I love going to the beach.
Pasirnya, anginnya yang membawa aroma asin di udara, ombak yang menghantam batu karang ditepian, serta cahaya mentari yang hangat dan juga pekikan burung camar di kejauhan. Semua itu membuatku semakin bersemangat.
Aku menunggu Harry mengambil sesuatu di dalam mobilnya. Kenapa dia lama sekali.
Beberapa anak kecil berlari melewatiku. Seorang gadis kecil yang memiliki rambut pirang tertawa, wajahnya yang memerah akibat terik mentari serta rambut pirangnya ditutupi oleh pasir, tangannya yang kecil berusaha membawa ember berisi cangkang kerang dan koral dengan kedua tangan. Aku menatap mereka sambil tersenyum ketika tawa anak-anak tersebut membelah udara.
Beberapa orang dewasa berjemur. Berbaring diatas tikar, dengan kacamata hitam bertengger di hidung mereka.
Beberapa gadis remaja yang mungkin hampir seusiaku tersebar menjadi tiga hingga empat grup di sepanjang pantai. Dengan kulit tan kecoklatan mereka, serta bikini mini yang mereka kenakan, mereka menggosok tubuh mereka dengan lotion.
Mereka menengadah ke arahku ketika aku berjalan melewati mereka untuk mengambil tempat duduk di sebuah bangku dengan pandangan yang entah mengapa tampak meremehkan. Aku mencoba mengabaikan mereka.
Mengapa Harry lama sekali.
Aku berhenti bertanya-tanya ketika tiba-tiba, aku melihatnya muncul. Aku bisa merasakan rahangku seolah-olah jatuh menyentuh pasir ketika melihatnya. Aku mengharapkan dia datang menghampiriku dengan jeans hitam dan kemeja yang tadi dia kenakan.
Tapi tidak. Kini di hadapanku, dia hanya mengenakan celana pantai berwarna kuning di atas lutut, sehingga memamerkan tubuhnya yang bertato. Six-pack nya membuat tanganku gatal ingin menyentuhnya. Rambutnya yang berantakan, serta bibirnya yang selalu memiliki semburat pink menambah efek untuk membuat diriku terkena serangan jantung.
Dammit, apa yang baru saja kukatakan? Aku menyalahkan hormon di dalam tubuhku untuk ini.
Harry terlihat sangat-sangat, astaga bagaimana aku menjelaskannya. Dia tampak seperti model yang langsung keluar dari sampul sebuah majalah. Aku menelan ludah dengan gugup. Semoga dia tidak menyadari bahwa aku hampir saja meneteskan air liur hanya dengan melihatnya.
Aku mencoba mengatur ekspresiku ketika dia hanya beberapa langkah dihadapanku.
"Darimana kau mendapatkan itu?" Tanyaku sambil menunjuk celananya dan dengan cepat-cepat menurunkan tanganku lagi. Kenapa aku harus menanyakan itu? Sialan. Rasanya aku ingin menyumpalkan pasir pantai kemulutku sendiri.
Lea, you're such an idiot.
"Why? Kau menyukainya?" Harry memberikanku seringaiannya. Mata hijaunya menatapku dengan geli.
Oh apa yang telah kau lakukan? Ucapanmu barusan telah membuat ego nya yang sebesar benua australia semakin besar saja.
Aku memutar mataku dengan jengkel. Berusaha tampak tidak peduli, padahal nyatanya aku sedang berteriak di dalam kepalaku sendiri.
Seringaian congkak hilang diwajahnya ketika melihat ekspresiku, hal tersebut membuatku menjadi lebih rileks. Kini digantikan oleh seulas senyum kecil.
"Aku baru ingat aku sempat menyimpan pakaian olahraga di dalam mobilku. Jadi kenapa tidak? aku memutuskan untuk ke ruang ganti dan kau tahulah.." Harry mengambil tempat duduk di sampingku.
"Well, itu tidak adil karena aku tidak membawa baju ganti." Ujarku.
"Kau bisa membuka bajumu dan menggunakan bra serta celana dalam saja." Usul Harry dengan nada santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yes, Master [H.S]
Fiksi PenggemarKenalkan Lea O'Connor. Dia adalah murid di Westwood High School. Cantik. Pintar. Tapi siapa yang menyangka bahwa dia memiliki rahasia terbesar yang dijamin dapat menghancurkan reputasinya. Bekerja sebagai pelayan rumah tangga--itulah profesi Lea. T...