Rencana

21 2 0
                                    

Aku segera menemui Oliver untuk membicarakan hal ini. Aku menemukannya di taman istana, duduk santai di bawah pohon besar. Begitu melihatku, dia langsung tersenyum.

"Kau terlihat bersemangat," katanya.

Aku duduk di sampingnya. "Tentu saja. Aku baru saja membuat ayahku menyetujui sesuatu yang besar."

Oliver mengangkat alisnya. "Oh? Dan apa itu?"

Aku tersenyum kecil. "Festival akulturasi budaya selama tujuh hari tujuh malam. Aku ingin melibatkan rakyat jelata dan memperkenalkan tanaman endemik dari Virelia. Ini bukan sekadar perayaan, tapi cara untuk mempererat hubungan antara wilayah kita dan Virelia."

Oliver terdiam sejenak sebelum akhirnya tertawa pelan. "Aku tahu kau selalu punya rencana besar. Tapi ini bukan hal yang kecil, Lidya. Kau yakin bisa mengaturnya?"

Aku mengangguk. "Tentu. Dan aku butuh bantuanmu. Aku ingin kau mengundang petinggi dari Virelia. Mereka harus ikut serta dalam festival ini. Dengan begitu, mereka akan membawa orang-orang berpengaruh dan kaum terpelajar dari sana. Ini bukan hanya soal hiburan, tapi juga pertukaran pengetahuan dan kebudayaan."

Oliver menatapku dengan kagum. "Aku harus mengakuinya, ini ide yang luar biasa. Jika kita bisa melibatkan mereka, maka acara ini akan memiliki dampak yang lebih besar."

Aku menyilangkan tangan. "Jadi, kau akan membantuku?"

Dia tersenyum lembut. "Tentu saja. Aku akan segera mengirimkan undangan kepada petinggi Virelia. Mereka akan datang, aku yakin itu."

Aku mengangguk puas. "Bagus. Kita akan memastikan acara ini menjadi festival terbesar yang pernah ada."

Oliver menatapku penuh arti. "Dan pada akhirnya, kau benar-benar akan memaafkan ayahmu?"

Aku diam sejenak sebelum menjawab dengan tenang. "Itu tergantung. Jika dia benar-benar berusaha, mungkin aku akan mempertimbangkannya."

Oliver hanya tersenyum, seolah memahami sesuatu yang bahkan aku sendiri belum sepenuhnya sadari. Festival ini bukan hanya tentang budaya dan tanaman—ini adalah ujian bagi ayahku. Dan aku akan melihat apakah dia benar-benar bisa menepati kata-katanya kali ini.

Persiapan festival pun dimulai. Dengan strategi cerdikku, segalanya tampak berjalan sesuai rencana. Setiap bagian diatur dengan rapi—ada yang bertanggung jawab atas dekorasi, hiburan, keamanan, serta protokol penyambutan tamu dari Virelia dan kerajaan lain. Aku memastikan setiap detailnya sempurna, tanpa celah untuk kegagalan. Tapi, tentu saja, hidup tidak akan semudah itu, bukan?

Bahkan sejak awal, aku sudah bisa merasakan hawa busuk dari para pejabat yang menentangku. Mereka mencoba menjegal rencanaku dengan dalih yang konyol, seolah aku ini anak kecil yang sedang bermain pesta-pestaan. Bahkan aku tak menyangka Hazel menjadi seberani ini ikut campur urusanku.

Aku duduk di ruang rapat istana, menyilangkan tangan di dadaku, menikmati pemandangan para pejabat kerajaan yang mulai berkeringat di bawah tatapanku. Oh, mereka pikir bisa menghentikanku? Lucu sekali. Aku menunggu dengan sabar, membiarkan mereka menggeliat dalam kegelisahan mereka sendiri sebelum akhirnya salah satu dari mereka angkat suara.

"Festival ini terlalu berisiko! Kita tidak bisa menjamin keamanan para tamu kerajaan," ujar Paman Hazel dengan suara penuh kepanikan terselubung. Seolah dia peduli pada keamanan! Aku hampir tertawa.

Aku mencondongkan tubuhku ke depan, menatapnya dengan senyum kecil. "Paman, keamanan sudah menjadi prioritas utama. Saya telah berkoordinasi dengan pasukan istana dan Oliver juga telah mengatur pengawalan khusus dari Galileo. Jika itu masih belum cukup, mungkin Anda ingin saya meminta bantuan pada dewa pelindung kerajaan?" Aku berkata dengan nada penuh ironi, menikmati bagaimana ekspresinya berubah menjadi kesal.

Seolah itu belum cukup, pejabat lain ikut menyuarakan keberatannya. "Lagipula, acara ini terlalu besar dan akan menguras anggaran negara. Kita harus fokus pada kesejahteraan rakyat, bukan mengadakan perayaan mewah."

Oh, tolong. Aku hampir terjatuh dari kursiku karena betapa absurdnya alasan itu. Aku menatapnya, memberikan sedikit jeda sebelum berbicara. "Menarik sekali mendengar Anda begitu peduli dengan rakyat, mengingat laporan keuangan terakhir menunjukkan adanya dana yang hilang dalam proyek kemiliteran serta aku dengar ada sedikir kecurangan yang berasal dari pejabat militer. Mungkin sebaiknya kita bahas itu juga?" Aku membalas dengan senyum malaikat, menikmati bagaimana wajahnya berubah pucat pasi.

Oh, mereka benar-benar menyedihkan. Tapi mereka tidak menyerah begitu saja.

Rumor mulai beredar, menyebar seperti wabah di istana.

"Putri Lidya hanya ingin menciptakan panggung untuk dirinya sendiri," bisik-bisik itu terdengar di sudut-sudut koridor. "Apakah ia benar-benar peduli pada budaya Virelia atau hanya ingin mengambil hati Ayahnya? mungkin ia ingin mengambil perhatian ayahnya dari Putri Irish?"

Aku hampir ingin bertepuk tangan. Sungguh usaha yang mengharukan! Sayang sekali, aku sudah memperhitungkan semuanya.

Saat aku memberitahu Oliver tentang rumor ini, dia hanya menyeringai. "Sepertinya mereka lupa siapa yang mereka hadapi."

Aku menghela napas panjang, tetapi bibirku tetap melengkung dalam senyuman penuh arti. "Biar saja. Justru semakin banyak yang meragukan, semakin besar keinginanku untuk membuktikan mereka salah."

Namun, para pengecut ini tidak berhenti sampai di situ. Mereka mulai bertindak lebih jauh. Sabotase pun terjadi.

Persediaan bahan dekorasi tiba-tiba lenyap di gudang. Benarkah? Mereka pikir aku tidak akan punya rencana cadangan? Lucu.

Beberapa pekerja yang sudah kurekrut tiba-tiba mengundurkan diri karena menerima ancaman. Oh, betapa klisenya. Aku menggantinya dengan sukarelawan dari rakyat yang jauh lebih loyal daripada segelintir pegawai istana yang bisa dibeli dengan recehan.

Bahkan undangan untuk beberapa tamu penting hampir saja tidak sampai karena ada seseorang yang sengaja menahannya. Aku hampir merasa tersanjung. Mereka benar-benar takut padaku sampai segitunya.

Aku menatap Oliver yang berdiri di sampingku, melihat semua persiapan yang tetap berjalan meskipun rintangan terus berdatangan. Dia menatapku dengan kagum, bibirnya melengkung dalam seringai khasnya.

"Aku tidak tahu apakah aku harus bangga atau kasihan pada mereka yang mencoba menjatuhkanmu," katanya sambil terkekeh.

Aku hanya mengangkat bahu, membalas dengan seringai yang lebih tajam. "Aku tidak pernah meminta mereka untuk menyukaiku. Aku hanya meminta mereka untuk tidak menghalangiku."

Festival tujuh hari tujuh malam ini semakin mendekati kenyataan. Aku bisa merasakan ini bukan sekadar perayaan budaya. Ini adalah ajang pembuktian.

Dan aku? Aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalangiku. Tidak kali ini.

The Main Princess✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang