Cokelat yang manis dan pahit

101 13 3
                                    

Aku menatap bayanganku di kaca. Mengenaskan. Itu yang menjabarkan keadaanku sekarang. Tanpa teman ataupun seorang pun yang setia mendampingi. Aku, mengenaskan.

"David sialan!!!!!" Teriakku.

Sekali lagi, aku memandang diriku yang terpantul di kaca kamar berukuran luas tempat gue menghabiskan waktu seharian ini. Mata sembab, hidung merah, bibir pecah-pecah akibat belum minum air setetes pun semenjak kemarin.

Aku menghirup nafas dalam- dalam. Kilasan demi kilasan nampak di penglihatanku. Saat pertama kalinya aku merasakan apa itu cinta. Saat dimana aku mempercayai seseorang. Saat dimana aku menjadi cewek terbodoh karna mau di boongin sama si sialan itu.

"Non, makan malamnya sudah siap."

Aku mendengus. Selalu begitu. Hidupku hanya diisi oleh orang orang suruhan kakek. Semua diatur. Bahkan, kakek gak ngebolehin aku ketemu sama Mama. Apa segitu gak sukanya dia sama menantunya sendiri, sampe ngelarang Mama ngunjungi gue?

Aku menampis pikiran gue yang suka ngelantur. Lebih baik gue turun buat makan daripada nangisin David.

"Ambilin saya minum," perintahku kepada seorang pelayan. Dia mengangguk lalu bergegas pergi dari hadapanku. Selang beberapa detik ia sudah kembali lagi dengan gelas yang berisi air mineral.

"Ini non," ucapnya. Kuteguk dengan cepat air itu sampai tandas. Ternyata manusia memang tidak bisa bertahan tanpa air.

---

"Jadi kamu masih sama cewek itu?"

Aku mengerutkan keningku. Cewek itu? Apa maksud dari perkataannya.

Dari jauh, gue bisa lihat David tersenyum. Senyum itu aneh. Ia tak pernah menampakkan senyum seperti itu sebelumnya. Senyum miring yang terkesan kejam, bagiku.

David merangkul cewek di sebelahnya mesra seakan itu hal biasa. Hei, siapa dia?!

"Hahaha, maunya sih gue mutusin dia secepatnya. Tapi dia sekarang belum ngasih gue uang sih. Gue nunggu dulu dia transfer ke gue, baru deh, kita putus." Ucap David.

Dia bicara apa sih? Transfer? Putus? Hei, apa dia berpacaran denganku hanya karna uang?!

"Kamu pinter ya beb. Tapi si Mona emang gampang ditipu! Tampang sih cantik, tapi otaknya bloon banget. Kamu juga benci dia kan?"

Jujur, wanita yang duduk di samping David itu membuatku geram. Hei, menurutku dia lebih bloon! Apa apaan mereka ini.

"Perlu dijawab? Lagian dia kan emang aslinya udah kepincut sama gue. Ya gua manfaatin lah, lumayan, keluarganya kaya banget. Apalagi tuh anak juga gampangan. Gampang ngasih pinjeman, ahha."

Cukup! Jadi selama ini David cuma ngelihat harta? Dia gak bener cinta dan merduliin aku? Terus, apa artinya 2 tahun kita pacaran?!!!

Aku melangkah cepat meninggalkan kampus.

---

"Ada apa nih kamu ngajakin aku ketemuan? Kangen banget ya sama aku?"

Ingin sekali aku mencolok matanya itu. Tapi mengingat ini tempat umum, aku hanya memasang seulas senyum.

Aku duduk di kursi tepat menghadap ke arahnya. Wajahnya yang tampan membuatku semakin bingung. Ingin melanjutkan atau tidak.

David tersenyum ke arahku, ia memegang tanganku lalu membawanya ke atas meja. "Kamu kemarin kok gak kelihatan sih di kampus? Telfonku juga gak diangkat. Kamu sakit?"

Aku risih, risih dengan semua tentang dia yang sekarang memegang tanganku seakan semua baik-baik saja.

"Vid, jujur. Kamu nganggep aku apa?" Tanyaku menatapnya intens. Dia menatapku heran, mungkin dia berfikir aku kembali menjadi diriku yang dingin, judes, dan gak suka basa-basi.

David terkekeh, "pertanyaanmu aneh tapi aku bakalan jawab. Kamu, Mona Natalia, pengisi hatiku, orang yang kucinta. Gak ada selain kamu." Dia tersenyum manis.

Kata-katanya membuatku muak. "Kamu gak nganggep aku hanya sebagai pengisi uang di ATM-mu kan?"

David menatapku terkejut. Ia buru-buru menormalkan ekspresinya. "Haha, kamu kok ngaco sih, sayang. Lagian kamu tau kan kalau aku bakalan gantiin Papaku nanti."

Aku memutar bola mataku kesal.

"Bukannya perusahaan Papamu itu udah bangkrut?" Aku memasang senyum sinis. Perkataanku membuatnya makin terkejut. Hei, memangnya dia mengira aku ini sebodoh apa?

David menatapku selidik. "Kamu--"

"Kita putus."

Butuh perjuangan untuk mengatakan dua kata itu. Dua kata yang akan membuat hidupku kembali suram. Mungkin memang selamanya hidupku akan seperti ini. Hubunganku dengan David seperti cokelat. Ada manis dan pahitnya. Tapi setidaknya aku sudah pernah merasakan rasanya. Rasa nikmat yang akan membuatku akan selalu merindukan lumernya cokelat itu di mulut.

Rasa manis dan pahit.

---

Cerita pertama selesai!! Hehe.
Berikan komentar kalian ya, dengan bahasa yang sopan tapinya.
Vote kalau suka :)

✔️Cokelat yang manis dan pahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang