Chapter 13

12.5K 1K 85
                                    

(Pic) : Sex God aka Harry Styles lol

If you read and enjoy it, please help my story grow by voting. It would mean a lot. It's simple, but it's helps. Thank you so much for reading!
Enjoy xx
••••

[HARRY'S POV]

Begitu Lea turun dari mobil, aku segera mengucapkan sampai jumpa. Mataku tidak bisa berhenti memperhatikannya.

Dari seberang jalan aku bisa melihat bahwa di telah menghilang di balik pintu rumahnya.

Aku menghembuskan nafas seolah-olah sedari tadi aku tengah menahan nafasku. Aku menyandarkan kepalaku diatas roda kemudi. Sepertinya aku membutuhkan sebatang rokok saat ini.

Aku merogoh saku celanaku dan langsung kecewa ketika menyadari bahwa aku tidak membawanya. Damn.

Aku memperhatikan rumah Lea dari seberang, sambil membayangkan apa yang sedang dia lakukan di dalam. Semoga dia tidak menyadari bahwa aku belum juga pergi dan malah memperhatikan rumahnya seperti maniak penguntit.

Memikirkan kejadian hari ini, membuatku berpikir, betapa aku telah membuka akses baginya untuk mengetahui masa laluku. Tapi aku tidak menyesal. Ada sesuatu darinya yang membuatku entahlah, percaya.

Aku mengingat bagaimana mata biru itu menatapku dengan semacam kehangatan yang membuatku ingin memeluknya di dalam dekapanku. Walaupun aku bukan tipe orang yang suka memeluk. Oh astaga, ironis memang.

Aku tidak pernah bisa mempercayai seseorang. Tapi dengan Lea? Aku bahkan tidak mengerti dengan diriku sendiri. Dia membuatku merasakan perasaan. Dan itu membuatku khawatir.

"Fuck!" Umpatku.

Aku menyisirkan rambutku kebelakang dengan frustasi. Mengingat bahwa aku hampir menciumnya hari ini ketika kami sedang menonton The Hunger Games membuatku semakin tidak mengerti dengan jalan pikiranku sendiri, seolah-olah aku sempat kehilangan kesadaranku hanya dengan menatapnya. Walaupun ini terdengar cheesy, yang kupikirkan saat itu hanya lah, betapa cantiknya ketika dia sedang menangis. Okay so, itu terdengar memalukan.

Dia sangat sulit ditebak. Aku mencoba mengontrol diriku sendiri ketika berada di dekatnya. Walaupun dia terlihat kecil dan rapuh, tapi dia bisa menghajar seseorang dengan keras. Hal tersebut mengingatkanku saat pertama kali kami bertemu. Pemikiran itu membuat seulas senyum tersungging di wajahku.

Dia sangat. . . berbeda. Bukannya aku ingin terdengar congkak dengan perkataanku. Tapi dia adalah perempuan pertama yang tidak melemparkan dirinya padaku saat pertama kali kami bertemu, karena nyatanya berdasarkan pengalamanku, kebanyakan perempuan akan melakukan hal tersebut. Dia mempunyai respek terhadap dirinya, itulah yang kukagumi.

Walaupun aku benci untuk mengakuinya, tapi aku menyukai bagaimana mata kristal birunya menatapku, bagaimana bibir hangatnya menyentuh pipiku barusan. Serta sesuatu di matanya yang berkobar ketika dia marah membuatku merasa hidup. Walaupun pada akhirnya dia akan memukulku, tapi aku tidak keberatan sama sekali.

Aku menutup mataku dan mendesah dengan pasrah.

You're fucked Styles.

Ini lah sebabnya kenapa aku mencoba menjaga jarak dari orang-orang. Aku tidak ingin mereka mendapatkan akses untuk menghancurkanku ketika suatu hari nanti mereka memutuskan untuk meninggalkanku. Jika semuanya terlanjur rumit, aku tidak bisa mencegah kehancuranku sendiri.

Seandainya aku menjauh darinya sejak awal, maka aku tidak perlu merasa seperti ini. Tapi apa jadinya diriku tanpa Lea? Kehadirannya membuat hidupku jauh lebih baik. Jadi kenapa tidak? Semuanya akan setimpal. Masa bodoh dengan semua ini. Aku tidak peduli jika aku akan hancur lagi dan lagi. Jika pertemanan kami berujung dengan sesuatu yang lebih rumit, dengan senang hati dia boleh menghancurkanku.

Yes, Master [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang