Caramela • Part 40

78 15 0
                                    

halooo! selamat datang di cerita CARAMELA versi terbaru!

⚠️ WARNING ⚠️
PLAGIAT DILARANG MAMPIR

happy reading!
•••

Suasana ruang tamu terasa begitu sesak, seolah udara di dalamnya menjadi berat dan sulit dihirup.

Caramela masih menangis sesenggukan di pelukan Liliana, mamahnya. Tubuhnya gemetar, kepalanya bersandar di dada Liliana yang sesekali membelai rambutnya dengan penuh kasih sayang, mencoba menenangkan putrinya.

Dan Caramela tidak percaya, hari ini tiba dengan begitu cepat - hari di mana semua yang selama ini ia sembunyikan akhirnya terungkap.

Di sudut ruangan, Biantara duduk di sofa dengan wajah babak belur, luka di sudut bibirnya masih berdarah, tapi sorot matanya tetap teguh.

Tanpa ragu, ia mengakui kesalahannya - mengatakan bahwa semua yang terjadi adalah ulahnya, dan ia siap bertanggung jawab.

"Saya gak bakal lari," suara Biantara terdengar jelas, meskipun penuh luka. "Karena saya mau bertanggung jawab,"

Tapi ucapannya tak mengubah suasana yang sudah terlanjur hancur.

Liliana menangis, sama seperti Caramela. Matanya sembab, dadanya sesak, hatinya terasa seperti diremuk.

Williams, di sisi lain, hanya terdiam, menatap kosong ke arah meja, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia merasa begitu kecewa pada dirinya sendiri - sebagai seorang ayah, bagaimana ia bisa membiarkan semua ini terjadi?

Dan Elvio...

Ia duduk di kursi dengan tubuh tegang, kedua tangannya mengepal di atas paha. Amarah masih bergejolak dalam dirinya, ingin sekali ia menghajar Biantara lagi, ingin meluapkan semua kekesalan yang belum sempat ia keluarkan tadi. Tapi... ia menahan diri.

Bukan karena ia sudah memaafkan, bukan karena kemarahannya mereda - tetapi karena ia takut semakin mengacaukan suasana.

Semua orang di ruangan ini hancur dalam cara mereka masing-masing.

Hanya suara tangisan Caramela yang masih terdengar... menyayat hati, seperti jeritan luka yang tak bisa diobati dengan kata maaf.

Williams akhirnya menghela napas panjang. "Jelasin semuanya," suaranya dalam dan tegas, tapi sarat dengan kekecewaan. Matanya dengan dingin menatap Biantara, penuh penilaian. "Kenapa bisa kamu ngelakuin itu ke anak saya?"

Flashback On.

Biantara memilih duduk di sudut ruangan, jauh dari keramaian. Musik menggelegar, dentingan gelas beradu, dan suara tawa menggema di seluruh rumah. Tapi pikirannya jauh dari suasana pesta. Ia hanya datang karena dipaksa oleh Felix, teman baiknya.

Di tangannya, segelas alkohol tergenggam, meski ia hanya menyesapnya sedikit.

Dari sudut matanya, ia melihat seorang perempuan melangkah ke arahnya.

Angel, pacar Felix. Perempuan itu mengenakan gaun merah ketat yang semakin menonjolkan siluet tubuhnya. Dengan senyum manis, ia menyerahkan segelas minuman lain.

"Jus. Aku tau kamu gak terlalu suka alkohol," katanya lembut.

Biantara melirik minuman itu, lalu menatap Angel. "Felix mana?"

"Di toilet." Angel duduk di sebelahnya, mendekat dengan tatapan penuh arti. "Bersulang?"

Biantara sempat ragu, tapi akhirnya menuruti permintaan itu. Mereka bersulang, dan ia meneguk minuman itu tanpa curiga.

Detik demi detik berlalu, dan tubuhnya mulai terasa aneh. Jantungnya berdetak lebih cepat, kulitnya terasa panas, dan ada sesuatu yang menggebu dalam dirinya. Rasa ingin menuntaskan sesuatu, yang tidak bisa ia kendalikan.

Sial.

Matanya menatap Angel, yang kini tersenyum penuh kemenangan.

"Kamu...!" Biantara mencoba berbicara, tapi tubuhnya mulai kehilangan kendali.

Namun, sebelum Angel bisa melakukan lebih jauh, Felix kembali. Laki-laki itu menarik Angel untuk menari, bergabung dengan yang lain.

Biantara mengambil kesempatan itu untuk pergi. Ia berjalan terseok, mencari tempat yang sepi. Sial, kenapa dia begitu bodoh? Kenapa dia tidak curiga?

Pesta diadakan di rumah Angel, dan satu-satunya tempat untuk bersembunyi adalah ruangan kecil di lorong dekat taman.

Mungkin gudang atau bekas tempat penyimpanan. Ia membuka pintunya, lalu masuk, dan menyandarkan tubuhnya ke dinding.

Lalu, di tengah kegelapan, suara langkah kaki terdengar.

Seorang perempuan remaja, berjalan sendirian dan terlihat seperti sedang kebingungan.

Dan setelah itu, semuanya terjadi begitu cepat.

Flashback Off.

Caramela menggelengkan kepalanya berulang kali, kedua tangannya menutup rapat telinganya. "Gak... Aku gak mau denger lagi!" suara Caramela bergetar, air matanya jatuh tanpa henti.

Liliana memeluk putrinya erat-erat, menangis lagi dalam diam. Ia bisa merasakan tubuh Caramela gemetar di dalam pelukannya, seolah luka lama yang coba dikubur kembali menganga, menyakitinya lebih dalam.

Williams berdiri dengan rahang mengatup keras, kepalan tangannya bergetar menahan emosi. Mata tajamnya menatap Biantara dengan penuh amarah.

"Jadi kamu mau bilang ini bukan salah kamu?" Williams akhirnya bersuara, suaranya dingin dan penuh amarah. "Karena kamu dalam pengaruh obat? Itu alasan kamu?"

Biantara menunduk, menatap tangannya sendiri yang berlumuran luka akibat pukulan Elvio tadi. "Saya gak cari pembenaran," suaranya terdengar lelah, tapi tetap penuh keyakinan. "Niat saya nemuin Caramela karena mau obrolin masalah ini dan mau tanggung jawab,"

"Pertanggungjawaban kamu gak bakal bisa mengubah fakta kalau kamu udah ngehancurin hidup dan masa depan putri saya!" suara Williams meninggi.

Liliana mengeratkan pelukannya pada Caramela, merasa sakit melihat suaminya yang begitu marah dan putrinya yang hancur. Sementara itu, Elvio, yang sejak tadi hanya diam dengan tatapan dingin, kini berdiri, berjalan mendekati Biantara.

"Kalau kamu bener-bener mau tanggung jawab," ucap Elvio lirih, tapi penuh tekanan, "Maka kamu harus siap nerima semua konsekuensinya,"

Biantara menatap Elvio dengan penuh pemahaman. "Ya, saya tau,"

•••
don't forget to vote n comment ‼️

part ini emang lumayan panjang dari part sebelumnya (⁠⁠ꈍ⁠ᴗ⁠ꈍ⁠)

Caramela (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang