I hope your enjoy it this story.... and don't forget to voted and your comment ^^
Dibalik celah tirai jendela, tersembunyi seorang penghuni rumah. Ia sibuk menilik seorang tetangganya - ibu muda dengan si balita - tengah asyik bermain di halaman rumah. Kebahagiaan begitu jelas diantara mereka. Kedekatan antara ibu dan anak.
Saeyoung ingin sekali seperti itu, melewati bersama sosok anak. Berbagi tawa, melihatnya tumbuh dan berkembang dengan sehat serta kejadian menakjubkan kala merawat seorang anak. Bukankah itu sangat menyenangkan untuk Saeyoung jalani.
"Selamat pagi," bisik lirih Jongin.
Ia sukses mengkagetkan istrinya di pagi hari. Tidak serta merta Saeyoung marah ataupun bermanja ria ketika Jongin memeluknya dari belakang. Ia justru merasa malu bila Jongin menemukannya tengah mengintip tetangga mereka yang mempunyai anak balita.
Selama ini Seoyoung sering melakuan hal yang sama - mengintip dibalik tirai. Jongin sering menemukan istrinya seperti ini, terkadang perempuan yang dicintainya itupun menitihkan air mata. Jongin mengerti perasaan perempuan yang telah bersamanya hampir delapan tahun. Mengingat lamanya pernikahan mereka. Tuhan masih belum memberi kepercayaan seorang anak untuk diasuh keduanya.
"Maaf aku melakukan ini lagi."
Tidak ada kesalahan yang Saeyoung perbuat. Tapi perempuan itu mengutarakan kata maaf, alasannya karena Jongin pernah meminta Saeyoung untuk tidak melakukan ini lagi.
Terlepas dari ucapan Saeyoung, Jongin justru terngiang oleh uacapan - ucapan memuakkan dari rekan kerjanya.
"Kau salah menikah dengan Saeyoung, bahkan dia belum pernah hamil."
"Kenapa tidak cerai saja? Hidup tanpa keturunan sama sekali bukan tujuan hidup."
"Istrimu memang cantik tapi kurang sempurna tanpa menghadirkan anak untukmu. Jongin."
Desahan nafas gusar dari Jongin menyentuh leher Saeyoung. Pasalnya kini Jongin menopangkan dagunya ke leher Saeyoung.
Tangan Saeyoung menepihkan tangan Jongin yang melingkar di pingganya. Berganti Saeyoung menangkupkan kedua tangan miliknya ke pipi Jongin ,"Bagaimana tidurmu?" Sembari menjawab, Jongin mengucek mata "Nyaman, tapi aku sedikit kecewa dengan nona Saeyoung." Mendengar jawaban Jongin dengan suara manja membuat Saeyoung tertawa kecil. Lantas ia mencubit kedua pipi Jongin "Kim Jongin mau menjadi bayi besar?" Jongin mengangguk antusias, mereka lalu tertawa. Tawa keduanya akan memberikan warna cerah untuk mengawali hari ini.
Atas nama kesetiaan mereka saling menjaga satu sama lain. Dalam 2834 hari menanti kehadiran sosok suci pemberian Tuhan, perjalanan mereka tidaklah mudah. Namun Kim Jongin selalu berusaha membuat Saeyoung bahagia bersamanya. Meskipun ada waktu dimana Jongin membuat perempuan itu kecewa. Jongin mencintai Seolung, begitupun dengan Saeyoung yang mencintai Jongin. Mungkin orang lain berpikir jika pernikahan keduanya tidak akan berjalan indah. Tanpa kehadiran anak dalam rumah tangga. Menghadapi berbagai gunjingan tidak mengenakan. Saeyoung bukan perempuan kuat untuk mendengar semua gunjingan yang justru tertuju kepadanya. Selalu dikasihani dan diberikan tatapan mencemooh dari orang - orang. Setidaknya Saeyoung bersyukur, ia mempunyai Kim Jongin. Jonginlah sandaran ketika ia lelah untuk berdiri. Tangan lelaki itu yang selalu menyeka air mata Saeyoung kala menangis. Dan bisikan manis untuk Saeyoung dari Jongin, seolah menjadi mantra agar perempuan itu dapat kembali kuat menjalani bahtera rumah tangga.
Samar - samar senyuman Jongin terlihat di cermin. Kedua matanya mengarah ke cermin, dimana pantulan dirinya dengan Saeyoung ada disana.
Sisir itu begitu rinci merapikan setiap helai rambut Jongin. Dipegang oleh tangan Saeyoung, perempuan ini melakukannya penuh perhatian . Hal ini telah berlangsung lama sejak mereka pertama kali menjadi sepasang suami istri. Sebelum Jongin berangkat bekerja sebagai kapten kapal feri. Saeyoung meluangkan waktu untuk merapikan Jongin sebelum pergi meningglkannya selama dua minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma Captain | Kim Jong In
Short StoryPenantian kami nantikan. Menahan semua rasa iri, sedih, kecewa, hingga akhirnya kami mendapatkannya juga. Merasakan sebuah kebahagiaan. Apakah kebahagian tersebut terus bersama kami atau hilang begitu saja ?