.
.
.
.Semilir angin pagi membelai lembut surai-surai halus seorang gadis kecil dengan jemari lentiknya yang tengah menari-nari diatas kanvas. Benda persegi yang semula hanya bentangan kain polos itu kini telah disulap menjadi sebuah karya unik seorang Rene Dinara.
"Kamu nggak bosan setiap hari ngelukis terus?" Interupsi seorang bocah laki-laki yang kepalanya menyembul dari balik kanvas, sempat membuat 'Nara' tersentak dari konsentrasi penuhnya.
"Kelan!" Umpat Nara kesal pada bocah yang bernama lengkap Kelana Putra.
"Hihi" sementara seseorang yang dimaksud hanya tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang tertata rapi dan bersih untuk ukuran anak seusia mereka.
"Nara~" merasa diacuhkan, bocah yang tubuhnya lebih pendek dari Nara itu mengambil kuas lukis Nara secara tiba-tiba dan langsung ambil langkah seribu guna mencuri kembali perhatian sang gadis.
"Ihh! Kelan kembaliin!" Sungut Nara kesal sambil mengejar Kelan yang berlarian kesana kemari dihamparan sebuah bukit yang luas.
"Coba aja ambil kalau berani!" Si imut Kelan justru menjulurkan lidahnya, mengejek. Sejenak Nara melupakan kanvasnya yang terpatri dibawah pohon oak besar. Sepertinya usaha Kelan sukses.
Brukk
"Hahaha" keduanya tertawa bersama setelah tubuh keduanya saling bertabrakan dan jatuh.
"Kamu nyebelin!" Sungut Nara. Tubuhnya kini beringsut kesamping Kelan. Ia meniru yang dilakukan Kelan, merebahkan dirinya dan menatap cakrawala yang kian membiru.
"Nara" panggil Kelan.
"Hm?"
"Biar aku tebak, kelak kalau kamu udah gede nanti, kamu pasti pengen jadi pelukis 'kan?" Sang gadis kecil hanya terkekeh.
"Kamu pikir apalagi?" Sambungnya.
"Yeah, model atau artis mungkin? Abis kamu itu cantik, sayang kalau nggak dimanfaatin" aku Kelan tanpa ragu.
"Ya ya ya, dan kamu pasti mau wujudin semua obsesi-obsesi kamu buat jadi-"
"WARRIOR!" Potong Kelan dengan semangat menggebu-gebu.
"Ini!" Betapa polosnya, si imut Kelan langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam kausnya, benda itu juga tergantung pada leher si bocah.
"Ayah bikinin aku ini! Mirip sama punya dia" Kelan menunjukan sebuah kalung yang biasa digunakan seorang prajurit kala perang, dan dengan bangganya ia memamerkan benda pipih bertuliskan nama 'kelana putra' beserta identitas dirinya yang lain.
Baik Nara maupun Kelan. Sejak dini, diusia mereka yang masih menginjak 9 tahun, mereka sudah memiliki ambisi dan cita-cita sendiri.
Kedua bocah ini terlahir dari keluarga yang sangat bertolak belakang.
Keluarga Nara sangat mengutamakan nilai estetika keindahan dan kesenian karena ayah dan ibunya adalah seorang seniman. Ayahnya seorang pelukis, ibunya seorang komposer dan penyanyi. Sementara keluarga Kelan adalah sebuah keluarga yang menjujung tinggi nilai kebangsaan, terbukti karena ayah Kelan adalah seorang jendral. Kelan tentu sangat mengidolakan sosok sang ayah.
Dua impian yang berbeda.
Dua jalan yang berbeda.
++++
"Naaaraaa~" Teriak seorang Kelana Putra didepan gerbang kediaman keluarga Nara. Kelan turun dari sepedanya dan berjalan melampaui gerbang.6 tahun berlalu.
Kelan yang sekarang bukanlah Kelan imut yang pendek. Kelan yang sekarang adalah seorang pemuda berperawakan tinggi tegap. Nampaknya tubuh sang ayah menurun pada putra sematawayangnya itu. Oh jangan lupakan wajah manisnya. Warna kulit yang begitu tanning sangat menunjukan ciri khas pemuda Indonesia pada dirinya. Perubahan Kelana bisa terbilang cukup drastis. Ya, meskipun tingkah dan cengiran khas-nya itu tak pernah berubah sama sekali. Bahkan Nara sampai mengklaim bahwa Kelan itu hanya seorang bocah berusia 5 tahun yang terjebak dalam tubuh seorang remaja 16 tahun. Ironis memang.
"Berisik ih!!!!" Seorang gadis keluar dari balik pintu rumahnya. Berlari kecil menghampiri Kelan.
Nara.
Sosoknya tak begitu banyak berubah. Masih nampak cantik dan anggun seperti dulu, dengan wajah alami andalannya. Tanpa seulas pun make-up diwajahnya.
"Mama, kita berangkat yaa" teriak Nara dari luar yang dijawab dengan teriakan sang ibu dari dalam. Sepertinya beliau sedang sangat sibuk untuk sekedar keluar rumah. Kedua remaja itu pun tak begitu mempermasalahkannya dan langsung bergegas.
Kelan langsung menaiki sepedanya yang semula diparkirjan tepat didepan rumah Nara. Sang tuan rumah pun ikut duduk di jok belakang. Kedua remaja putih-abu-abu itu kini benar-benar melesat menuju sekolah.
Beginilah rutinitas mereka sebagai seorang sahabat sejak kecil.
Selalu bersama.
"Lan!"
Nathan, teman sebangku Kelan menyikut pelan tubuhnya yang sedang terlelap dalam tidurnya dikelas. Beruntunglah mereka duduk ditempat yang cukup strategis, kedua dari belakang, pojok kiri dekat jendela luar.
"Gimana kemaren titipan gue udah lo kasih kan?"
"Hm" kelopak mata Kelan masih terpejam, ia hanya bergumam mengiyakan apapun yang dikatakan Nathan. Oh, ayolah, siapa yang mau bertaruh? Kelan pasti tak benar-benar menangkap hal yang dikatakan Nathan barusan.
"Terus kata Nara apa? Dia suka sketsa dari gue? Asal lo tau lan, itu gue dua hari dua malem ngerjainnya, haha"