Chapter 3

4.3K 277 18
                                    

Author's POV

Veranda memerhatikan galeri foto handphone-nya. Ibu jarinya sesekali bergerak, membuka foto-foto lain yang tersimpan di satu album khusus berjudul 'My Kinay'. Suasana cafe yang agak lebih ramai dari biasanya pun tak mampu memecahkan konsentrasi Veranda.

Sebuah notifikasi Line akhirnya bisa membuat Veranda menghentikan kegiatannya.

Beby: Hari ini kak Kinal jadi pindah kan kak?

Ve: Iya. Btw Beb, ukuran baju Kinal masih sama gak? Kayaknya badannya kurusan deh.

Beby: Badannya kurusan sih, tapi dia gak mau pake yang pas. Dia tetap pake yang longgar.

Ve: Mending aku beliin yang pas atau yang longgar?

Beby: Mending gak usah pake baju.

Ve: -_-

Beby sent a photo.

Veranda membuka foto yang baru dikirimkan Beby, temannya yang tinggal di Bandung. Satu detik, dua detik...

"OH MY GOD."

Kedua mata Veranda terbuka lebar saat melihat punggung Kinal yang tidak dibaluti apapun. Bahkan tidak ada pakaian dalam yang menutupi tubuh bagian atas Kinal. Hanya saja Kinal memakai celana training panjang.

Veranda menyimpan gambar itu lalu mengetikkan beberapa kalimat ke Beby. Tak lupa ia klik tombol caps lock terlebih dahulu.

Ve: BEB KAMU DAPET DARI MANA FOTONYA DARI MANA BEB

Beby: Wih tenang kak... waktu itu aku mau jogging bareng, pas masuk kamar dia eh dianya lagi ganti baju.

Beby: Aslinya seksi banget loh kak gilaaaaa

Sebuah tepukan di lengan Veranda mengalihkan pikirannya.

"Ve~ udah belum?"

Senyum Veranda langsung terukir. Ia cepat-cepat membalikkan handphone-nya dan menjawab panggilan Kinal, "Udah, kamu udah lama di sini?"

"Sepuluh menit kayaknya. Kamu sih, ketawa-ketawa terus main handphone. Chatting sama pacar ya?" Kinal menggoda Ve sambil menaikkan satu alisnya. Wajah Ve memerah, dan Kinal makin menggoda Ve,

"Tuh kan sama pacar. Merah pipi mochinya."

Veranda makin tersenyum mendengar kata terakhir dari Kinal. Dia sangat merindukan julukan itu.

"Kalau sama pacar emang kenapa? Cemburu?" Veranda memasukkan handphone ke tas tangannya lalu berdiri.

Kinal terkekeh pelan kemudian menjawab, "Enggak ah, gue udah normal kok."

Senyum Veranda agak memudar, namun dengan cepat ia menarik tangan Kinal dan berjalan di depannya, menyembunyikan kekecewaannya itu. "Yaudah yuk, mobil aku ada di depan."

-------------------

Veranda's POV

"Jadi Ve..." Kinal memanggilku sesaat setelah aku mulai mengendarai mobil ini. Kami berdua sedang menuju apartemen yang akan kami tinggali, dan Kinal yang belum kenal jalanan Jakarta pastinya tak akan aku biarkan pergi sendiri.

"Kenapa Nay?"

"Kamu bener maafin aku kan?" Aku mendengar suaranya agak berubah dari sebelumnya. Kuhela napasku sebentar lalu mengangguk mantap. Justru harusnya aku yang minta maaf.

"Iya loh Nay. Gak usah tanyain hal itu lagi deh," ucapku sambil memutar kedua bola mata. Aku melirik sekejap ke arah temanku itu, dia tampak murung. Rupanya ia mudah sekali menjadi 'baper', hahah. Aku agak merasa bersalah membuatnya begitu.

Segera kuganti topik lain. "Oh ya Nay, pas kemaren kamu lucu banget. Kok terkejut sampai segitunya?" Suasana di jalanan sedang macet, dan itu memberiku kesempatan untuk berbicara dengan pacarku ini. Eh, masih calon sih. Tapi aku yakin aku akan mendapatkannya.

"Haha kaget aja Ve, bisa ketemu kamu tiba-tiba. Aku juga masih gak enak soal dua tahun lalu itu."

Dadaku terasa sakit mengingat kejadian dua tahun lalu. Tepatnya dua tahun dan beberapa bulan.

Waktu itu aku sedang berada di sebuah taman di Bandung, tinggal hitungan jam saja sebelum aku pindah ke Jakarta dengan mama dan adikku. Hanya ada aku dan Kinal, kami sengaja bertemu untuk melampiaskan segala hal yang mengganjal dalam hati.

"Ve, aku mau ngucapin sesuatu." Aku masih ingat kalimat itu. Dia memain-mainkan bunga yang ada di tangan, sementara aku sedang bersender di bahunya. Aku mengangguk pelan, mengizinkan dia melanjutkan kalimatnya.

"Entah kenapa, seiring waktu berjalan, aku makin sayang sama kamu. Aku selalu pengen ada di dekat kamu, aku gak mau orang lain dekat sama kamu, pokoknya jujur aku jadi aneh lah kalau udah soal kamu."

Kepalaku terangkat dari bahunya. Saat itu aku merasa agak bingung dengan perkataannya. Aku memerhatikannya yang melihat ke bawah, tidak berani menatap langsung padaku.

"Aku tadinya mau pendam aja, takut kamu ninggalin aku. Tapi lama-lama aku gak tahan juga begini terus." Ia mengalihkan pandangannya entah ke mana. 

"Aku udah sadar Ve..." Ia memfokuskan matanya ke arahku. Hatiku teriris mengingat sorot matanya itu.

"Kalau rasa sayang yang aku punya itu udah lebih dari sekedar teman."

Saat itu aku bodoh. Sangat bodoh. Aku berlari meninggalkannya, dan kalau tak salah air mataku juga ikut menetes. Aku beranjak ke rumah lamaku dan masuk ke dalam kamar yang sudah kosong, menangis sekuat-kuatnya tanpa ada siapapun yang mengetahui. Aku merasa Kinal sudah melakukan hal yang salah. Amat salah.

Ketika aku sudah memasuki mobil untuk pindah, aku tidak melihat wajah Kinal, hanya anggota keluargannya saja yang melambaikan tangan mereka sebelum kepergian kami.

Keesokan harinya aku menelpon Kinal. Aku sudah berpikir matang. Tak ada salahnya juga mempunyai perasaan itu, asalkan tidak diwujudkan saja. Tapi setelah aku meminta maaf pada Kinal karena sudah meninggalkannya di taman, ia memintaku untuk tidak menghubunginya lagi.

Dan payahnya aku malah mematikan sambunganku. Mengikuti apa yang ia minta, sampai dua tahun lamanya.

"Ve? Ve?" Lamunanku dipecahkan oleh suaranya. Aku menengok ke lampu lalu lintas yang sudah hijau, kemudian mulai mengendarai mobil sampai ke tujuan. Apartemennya tidak terlalu jauh juga dari café tadi, tapi harus melewati macetnya ibukota dulu.

Andai saja dulu aku tidak sebodoh itu.

----------------------

Hi!

Ini dia, third update jengjengjeng~

Kali ini update-nya lebih panjang. Sebenarnya pengen aku publish besok sih, tapi ya gak enak aja mengingat chapter sebelumnya kependekan hahah.

Makasih atas saran/kritiknya, dan mohon saran, kritik, vote, comment, dll terserah kalian. ^^

Thanks for reading!

Timunhijau kesayangan Kinal.

~ sepertinya ku harus membaca novel-novel, soalnya kosakatanya kurang banget. Maaf ya. *sembunyi di balik novel pemberian Vedadari*

Taking What's MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang