tas dan sandalnya, lalu berjalan keluar dari kamar kosanku. Suara tangisku memenuhi kamarku.

##

“Nad, kamu kenapa?” Seseorang menepuk bahuku lembut. Aku melihat Vina di sela-sela air mata yang menggenangi kelopak mataku.

“Vina..” aku memeluk Vina dan menangis di bahunya. Vina memeluku lembut, tangannya mengelus punggungku yang terbuka. “Rio ninggalin aku Viin..”

Aku membasahi blouse berwarna biru yang dipakai Vina. Air mataku meninggalkan bercak biru tua. Aku mendengar suara orang terkesiap dari arah pintu. Aku mengabaikannya.

“Nad, kamu pakai baju dulu ya.” Anna memberikan baju kepadaku. Aku tak tahu sejak kapan dia berada di kamarku.

Vina memberikan segelas air putih ketika aku selesai memakaikan baju. Tangisku mereda. Kedua sahabatku memandangiku dengan tatapan prihatin.

“Kenapa kamu Nad? Cerita sama kita..”

Aku menceritakan semuanya. Mulai dari saat Rio mengunjungiku karena dia mendapatkan libur di hari ini. Namun berakhir dengan tragedi di kamar ini. Tangisku kembali meradang. Vina dan Anna menenangkanku. Mereka mengatakan akan selalu berada disisiku ketika membutuhkannya.

Good Girl, Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang