Bab 14 - Berbelit

11.5K 857 17
                                    

Andira mengobrol begitu banyak bersama Armando. Tentang orangtuanya, teman-temannya terdahulu, pekerjaannya dan lain-lain. Omong-omong masalah pekerjaan, tak pernah sedetikpun terbesit di pikiran Andira bahwa ia adalah seorang pemain piano. Andira tak tau apakah ia masih bisa bermain piano atau tidak.

Andira mengambil ponselnya, ia hendak menghubungi Angga kalau ia sudah dalam perjalanan pulang. Mereka mengobrol lebih lama dari yang Andira pikirkan. Langit sudah gelap, jam di ponsel Andira menunjukkan pukul 06.30.

Andira mendial nomor Angga, terdengar nada masuk beberapa kali sebelum telepon diangkat. "Halo Mas, saya sama Angkasa lagi di taksi, sudah jalan pulang." Andira langsung nyerocos tanpa mendengar sapaan Angga.

"Oh, ini Andira ya? Angganya lagi di WC. Nanti aku bilangin deh kalau kamu nelfon."

Andira mengernyitkan keningnya. Ini kan suara perempuan! Apakah wanita ini Aurora? Mengapa ia bersama Angga? Bukankah tadi Angga bilang ia sibuk? Apakah Angga berbohong pada Andira? Untuk apa juga dia bohong?

"Mbak Aurora?" kata Andira tanpa sadar.

"Aduh, suaraku emang khas banget ya sampai kamu tau? Udah dulu ya, aku mau masak buat Angga."

Belum sempat Andira mencerna perkataan Aurora, sambungan sudah diputus oleh Aurora.

Mau masak katanya?

MASAK?!

Itu artinya Angga lagi di tempat tinggal Aurora kan?

DASAR PEMBOHONG!!

Andira menggerutu, ia memaki-maki Angga dalam hatinya, selama ini ia hampir yakin bahwa Angga tak suka pada mantan istrinya, tapi sekarang yang Andira yakin adalah sebaliknya. Angga masih suka pada Aurora dan Andira hanyalah pelampiasannya saja atau lebih buruk lagi umpan untuk membuat Aurora cemburu.

Hah! Seharusnya Andira sadar dari dulu! Bisa-bisanya Andira mengira bahwa Angga suka padanya. Padahal jelas Andira tak dapat dibandingkan dengan mantan istrinya yang jelas sangat teramat cantik itu.

Andira tak merasa sedih sama sekali, hatinya diliputi perasaan marah, kesal dan kecewa. Dalam hati Andira berjanji tak akan termakan rayuan Angga lagi. Angga memang penolongnya, tapi Andira rasa tak ada alasan baginya untuk mengharapkan Angga lebih dari sekedar kakak.

Andira rasa, dia harus berkaca untuk menyadarkan dirinya bahwa ia tidak pantas.

Andira dan Angkasa akhirnya sampai di rumah Angga, setelah membayar ongkos taksi, Andira pun masuk ke dalam rumah dan bergegas naik ke kamar. Andira mengganti bajunya terlebih dahulu sebelum memandikan dan memberi Angkasa makan. Ia tak nafsu makan sama sekali, ia biarkan makanan yang sudah diberikan Bi Sumi di atas meja makan.

"Non gak makan?" Tanya Bi Sumi melihat Andira yang tak ada tanda-tanda ingin makan.

"Engga, Bi. Maaf ya, Bi. Saya lagi gak mau makan aja, siapa tau nanti Mas Angga mau." Kata Andira sambil mengelap bibir Angkasa.

Bi Sumi memilih untuk tidak membujuk Andira, karena wajah Andira terlihat begitu jutek dan menyeramkan. Bahkan Angkasa yang biasanya membuat Andira tertawa pun tak membuat ekspresi Andira membaik.

Andira langsung membawa Angkasa ke kamarnya begitu Angkasa selesai makan. Angkasa yang mungkin memang lelah langsung tertidur setelah sebelumnya mengoceh-oceh terlebih dahulu. Andira memilih untuk mengambil bantal dan gulingnya kemudian tidur di karpet yang ada di kamar Angkasa.

Ogah tidur sama Mas Angga!

.

.

.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang