Berhaga Ketika Hilang

30 3 1
                                    

Pagi itu, ketika bel istirahat berbunyi, aku segera menuju ke kantin bersama temanku. Terlihat seorang lelaki lari kesana kemari, seolah ingin mengetahui rasa penasaran yang begitu akut dalam hatinya. Sekarang, lelaki itu tepat dihadapanku. Namun, sepatah kata pun tidak dilontarkannya kepadaku untuk menanyakan tentang hal yang dapat membuatnya menjadi perhatian semua warga sekolah.

Baru saja aku ingin menyantap baso yang sudah tersaji di meja makan, Talita datang dan berhasil menggagalkan suapan pertamaku.
"Elisa, tadi ada lelaki yang mencarimu!"
"Siapa?"
"Kevin, anak kelas sebelah"
"Oh, dia.."
"Apa yang terjadi"
"Tidak apa-apa"

Muhammad Kevin, lelaki yang baru aku kenali semalam lewat twitter. Mengalami perkenalan tanpa bertatap muka langsung. Dengan bahasanya yang klop denganku, membuatku merasa nyaman mengobrol dengannya. Hingga pada suatu obrolan, aku mengatakan bahwa aku bersekolah di SMP Budi Luhur dan ia pun mengatakan hal yang sama.

Dengan lelaki yang lari kesana-kemari ketika jam istirahat itu, sebenarnya aku sudah mencurigai bahwa itu adalah Kevin. Namun aku tetap bersikap acuh, karena aku tidak dapat membayangkan apa pendapatnya tentang penampilanku saat itu. Ikat rambut yang tidak bisa diajak diskusi dan sepatu yang kurasa sudah berubah warna, tidak lagi hitam mengkilat.

"Hai Elisa!" Isi pesan dari nomor tanpa nama
"Maaf, ini siapa ya?" Balasku dengan sopan. Mungkin saja ini kerabatku, tidak mungkin aku harus menjawab dengan bahasa ABG.
"Ini Kevin"
"Sepertinya kau nekat sekali mengirim pesan kepadaku. Jika aku boleh tahu, dari mana kamu mendapatkan nomor telponku? Kurasa, hanya beberapa teman dekat atau kerabatku saja yang ku beri nomor telponku"
"Maaf jika aku lancang. Aku meminta nomormu melalui Talita. Tadi, ketika jam istirahat, aku mencarimu berkeliling sekolah. Tanpa mengetahui wajahmu, aku memberanikan diri dan bertanya kepada semua orang yang aku lalui. Namun, tak ada satu pun yang mengetahui keberadaanmu saat itu"
"Besok, temui aku sepulang sekolah di depan gerbang sekolah"

Sepertinya Kevin memang benar-benar merasa penasaran denganku. Sampai mencari tahu bahkan lancang meminta nomor telponku melalui Talita. Entah apa maksud dari semua tindakannya ini? Apakah hal ini dilakukannya pula ketika berkenalan dengan orang lain? Oh, entahlah, kurasa aku tak harus bersusah payah menghabiskan waktuku untuk memikirkan hal semacam ini. Hal yang hanya menggangu konsentrasiku dalam belajar. Aku sudah kelas 9, tak seharusnya aku masih bermain. Dan sepantasnya aku belajar untuk memperjuangkan kelulusanku untuk melanjutkan ke SMA.

"Elisa?"
"Iya, maaf, siapa ya?"
"Kevin"
"Oh, kamu Kevin"
"Senang berkenalan dengamu, Elisa"
"Iya, aku pun begitu. Aku harus segera pulang, Papaku sudah menjemputku. Aku tidak ingin membuatnya menunggu terlalu lama. Sampai jumpa"

Untuk pertemuan ini, aku telah berpenampilan semaksimal mungkin. Dengan rambut terurai dihiasi pita berwarna biru, seragam yang telah digosok dengan rapi, kaos kaki yang dipasang sama panjang, dan sepatu yang telah kembali berwarna hitam. Dengan adanya pertemuan ini, kami semakin tahu.

Dari pertemuan langsung itu, hubunganku bersama Kevin semakin erat. Pulang sekolah yang biasanya aku dijemput Papa atau naik angkot, kini menaiki motor bersama Kevin. Hal ini, membuatku merasakan ada getaran yang berbeda ketika berada didekatnya. Rasanya tidak beraturan, namun rasa ini bernilai pasti.

Bulan ketiga aku mengenalnya, seperti ada rasa untuk memiliki. Mungkin baru sebatas memiliki bukan saling memiliki. Aku pun tak tahu dengan apa yang dia rasakan kepadaku. Aku hanyalah seorang perempuan, yang hanya menanti kapan datangnya kata itu. Kata yang selalu diimpikan setiap perempuan di dunia. Sekarang, yang ada hanyalah menanti.

Satu minggu tanpa ada kabar darinya. Wajah yang sulit untuk kutemui lagi ketika berada di sekolah. Sempat, aku menemuinya ketika berada di perpustakaan, namun tampaknya, dia tidak merasakan kehadiran diriku. Aku yang kala itu sempat memanggil namanya berulang-ulang. Seakan-akan dihiraukan tanpa adanya gerakan yang seolah-olah mencari keberadaan suara.

Rasa IniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang