sebenarnya ini cerita atas permintaan salah satu reader author. yang katanya minta oneshot dari cerita saya sebelumnya. bingung juga mau di buat bagaimana.
jadi saya buat cerita ini sedikit ragu. semoga yang minta tak kecewa atas cerita yang saya buat. ^^
thanks to you.^^
maaf ceritanya bila membosankan. hehehe. :D
~~~~~~~
"Napa lo, Ashiya?" ucap seseorang ngebuyarin lamunan gue. gue yang lagi memasak lalu ngehadap kebelakang melihat seseorang yang sudah rapi sama setelan jas kantornya. Gue Cuma tersenyum melihatnya yang tampan hari ini. Dia mulai mendekat dan meluk pinggang gue dengan erat. Lalu memberikan sebuah kecupan hangat di bibir gue. gue ngingat itu langsung memerah wajah gue. "Mau sampai kapan lo malu terus, setiap gue kecup bibir mungil lo?" gue hanya memukul lengannya sebal. Gue tatap dia yang berada di depan gue. manic matanya yang gelap ngebuat gue terkunci atas tatapannya.
Gue tersenyum ngingat dialah suami gue. yang selalu nemenin hidup gue. "Chan, lo gak berangkat kerja? Nanti telat lho. Di marahi kak Indra tau rasa lo." Dia hanya tertawa kecil ngedengar kata-kata gue. sekali lagi gue pukul lengannya dengan sebal. "Lo mau buat sarapan kita gosong sayang?" gue mendengar itu otomatis berbalik dan kaget, udang yang gue goreng, lumayan sedikit kecoklatan tanda sudah sangat matang, gue dengan sigap mengambil udang tersebut lalu meniriskan minyaknya.
Gue natap Chandra yang mulai tertawa, "Berhenti untuk tertawa, atau lo gue tendang dari rumah." Dengan segera, Chandra berhenti tertawa. Dia menatapku intens. Dia menghampiri gue, lalu meluk gue dengan hangat. Tak lupa dia telah menempelkan sesuatu yang hangat di bibir gue. kenyal, serta lembut yang gue rasakan. Dia mulai menjilat mengemut bibir bawah gue, dengan menggoda. Lidahnya juga bermain-main di sekitar kedua bibir gue. guepun membuka sedikit akses yang mengijinkan lidahnya memasuki rongga mulut gue. dia meeksplor rongga mulut gue. mengajak lidah gue untuk berdansa dengannya. Saling berpaut satu sama yang lain. Tak terasa tangan gue melingkar di lehernya. Tangan kanan gue menyisir rambutnya helai demi helai. Sedangkan tangan kiri gue melingkar di bahu Chandra.
Ciuman ini semakin panas ngeliat betapa nafsunya Chandra saat ini. Gue ngelepas pautan ciuman kita. Gue maupun Chandra meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Chandra ingin memulai ciumannya kembali dengan cepat gue pegang bibirnya. Kalau sudah begini, pasti akhir-akhirnya berakhir di ranjang, dan gue gak mau itu. "Berhentilah mencium gue, dan segeralah sarapan, dan berangkat kerja." Dia menatap gue kesal lalu menuruti permintaanku.
"Apa yang lo pikirin tadi? Lo terlihat lemas sekali? Ada yang mengganggu pikiran lo?" Chandra mengelus pipi gue dengan penuh kasih sayang. Gue hanya tersenyum menatapnya. "Tak ada. Jadi berangkatlah sekarang."
Dia menatap gue dengan tatapan tak percaya. Tapi gue beri senyuman kembali, dan mengelus punggung tangannya. "Chan, gue gak apa. jangan natap gitu, gue gak kepikiran apa-apa kok." Lalu dia tersenyum, dan tak lupa mengecup bibirku sebentar, serta puncak kening gue. dia pergi, dan gue tak bisa nyembunyiin raut wajah dengan rona merah di pipi.
*****
Gue termangu natap tv yang tak menampilkan apa-apa. gue tiduran sambil memainkan game yang ada di hp gue. kembali gue duduk dan termangu natap layar tv yang gelap. Gue memang kesehariannya hanya duduk, nonton tv, tidur, makan, dll. Ngebuat rasa bosan tersendiri dalam benak gue. gue sadar kalau gue ini laki-laki, sedangkan Chandra juga demikian. Tidak ada di antara kami yang dapat melahirkan seorang anak. Walau Chandra tak menyinggung tentang anak, tapi gue ngerasa bersalah karena tak bisa memberi sebuah keturunan.
Gue hanya berharap ada seorang anak kecil yang menghiasi keluarga kecil gue. walau gue tau semua tak mungkin terjadi. Tapi..gue hanya menghela nafas, tapi gue juga gak rela harus ngeliat Chandra ngelakukan hubungan intim dengan wanita lain hanya demi seorang anak. Yeah. Gue mending kesepian, dan boring. Dari pada gue harus menanggung rasa sakit yang nyiksa batin gue, ngeliat Chandra berhubungan intim dengan cewek. Gue Cuma nekuk lutut gue dan meluk kedua lutut gue. gue jadi ingat saat Chandra mngajak gue jalan-jalan ke pasar malam di Jerman, walau gue liat bukan pasar malam. Di sana hadir berbagai macam orang, mulai pasangan yang pacaran, muda, tua, yang berkeluarga yang bersama anak-anak mereka. Berkumpul bersama dengan di pasar ini. Ya, gue juga gak bisa mesra-mesrahan di depan umum, takut aja.
Di sana gue ngeliat anak kembar, lucu, imut, juga ngegemesin. Mereka dengan riangnya memakan sebuah gulali yang di berikan kedua orang tua mereka. Mereka seperti kembar identik satu sama yang lain. Gue hanya mengulum senyum melihat kedua anak kembar tersebut. Yeah. Gue senang banget ngeliatnya, saat asyik membayangkan kalau gue punya anak bagaimana, Chandra saat itu dengan pedenya ngebuyarin angan-angan gue. "Lo ngapain? Ngeliat apa?" gue ngegelengin kepala gue, seraya memberikan senyuman terbaik gue. dia tampak merengutkan alisnya, tanda dia bingung. Gue hanya menggandeng Chandra menjauhi pemandangan anak kembar di sana.
Mengingat kejadian jalan-jalan itu, ngebuat gue harus tersenyum senang. Kalau andai gue anak perempuan, apa Chandra mau dengan memiliki anak? Apa dia mau kalau kita memiliki anak yang lucu yang melengkapi kehidupan keliarga kita. Keluarga kecil yang sempurna. Membayangkannya saja gue harus deg-degan, karena sangking senangnya. Gue meluk diri gue di sofa depan tv. Gue pengang perut gue. kenapa laki-laki mesti gak punya rahim? Kenap juga laki-laki sesama laki-laki tak memiliki keturunan? Pertanyaan kenapa, kenapa, dan kenapa berputar dengan manisnya di kepala gue. gue hanya gak bisa bayangin, betapa ramainya nanti di saat anak seorang anak yang menghiasi rumah ini. Gue meremas perut gue. gue ingin anak dari Chandra. Itu sedikit impian gue saat gue menikah dengan Chandra. Memiliki seorang anak dari orang yang gue cintai, adalah anugrah terindah yang pernah gue dapat.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Child one shot (Yaoi)
Short Storyini hanya cerita oneshot dari cerita You are My Sun. no descripsion! silahkan membaca..