Bab 1

219K 3.4K 21
                                    

Siang hari yang terik di kantor arsitek Wendell & Partners menimbulkan pemandangan yang tidak biasa. Para pegawai terlihat melepaskan jas dan blazer mereka. Para pria menggulung lengan kemeja mereka sedangkan para wanita membuka kancing atas blus mereka. Hampir semua sedang mengipas-ngipas diri dengan berbagai macam benda; majalah, laporan kerja, bahkan alas mouse. Sudah berhari-hari Jakarta hujan, namun AC sialan itu malah memilih hari yang cerah ini untuk berhenti beroperasi.

"Gila," sahut seorang perempuan, "gue udah kayak perawan dikasih obat perangsang. Pengen banget cepet-cepet buka baju!"

"Yeee lo juga sekarang udah nggak perawan tapi kalau dirangsang laki lo pasti langsung strip tease," balas pegawai pria di sebelahnya.

"Eh, diem lo Do! Nggak kasian apa sama si Vada? Kan lo pada tahu sendiri dia doang yang belum kawin di ruangan ini. Nanti bisa-bisa dia udah rusak duluan lagi sebelum ada yang ngawinin," celoteh pegawai pria lainnya.

Vada Meilani Kusuma, sang objek pembicaraan hanya bisa tersenyum malu mendengar pembicaraan rekan-rekan kerjanya, Diani, Mitchell, dan Edo yang notabene lebih senior daripada dirinya. Diani yang paling tua, usianya sudah 36 tahun dan memiliki 2 anak yang sudah duduk di bangku sekolah dasar. Mitchell meskipun baru 33 tahun anaknya sudah 3 orang meskipun semuanya masih balita. Dan Edo sendiri baru saja menikah bulan lalu di Bandung dengan pacarnya sejak SMA. Selain mereka, sebenarnya masih ada anggota tim yang lain yang bekerja bersama Vada, tetapi ada yang anaknya seusia Vada, ada juga yang malah sudah bercucu. Tetapi karena mereka paling senior, mereka jarang hadir dikantor karena mereka juga merupakan tenaga dosen di kampus ternama diJakarta. Vada sendiri berhasil masuk ke kantor ini akibat Pak Rifki, dosen pembimbing skripsinya dahulu. Sayang beliau sudah almarhum.


Vada berusia 24 tahun dan masih belum menikah. Namun meskipun ledekan dari rekan-rekan kerjanya yang kerap menyebutnya perawan, sebenarnya sudah cukup lama ia melepas gelar itu. Semua itu karena kelainan yang ia derita. Vada sendiri kadang merasa miris dengan candaan rekan-rekannya tersebut, namun ia hanya bisa menutup perasaannya dengan bertingkah polos dan malu-malu.

Seperti saat ini.

"Mbak Diani, mulai deh. Mereka tuh nimpalin karena mbak yang mulai duluan. Kalau mau bercanda mesum kasih kode dong, biar Vada tutup kuping gitu," jawab Vada sambil menggigit bibir.

Diani malah terkekeh. "Iya, iya, Vada. Duh susahnya bergaul sama anak gadis. Makanya lo cepet-cepet dong cari calon!" 

"Sini gue jodohin deh Va! Lo mau cowok yang kaya apa? Tinggal sebut!"canda Edo.

"Tuhkan, pasti kalau udah topiknya berubah jadi jodoh-jodohin Vada deh. Udah dong, udah," erangku sambil menutup muka.

-blak!-

Pintu ruangan kantor utama Wendell terbuka. Bagaskara Wendell, putra satu-satunya pendiri Wendell & Partners Harry Wendell, melangkah keluar dengan ekspresi serius. Tak seperti pegawai lain, Bagas Wendell tidak terlihat kepanasan sedikitpun dan tetap menggunakan setelan jasnya dengan rapi dan komplit, bahkan dasinya tidak berubah sedikitpun dari posisinya saat ia datang pagi tadi.

'Seriously?' pikir Vada, 'even in this freaking hot day, a full suit? Memangnya dia tidak kepanasan?'

Bagas memelankan langkahnya ketika mendekati meja kerja Vada dan rekan-rekannya yang tadi sedang bercanda.

"Tolong jangan bermalas-malasan. Meskipun kalian sedang tidak ada proyek bukan berarti tidak ada pekerjaan," katanya tajam.

"Ba, baik pak." Semuanya langsung tergesa-gesa kembali ke meja kerja dan sok-sok melanjutkan pekerjaan.

Ovulation ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang