Festival tujuh hari tujuh malam itu semakin mendekati kenyataan. Aku bisa merasakan bahwa ini bukan sekadar perayaan budaya, melainkan ajang pembuktian—dan aku tidak akan membiarkan siapa pun menghalanginya.
Dua hari sebelum festival dimulai, istana kembali diguncang kejadian yang mengejutkan. Selir Eveline, ibu dari Oliver, akhirnya tiba di Azalea. Namun, bukannya mencariku atau Oliver terlebih dahulu, ia justru terlihat mendekati Irish. Mereka berbicara dengan akrab, seolah tak ada jarak di antara mereka.
Semua orang yang melihat pemandangan itu tidak bisa menyembunyikan ekspresi kasihan mereka padaku. Bagaimana tidak? Aku dan Oliver kini adalah sepasang kekasih, dan seharusnya hubungan keluarga kerajaan Casanova mendukungku. Namun, kenyataannya justru berbeda.
Desas-desus mulai beredar dengan cepat di antara para pelayan dan pejabat istana.
"Aku kasihan pada Putri Lidya... Selir Evelyne jelas-jelas lebih dekat dengan Nona Irish."
"Bagaimana jika Selir Eveline tidak menyetujui hubungan Putri Lidya dan Tuan Oliver? Apakah ini pertanda buruk?"
"Jangan-jangan, beliau masih berharap Nona Irish yang menjadi menantu keluarga kerajaan Casanova?"
Aku hanya bisa tersenyum mendengar semua spekulasi yang beredar. Biarlah mereka berkata apa pun.
"Wah, kamu semakin cantik, Nona Irish," katanya dengan penuh kekaguman, matanya berbinar seolah sedang melihat berlian paling berharga.
Irish, tentu saja, menyambut pujian itu dengan sikap penuh pesona. Dia tersenyum lembut, seolah-olah tidak terlalu peduli, padahal aku tahu, dia menyerap setiap kata itu seperti seorang pecandu menelan candunya.
"Bibi Eveline terlalu berlebihan, aku hanya seperti biasanya," katanya, dengan nada yang terdengar rendah hati tapi tetap penuh kemenangan.
Aku mencengkeram jemariku erat, sebenarnya tidak tahan melihat ekspresi Irish. Namun, aku harus tahan karena ini masih bagian dari rencanaku. Jika aku gagal menahan diriku, maka semua akan kacau.
"Aku masih ada harapan, bukan, untuk menjadikanmu menantuku? Aku tahu Oliver sangat mencintaimu." Kata-kata itu menamparku lebih keras dari tamparan fisik mana pun yang pernah kuterima. Selir Evelyne kau cukup berlebihan. Seharusnya dia lebih berpikir dalam menggunakan perkataannya.
Seisi taman menjadi sunyi.
Aku bisa melihat para pelayan yang tadinya sibuk kini mencuri dengar, para pejabat yang awalnya berbincang ringan kini menoleh penuh minat. Aku bahkan bisa melihat beberapa dari mereka saling bertukar pandang, seolah-olah mereka baru saja menemukan bahan gosip paling menarik di istana.
Aku menahan napas, menunggu bagaimana Irish akan meresponsnya.
Dan seperti yang sudah kuduga, dia berpura-pura terkejut, tapi aku bisa melihat cahaya kepuasan di matanya. "Bibi, jangan berkata begitu... sekarang aku telah bertunangan dengan Pangeran Averio."
Aku hampir tertawa. Oh, betapa pintarnya dia. Dengan cara itu, dia tidak hanya menegaskan bahwa dirinya sudah menjadi tunangan Averio, tetapi juga mengingatkan semua orang bahwa dia memiliki dua pangeran sekaligus yang memperebutkannya.
Seolah-olah aku hanyalah bayangan yang tidak berarti.
Selir Eveline menghela napas panjang sebelum tersenyum lembut, "Namun jujur saja, aku selalu berharap bahwa kau menikah dengan Oliver."
Aku tidak bisa menghentikan rasa mual yang naik ke tenggorokanku.
Irish menundukkan kepala sedikit, pura-pura malu, tapi bibirnya melengkung ke atas dengan sempurna. Sial, Irish dengan banggap menatapku sekilas. "Bibi Eveline terlalu baik padaku."
Seolah itu belum cukup buruk, aku bisa mendengar bisikan yang mulai beredar di antara para pelayan dan pejabat yang berkumpul.
"Kasihan Putri Lydia... itu benar-benar menyakitkan, bukan?"
"Jadi benar ya, Irish dan Oliver dulu pernah..."
"Jika Selir Eveline sendiri yang mengatakan itu, berarti memang ada hubungan khusus antara mereka."
Aku mengepalkan tanganku. Aku bukan marah karena Irish tapi aku marah semuanya berlebihan. Dengan begini kan aku jadi terlihat seperti Putri yang tersakiti.
Seolah semua yang telah terjadi belum cukup untuk meragukan hubunganku dengan Oliver, kini mereka mulai membicarakan masa lalu Oliver dan Irish. Mereka mulai mempertanyakan posisiku. Seolah-olah aku hanyalah pengganti—seolah-olah Oliver masih memiliki tempat untuk Irish di hatinya.
Irish, yang mendengar bisikan-bisikan itu, justru semakin menambah kesan drama. Dia menoleh ke arah mereka dan berkata dengan nada manis, "Tentu saja aku selalu menghormati Oliver... bagaimana pun, dia adalah seseorang yang sangat berarti bagiku di masa lalu."
Aku tidak bisa lagi menahan desakan emosi yang membuncah di dalam dadaku.
Cukup.
Aku melangkah maju, membuat keberadaanku diketahui. Aku bisa melihat keterkejutan di wajah beberapa orang saat mereka menyadari aku ada di sana. Namun, yang paling aku perhatikan adalah ekspresi Irish.
Seketika, senyumnya berubah lebih terkendali, tapi aku bisa melihat sorot kemenangan di matanya.
Selir Eveline, seolah tidak terganggu sama sekali dengan kehadiranku, hanya menepuk punggung Irish dengan lembut dan berkata, "Kalau begitu, kau harus sering-sering mengunjungiku, ya? Aku selalu senang menghabiskan waktu denganmu."
Irish mengangguk, "Tentu saja, Bibi. Aku akan menyempatkan diri."
Aku menarik napas panjang, menenangkan diriku sebelum berbicara. Aku tidak boleh kelepasan.
Jadi aku hanya tersenyum, tipis dan berbahaya. "Selir Eveline, betapa menyenangkan melihat Anda di istana kami. Sayang sekali saya tidak diberi kesempatan untuk menyambut Anda secara langsung."
Selir Eveline akhirnya menoleh ke arahku, masih dengan ekspresi yang ramah, tapi aku bisa melihat sesuatu yang tajam di balik matanya. "Putri Lydia," katanya, suaranya masih penuh kelembutan. "Aku senang melihatmu juga. Aku harap persiapan festival berjalan lancar?"
Aku tersenyum lebih lebar. "Oh, sangat lancar. Dan tentu saja, kehadiran Anda akan membuatnya semakin meriah."
Irish menatapku, matanya menyipit sedikit. Aku tahu dia mengharapkan reaksi lebih besar dariku—kemarahan, rasa sakit, atau mungkin air mata.
Sayang sekali, aku tidak akan memberikannya kepuasan itu.
Biarkan mereka berpikir mereka menang. Biarkan Irish menikmati momen ini.
Karena pada akhirnya, akulah yang akan tertawa terakhir. Dasar bodoh.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Main Princess✔️
FantasyDalilah terperangkap di tubuh kembarannya sendiri, sejak kematian dirinya beberapa hari yang lalu. Highest rank #2 | Pahlawan (13 February 2025) #13 | 2023 (13 February 2025) #22 | Jiwa (13 February 2025)