Chapter 1
Pria ini seperti musim dingin yang tak pernah disukai oleh banyak orang. Sunyi , sepi, senyap. Setiap kali aku memandangnya pasti selalu ekspresi itu yang ia tunjukan di hadapanku. Tidak hanya di hadapanku. Mungkin dihadapan semua orang ia selalu seperti ini. Memasang tampang wajah dingin dan tenang.
PLETAAKK
"Wadaaw--" Aku meringis pelan sembari mengusap puncak kepalaku yang menjadi sasaran empuk ujung penanya.
"Lo dengerin gue nggak sih?"
Sepertinya pria dingin itu mulai marah padaku, karena sedari tadi ia sibuk menjelaskan rumus efektif mengerjakan soal matematika padaku, tapi tidak ku perhatikan dengan baik dan malah sibuk menelusuri setiap inchi wajah tampannya yang terlihat datar itu, namun selalu berhasil menggetarkan hatiku.
"Emm.. sorry tadi gue nggak fok-- "
"Jadi dari tadi gue ngoceh sama sekali nggak lo dengerin? Lo kira gue radio? Cckck."
"Sekarang lo kerjain soal matematika halaman 126 nomer 3 dan 5. 10 menit harus selesai!!" Perintahnya otoriter.
Aku hanya melongo saja mendengar perintahnya itu. Apa yang harus aku kerjakan, harus dari mana aku mulai mengerjakan. Sedangkan aku sedari tadi sama sekali tidak memperhatikan penjelasannya.
"Kenapa diam? Cepat kerjain!" Ulangnya lagi. Aku mendengus sebal dan mulai menarik buku paket matematikaku untuk melihat soal yang pria itu berikan padaku.
Aku melotot membaca soal tersebut. Dimana disana ada begitu banyak deretan angka-angka yang sama sekali tidak ku pahami. Aku mendongak menatap pria itu dengan jurus andalan ku. Memelas.
"Apa liat-liat?" Ketusnya.
Aku semakin memamerkan tampang memelasku. Berharap pria itu akan luluh dan mau mengajariku lagi. Dan No! Cara ini sudah tidak berpengaruh padanya.
"Fiona! Jangan harap gue bisa luluh dengan trik andalan lo ini. Cepat kerjain!" Aku kembali mendengus sebal. Sebisa mungkin aku berusaha untuk memutar otak ku dan berpikir keras untuk mengerjakan soal matematika ini. Sedangkan pria itu sibuk berkutat dengan ponselnya. Huh!
'Dasar Barra menyebalkan!' Umpatku dalam hati.
*****
Semangat pagi!! Seperti biasa, pagi-pagi sekali aku sudah bertengger manis di rumah Barra untuk berangkat sekolah bersama pria itu. Karena jarak rumah kami cukup dekat yaitu hanya berjarak 10 meter saja. Karena rumah kami berseberangan dan hanya berbatas dengan jalan komplek.
Yah.. Kami sudah bersahabat baik sejak kecil. Tak heran jika aku selalu mengikutinya kemanapun pria itu pergi. Bak penguntit.
Barra sudah aku anggap sebagai kakak, sahabat, dan pria yang selalu siap sedia melindungiku jika suatu saat ada terpaan badai masalah yang tak bisa ku hadapi sendiri. Barra selalu menyiapkan punggungnya untuk ku bersandar. Barra selalu menyiapkan telinganya untuk ku berkeluh kesah. Barra selalu mengulurkan tangannya untuk menarikku dari keterpurukan.
Ia segalanya bagiku. Tak ada yang bisa menggantikan sosoknya di kehidupan ku. Meskipun terkadang Ia menyebalkan, dan sangat dingin. Tapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Ia adalah seorang pria yang sangatlah baik, dan penuh perhatian. Sifat dinginnya hanyalah topeng belaka.
"Barra!! Barra!!'' Pekik ku
"Tante Barra nya ada??" Panggilku dengan suara yang menggelegar di dalam rumah Barra. Aku berjalan ke dapur dan menghampiri Tante Elise (Ibunya Barra) yang sedang menyiapkan sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
WINTER BOY anD SUMMER GIRL
Teen FictionIni adalah kisah dua anak manusia yang bertajuk musim. Barra Bratadikara Nayaka. Si pria dengan julukan 'Winter Boy' (Pria dengan sifat seperti musim dingin) Dan Fiona Ayuma Zetta gadis dengan julukan 'Summer Girl' (Gadis dengan sifat seperti musim...