CHAPTER 4

11.8K 111 0
                                    

"Aaa... Maaf, gara-gara aku kamu jadi sakit begini.."

Reza mencubit pipiku dengan gemas. "Yaelah, gapapa Nad.. Cuma demam sama meriang doang.." Reza terbatuk cukup keras. Dia sakit setelah jalan-jalan denganku pakai motor tanpa jaket. Reza berkeras untuk memakaikan aku dengan jaketnya.

"Sama batuk pilek juga.."

"Udahlah Nad.."

"Iya udah kamu nggak usah masuk kuliah sore nanti.. Istirahat aja.. Aku cariin obat ke Vina yaa.. Harusnya dia udah beres kuliah jam segini.."

"Ga usah Nad, ngerepotin kamu jadinya." Aku menatap wajah Reza, berusaha memasang tampang garang. "Iya, iyaa.." Reza kembali terbatuk.

"Tunggu bentar yah.."

Aku keluar kamar Reza dan menuju kamar Vina yang berada di seberangnya. Lampu di kamarnya sudah meyala, berarti dia sudah pulang.

"Vinaa.. Minta obat dong, kakak lu demam tuh.." teriakku sambil membuka pintu.

Selanjutnya aku terkesiap.

Begitu juga dengan dua orang di kamar Vina.

Vina menindih seorang lelaki. Kutaksir umurnya sekitar 40an. Vina masih memakai baju favoritnya untuk kuliah, rok span hitam dan kemeja biru langit. Hanya saja kancing kemejanya sudah terbuka hingga menampilkan dada Vina yang sekal. Sedangkan roknya disingkap ke atas dan celana dalamnya disingkapkan ke samping hingga terlihat bibir vaginanya yang basah oleh cairan putih kental. Lelaki yang ditindih Vina hanya memakai kemeja putih khas orang kantoran.

What?! Aku nggak percaya Vina melakukan hal seperti itu dengan orang yang lebih cocok menjadi ayahnya.

"Nad.." ucap Vina dengan terkejut.

"Ups.. Sorry.." ucapku dengan suara tercekat. Aku langsung menutup pintu kamar Vina. Aku menarik nafas sebentar dan kembali ke kamar Reza.

"Mana Vina, Nad?" tanya Reza.

"Eh.. Errm.. Dia baru balik, mau beberes dulu, bentar lagi juga kesini."

"Oohh." Reza terbatuk lagi. Aku mengelus kepalanya.

"Nanti ke dokter ya.. Aku bisa nganter, mungkin pinjem mobilnya Adam."

"Ga usah.. Ayahku mau datang hari ini.. Mungkin aku bisa minta anter sama dia."

"Yaudah, yang penting ke dokter lah ya.."

Pintu kamar Reza diketuk pelan. Kemudian masuklah Vina sambil membawa kotak medisnya. Dia masih menggunakan baju yang sama. Samar-samar tercium bau khas sperma lelaki.

"Za, kamu kenapa? Doyan amat sakit.."

"Siapa yang doyan sakit begini.. Cuma kecapean aja abis maen.."

Vina memberikan dua strip obat. "Udah makan belom?" Reza mengangguk pelan. "Nih langsung aja minum, nanti kalo papa udah sampe minta anter ke dokter aja."

Reza mengambil air minum di samping tempat tidur dan meminum dua butir obat yang tidak kuketahui namanya. "Makasih Vin.."

"Istirahat dulu gih.. Itu obat bikin ngantuk, paling bentar lagi juga kamu bobok." kata Vina. "Aku keluar dulu ya. Kalo butuh apa teriak aja." Reza mengangguk pelan. "Nad, sini dulu yuk."

Setelah keluar dari kamar Reza, aku ditarik Vina ke lantai bawah.

"Nad.. Sorry yang tadi.."

"Vinn.. Lu kok bisa sih kencan sama om-om?"

"Dia bukan om-om Nad.. Gue ceritain tapi kamu janji jangan marah sama aku yah.. Pleasee.."

"Oke.. Aku usahain Vin.."

"Pleaseee.."

"Hmm.. Iya Vin, aku janji nggak akan marah.." kataku sambil tersenyum ke Vina. "Jadi itu siapa?"

"Itu papa tiriku Nad.." ucap Vina sambil tertunduk.

"Kok bisa sama papa tiri kamu?"

"Jadi gini.." bisik Vina "Pas kelas 2 SMA, aku punya pacar namanya Donny. Aku udah ML sama dia berkali-kali dan dia yang merawanin aku. Sampe suatu ketika, aku sama Donny lagi ML di rumah aku, papa tiriku mergokin aku. Donny langsung minta maaf dan nggak lama dia pergi. Sedangkan aku di diemin sama papa tiriku berminggu-minggu. Eh nggak lama si Donny mutusin aku tanpa alasan yang jelas."

"Aku sedih banget Nad waktu itu. Tapi papa tiriku berhenti ngediemin aku dan mencoba buat nyemangatin aku lagi. Nggak lama aku kembali seperti biasa lagi. Hubungan aku sama papa makin deket. Saking deketnya, aku sama papa tiriku terbawa arus. Libido aku yang memang tinggi, ternyata menggoda papaku. Sampe akhirnya kami bisa sampe kayak gini."

Aku mencerna apa yang dikatakan oleh Vina dan dia masih tertunduk. Vina pasti sangat malu sampai tidak mau menatap kepadaku.

"Kamu nggak marah kan Nad?"

"Mana mungkin aku marah Vin.. Kamu kan sahabat aku." Aku memeluk Vina yang kini sesenggukan di bahuku. "Tapi kamu sadar kan itu papa kamu."

"Iyah Nad.. Tujuan aku kuliah di Bandung itu untuk melepaskan aku dari papa tiriku. Dia juga nggak mau hal ini terus-terusan terjadi. Dia sayang banget sama mamaku dan berusaha untuk nggak mengkhianati mamaku. Tapi entah mengapa pas aku dan papa tiriku ketemu, kami ML terus, nggak bisa nahan hawa nafsu kami."

"Yah, gimana ya Vin.. Paling kamu cari pacar, jadi bisa ngehindar ngelakuin hal itu ke papa tiri kamu.

"Belum ada yang pas Vin.. Pas kelas tiga, aku pernah pacaran yang kedua kalinya. Mantanku itu baik banget. Perhatian sama aku. Tapi nggak pernah bisa muasin libido aku. Aku selalu balik lagi sama papa tiriku untuk memuaskan aku. Jadi, aku mutusin mantanku itu, biar dia nggak sakit hati gara-gara aku nyeleweng."

Vina kembali terisak-isak. Aku tak tega membiarkannya seperti ini.

"Papa kamu dimana sekarang?"

"Di kamar aku Nad.. Aku larang dia keluar kamar. Terus aku kunci dari luar."

"Yaudah, sekarang kita panggil papa kamu terus bawa Reza ke dokter. Tapi kamu bersih-bersih dulu. Bau peju tau."

"Hehehe.. Iyah Nad, tadi saking paniknya nggak aku bersihin dulu."

"Iyah-iyah.. Yuk kita ketas lagi.."

"Oya Nad.."

"Kenapa?"

"Jangan cerita-cerita ke Reza ya.. Aku nggak mau dia berfikir aneh-aneh tentang papanya. Cuma papanya yang masih dia percaya."

"Pasti lah Vin.. Nggak mungkin aku ceritain hal itu ke Reza.."

Vina tersenyum manis. "Makasih ya Nad.."

"Sama-sama Vin.. Kamu bisa cerita apa aja sama aku.. Kamu udah jadi sahabat aku.."

Vina kembali ke kamarnya dan aku ke kamar Reza yang kini tengah tertidur pulas. Secepat itu ya efek kantuk dari obat? Dia tertidur seperti tidak ada beban pikiran. Wajahnya terlihat damai saat tidur.

Good Girl, Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang