C&P 11: Kasih sayang

27 3 0
                                    

Adalah dia yang hadir dengan semangatnya. Adalah dia yang selalu memastikan setiap lingkup pertemanannya selalu baik. Adalah dia yang tak pernah mengeluh di depan umum. Adalah dia yang selalu senang dengan hari-hari suram di hidupnya. Entah apa akhir dari ceritanya, yang pasti hanya sedikit kebahagiaan yang ingin ia dapat di akhir perjalanan panjang menuju keabadian nanti.

Sebentuk hati yang tak pernah mengenal kata lelah, perasaan yang selalu dicabik agar tetap tegar. Dia. Dia hanya seorang anak yang ingin menjalankan hidup normal pada anak seusianya saja. Dengan kecemaraan di dalam keluarga, tentang kasih sayang seorang ayah dan dengan cara dipedulikan oleh orang tua pada anaknya. Namun, hal kecil itu seperti mustahil terjadi di hidupnya. Membayangkan semua keinginannya terwujud saja sudah membuatnya senang apalagi berhasil mendapatkannya.

Sebulir titik bening kembali melembabkan pipinya, ada rasa sesak di dalam tubuh karena sulit mengeluarkan sesuatu dari dalam dirinya. Lagi, entah sudah berapa kali tangisnya luruh menjejah hatinya yang perih.

"Akhir bagaimana yang ingin kau berikan padaku, Tuhan? Sungguh, ini sakit sekali." Monolognya lirih pada gemerlap bintang di cakrawala sana.

Meira menunduk di atas meja belajarnya, memaki takdir yang tak pernah sejalan padanya. Kepalan tangan itu teramat kuat hingga membuat buku-buku di tangannya merobek kulit telapak tangan yang bergetar itu. Meira tak peduli sama sekali, dirinya terus menangis tanpa henti.

Maira yang tengah berjalan dan melewati kamar Meira langsung berhenti kala pintu yang terbuka sedikit itu terdengar isakan tangis dari dalamnya. Tanpa pikir panjang Meira mendorongnya pelan, menutupnya kembali dan berjalan ke arah Maira yang tak menyadari keberadaannya.

"K-kak? Kamu kenapa nangis?" Meira bertanya dengan tangan yang sudah mendarat di pundak kembaran yang menjadi kakaknya itu. Maira berhenti menangis, menatap siapa manusia yang berani masuk kamarnya tanpa izin darinya selain mama nya.

"Aku udah peringati kamu untuk gak ngurus hal yang menyangkut hidup aku. Sekarang, apa sopan jika seseorang masuk ke kamar aku tanpa adanya izin dari aku?" Delik Maira tak suka. Dirinya berdiri, membuat mata sembabnya beradu pandang dengan netra coklat sang adik.

"Maaf. Aku cuma mau mastiin kamu nggak kenapa-napa, aku dengar kamu nangis dari luar dan aku berinisiatif masuk karena pintunya juga nggak kamu kunci." Seloroh Meira takut. Berhadapan dengan Maira selalu memacu adrenalin jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya.

"Aku nggak butuh inisiatif kamu! Aku nggak butuh kekhawatiran kamu! Aku nggak suka sama kamu! Kamu bisa ngerti nggak, sih?!" Maira berteriak dengan lantang di hadapan Meira yang langsung menutup matanya karena takut. Maira hanya tak mau apa yang ia rasa juga dirasakan oleh Meira.

"Kak, jangan teriak-teriak, ini udah malam. Aku tau emosi kamu lagi nggak stabil, makanya aku datang buat nenangin dan nemanin kamu di sini." ucap Meira memegang tangan Maira agar hati kerasnya itu luluh padanya.

"Aku nggak suka. Aku nggak suka ketika aku terlihat lemah di mata orang lain, termasuk kamu!" Maira kembali meluruhkan cairan bening di pelupuk matanya. Emosi membuat dirinya sulit menahan diri agar tak menangis.

Meira menggeleng. Dipegangnya erat tangan dingin yang terluka penuh darah itu, dirinya tak tahu apa yang terjadi dengan kembarannya hingga membuatnya terlihat sangat kacau malam ini.

"Jangan anggap aku lemah, Ra. Aku nggak lemah, aku kuat!" Lirihnya pelan, seperti meminta agar Meira tak membeberkan hal ini ke orang lain.

"Kamu di mata aku bukan anak lemah, kamu anak kuat yang selalu aku kagumi, kak! Jangan pernah berpikir kalau aku akan men-judge hanya karena kamu nangis di depan aku." Meira berbicara dengan lembut, perkataannya yang tersusun rapi seakan menghipnotis Maira agar tak berontak lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 8 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta & Perbedaan [SLOW UP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang