Hai Readers ini hanyalah sepenggal kisah dari hasil imajenasiku. Masih banyak kekurangan, saya tahu itu ^^ So, I hope you leave a comment or critiq.... meski itu hanya beberapa kalimat. Semua itu sangat berarti buat aku yang pemula. Cerpen ini terinspirasi dari lagu Geisha-Pergi saja. Semoga kalian enjoy saat membacanya. Maaf kalau terlalu banyak kesalahan hi i ^^/ <3
=========================================================================
Jakarta aku kembali. Tak ada kalimat yang mampu menggambarkan kebahagiaanku kembali ke Negara ini, Indonesia. Yah, setelah setahun lamanya menimba ilmu di Negeri Gingseng, akhirnya aku bisa berlibur ke Negara tempat aku di lahirkan. Sinar matahari yang hangat membuatku tergoda untuk membuka jendela Taxi, menikmati hawa panas tropis pada jari-jari tangan yang kujulurkan lewat kaca jendela Taxi.
“Awas, Nona! Bahaya,”
Tegur Supir Taxi kepadaku, yang kutanggapi dengan senyuman canggung sambil menarik kembali tanganku. Ini memang berbahaya, dia akan kena tilang gara-gara aku.
“Maaf, Pak.” Aku tersenyum kepadannya lewat kaca Spion. Sopir Taxi hanya membalas dengan senyuman. Sepertinnya ia meaklumi keanehannku, mungkinkah banyak orang yang melakukan hal seperti yang aku lakukan setelah turun dari Airport? tanyaku dalam hati sambil menahan tawa. Aku menghirup udara mengisi penuh paru-paru dan menghembuskannya dengan pelan.
Ponselku berbunyi, “Hallo, Iyah bentar lagi aku nyampe. Iyah Ana, aku gak lupa. Ok, Bye.” Aku menekan tombol merah, mengakhiri perbincangan.
Dia Anatasia, sahabat masa kecilku. Astaga, dia sungguh tidak berubah. Suka mengatur semaunya. Seminggu yang lalu dia mengirim email kepadaku dan mengabarkan dia akan menikah. Aku sedikit terkejut saat membaca emailnya. Bagaimana tidak, Dia yang begitu menghindari segala hal yang bersangkutan dengan komitman atau pernikahan, tiba-tiba memutuskan untuk menikah. Aku jadi ingat kalimatnya tentang pernikahan.
Cha, Menurut Gua pernikahan hannyalah sebuah setatus. Perempuan yang memutuskan untuk menikah hanyalah perempuan yang tidak mampu berdiri sendiri. Jika kita memiliki karir dan ekonomi mapan, buat apa kita bergantung pada Pria?
Kalimat yang membuat aku geleng-geleng kepala tak habis pikir saat mendengarnya. Pemikiranya begitu liar saat itu, dia seakan lupa kodratnya sebagai perempuan yang suatu saat harus menikah dan mengandung. Aku bersyukur dia merubah pikiranya dan aku berterimakasih pada pria yang mengembalikanya ke jalan yang benar. Ana, kau memang sahabatku paling unik, Aku tersenyum.
Aku memandang layar Ponselku. Pada layar itu, seorang Pria berparas tampan merangkulku. Memandangnya, membuat aku kembali merasakan kerinduan yang menganga. Ingin rasannya ku tekan nomor phonsel pria tersebut dan berkata Aku Pulang, Sayang!
Meremas Phnsel, dengan kebahagiaan yang menderu tak tertahan. Ok, sabar Icha...
Aku bertahan untuk tidak memberitahukann kedatanganku ke Jakarta. Aku akan memberikan kejutan kepada tunanganku. Aku mengangkat tangan kiriku, manatap cincin yang melingkar di jari manis. Aku tersenyum menampakan deretan gigi rapihku. Oh God! Aku merindukannya. My Angel, Tristan.
Aku mengelus cincin dengan hati senang. Melihat cincin ini membatku teringat kembali saat pertamakali ia memberikannya. Dia dengan segala kekakuannya melamarku sebelum keberangkatanku ke Korea.
Ini hal yang menakjubkan dari seorang Tristan yang begitu kaku dan jarang menunjukan sisi Romantisnya. Ia dengan suara maskulinya, Menyayikan lagu Christian Botista sambil tersenyum mengikat pandanganku. Wow! aku merasa seperti orang bodoh karena baru menyadari suara emasnya. Aku meleleh oleh suara malaikatku. Ini mengingatkanku ketika masih kuliah S1 dulu, aku pernah mengatakan padanya, berharap jika suatu hari ketika aku dilamar, aku ingin calon suamiku menyayikan lagu tersebut.