Namanya Lintang Purnama. Aku pertama kali melihatnya ketika Bintang memberitahuku kalau dia sahabat orang yang dia suka. Dan aku nggak masalah dengan orientasi seksual Bintang, karena well, antara kami berdua saja, masalah pribadi seperti itu sangat dihormati.
Jadi balik ke Lintang, sahabat Jonathan Ferdinand. Awalnya aku kira dia adik Jo, lantaran anak itu mungil banget! Lagian mukanya juga imut-imut gimanaaa gitu. Sumpah lucu abis pokoknya. Aku bahkan kaget kalau dia cowok tulen, bukan cewek berambut pendek yang kebetulan dibolehin kepsek pakai celana panjang ke sekolah.
Dan kita berdua―aku sama Bintang maksudnya―jadi stalker buat dua cowok itu, sejak awal kelas sepuluh. Creepy emang, tapi mau gimana? Aku terlanjur penasaran sama Lintang.
Baru dua bulan jadi stalker-nya, aku sudah tahu dia tinggal dimana, berapa nomor rumah sama hapenya, apa nama FB, IG, pin BB sama ID Linenya. Dia nggak begitu aktif di media sosial, nggak seperti apa yang kukira. Padahal dari kesehariannya di sekolah dia populer banget, kayak Jo.
Dan gara-gara dia juga aku jadi suka bulan purnama. Entahlah. Bintang bilang aku lovesick, tapi harusnya dia ngaca dulu sebelum bilang itu. Selama ini yang pas mimpi selalu ngerang nama Jo kan dia. Ergh, bad mental image, Ka. Stop.
Makanya pas Bintang ngasih ide buat aku pindah SMA, aku oke-oke aja. Seneng malah. Aku bisa sesekolah sama orang yang udah aku ikutin selama setahun! HAHAHA, itu anugrah banget kan ya?
Seenggaknya sampai aku cari masalah sama geng sekolah itu.
"WOI BERHENTIII!!! OII!!!"
Aku meringis, malah mempercepat langkah. Suara derap kaki mereka kedengaran makin jauh dan aku bersyukur keahlianku lari cepat masih ada sampai sekarang. Walaupun sekujur tubuhku udah jerit-jerit kesakitan, aku masih nekat mempercepat laju lari. Akibatnya begitu ada belokan, aku nggak bisa ngerem pas lihat ada bayangan orang deket sana.
"Aduh!"
Great. Aku meringis juga karena siapapun orang yang kutabrak punya kepala yang cukup keras, bikin rahangku linu. Permen yang dia makan ikut kelempar jatuh dan pecah. Dari bentuk sama warnanya jelas itu Chupa Chups.
Tunggu. Chupa Chups??
Aku menahan bahu anak itu, rada kaget. DIA LINTANG PURNAMA ASTAGA!!! Aku bahkan belum resmi jadi murid di sekolah ini tapi aku udah ketemu dia! Udah nabrak dia! Udah megang dia! YESSS!!!
Hus, Kaka. Tenang. Jangan beringas. Tarik nafas, dan cepat katakan sesuatu yang normal. Yang normal. Bukan pengakuan cinta, jangan. Yang normal, goddammit!
"Sori, aku gak sengaja."
Itu dia. Sangat normal. Lanjutkan, Kaka. Ingat, jangan telen dia.
"Ntar aku ganti permennya kapan-kapan."
O-keee, itu awkward. Cepetan kabur!
Tanpa ba-bi-bu, aku langsung lari lagi. Nggak masalah bonyok dihajar preman sekolah, asal aku bisa lihat Lintang buat dua tahun ke depan. Mungkin mulai besok? Argh, aku udah nggak sabar!!
Sambil ketawa lepas, aku berlari ke arah purnama yang sudah menggantung di langit menggelap senja.
×
×
×
Pak Yanto bukan jenis guru yang bisa diajakin seru-seruan. Aku nggak tahu apakah itu efek dari mapel yang dia ajar atau gimana. Pokoknya pas dia jemput aku di ruangan guru, nyuruh aku ngikutin ke kelas baru, aku nggak bisa berhenti harap-harap cemas tanpa bisa ngajak ngobrol guru MTK itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
not yet end [in ed.]
RomanceKaka bukannya sakit jiwa, serius. dia hanya kelewat suka. dan itu sama sekali bukan salah dia, iya kan? /part iii dari seri 'begins to end'/ /peringatan konten dewasa untuk tema lgbt/ × × × covers artist: twitter @inplick