Aku menghirup oksigen diawal minggu bulan ini dengan perasaan yang berbeda. Semuanya terasa lebih ringan. Aku tidak pernah membiarkan diriku duduk berdiam diri beberapa tahun ini, kecuali surfing di internet dan membaca berita online. Aku selalu membuat badanku mendapatkan rasa lelah, mengundang rasa kantuk untuk menaklukkanku dimalam hari. Aku selalu memusatkan pikiranku dalam konsentrasi dengan memacu motor sportku dalam kecepatan penuh di jalanan agar pikiranku tidak beralih ke hal-hal yang tidak aku inginkan. Aku membiasakan diriku fokus dan tak teralihkan.
Liburan akhir Januari kemarin adalah pertama kali aku membiarkan tubuhku tak bergerak berlebihan. Aku benar-benar membiarkan diriku menjadi seorang pemalas. Makan, tidur dan duduk memandang laut. Hanya duduk. Berdiam diri. Membiarkam pikiran kosong. Tanpa konsentrasi, tanpa memacu adrenalin. Satu-satunya kegiatan 'bukan pemalas' yang kulakukan di Tulamben adalah diving.
Diving. Aku menikmatinya. Mengingatnya. Ada perasaan hangat yang menjalar mengingat kegiatan itu. Sebuah sosok berkelebat begitu saja di benakku.
Ini berkat Bima dan Tante Puspanjali yang membujukku habis-habisan, membuatku menjadi 'pengangguran sementara' dengan mengosongkan jadwalku dan mengalihkan tanggung jawabku pada orang lain. Bahkan Tante Puspa selalu merecoki setiap ada kesempatan dengan foto-foto bawah lautnya. Selalu mengatakan betapa menakjubkan negri bawah laut. Menyuruhku untuk melihatnya secara langsung. Dan Bima selalu pasang iklan bahwa diving tak kalah seru dibanding menaklukan jalanan dan melintasi jalan terjal perbukitan. Mereka berdua memang klop untuk mempengaruhi orang lain. Dan aku sama sekali belum bicara dengan salah satu dari mereka setelah mengambil promosinya. Tepatnya aku belum berterimakasih pada mereka. Karena aku merasakan efek positif dari liburan yang dijadwalkan oleh mereka. Angin dan laut Tulamben memberiku kesegaran baru. Aku merasa memasuki dunia dengan lebih banyak oksigen dan cahaya. Entahlah ini karena waktu yang telah tanpa lelah terus berjalan atau memang benar-benar efek Tulamben. Aku rasa tak perlu pusing memikirkannya.
Kuraih ponsel untuk menghubungi orang yang paling kuhormati sepanjang hidupku. Orang yang selalu aku kagumi dan aku sayang selain ibuku. Tempatku mendapat kasih sayang, yang selalu memberikan apa yang aku inginkan. Jarak dari sini ke rumah begitu dekat, bisa ditempuh dengan beberapa jam perjalanan mengendarai mobil. Tapi hebatnya aku bisa menghindar untuk pulang selama bertahun-tahun. Betapa aku merasa sangat bersalah, meninggalkannya beberapa tahun ini. Aku tak pernah pulang bahkan di hari raya besar sekalipun. Mataku berkabut merasakan kerinduan dalam dada ini, membuatku gugup menyentuh layar ponselku untuk menghubungi sebuah nama disana. Aku berdebar-debar mendengar nada sambung menunggu telfon diangkat. Seluruh perasaanku membuncah, aku merinding menahan segala perasaan ini ketika kudengar suara salam dari seberang.
"Kakek..." balasku dengan suara bergetar.
Dari suaranya aku tau Kakek merasakan hal yang sama sepertiku. Kami melepaskan kerinduan bertahun-tahun dengan beberapa menit percakapan. Dan aku tidak sabar menunggu akhir minggu. Aku akan pulang. Aku tau, aku akan sering pulang, harus pulang karena ada banyak perayaan di bulan ini.
Dengan perasaan lega tak terkira aku membuka tumpukan berkas-berkas diatas mejaku dan mulai tenggelam bersamanya. Ternyata ditinggal seminggu liburan, membuat aku harus memeriksa laporan sebanyak ini. Jadi sebagian kusisihkan untuk pekerjaan setelah makan siang.
Biasanya aku makan siang di ruangan kerjaku, karena dibawakan makanan oleh Tante Puspa. Tapi pagi ini aku sudah menghubunginya kalau aku ingin makan di luar. Kali ini aku benar-benar menikmati waktuku sendiri,karena biasanya Bima atau salah satu sepupu (jauhku) yang tinggal di kota ini juga akan datang menemaniku. Tapi yang paling sering sih Bima yang notabene Pamanku, tapi kenyataannya hubungan kami malah seperti kakak adik. Aku pikir aku harus kembali menjadi gadis mandiri tanpa merepotkan Bima atau siapapun. Beberapa tahun ini aku sudah banyak membuat mereka seolah-olah wajib bergiliran untuk menjagaku yang dengan egoisnya terus berpelukan dengan rasa sakit dan kesedihan yang berlarut-larut walaupun sebenarnya disatu sisi aku selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi semuanya. Aku selalu berusaha dan mungkin saat inilah akan kutunjukkan hasilnya pada mereka, orang-orang yang selalu menghawatirkan aku.