DT - 6 :: So take my hand & we'll be alright
•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•°•
Matt menurunkan sepedanya dari bagasi mobil. Sore ini setelah pulang sekolah ia memutuskan untuk pergi ke suatu tempat yang membuat hatinya tenang. Dengan hati-hati ia mengambil sepeda itu. Perlu usaha cukup keras untuk mengeluarkannya dari bagasi.
”Perlu gue bantu” Matt menoleh sambil tersenyum setelah itu ia menggelengkan kepalanya. Perempuan di depannya itu hanya mengedikkan bahunya sambil bersandar pada mobil. Helaian rambutnya berkibar karena sapuan angin lembut “Nggak usah. Gue bisa kok”.
“Ini tempat yang kemarin kita datengin sebelum ke Coffee bean kan?” Matt mengangguk sambil menuntun sepedanya “Nggak nyangka kan kalau se-keren ini?”
”Iya. padahal kemarin kelihatan biasa aja eh pas kesini agak siangan ternyata keren juga. Nemu darimana tempat kayak gini?” Matt tersenyum sangat manis “Matt gitu loh apasih yang nggak bisa.” Perempuan itu mencibir dan memutar bola matanya “Narsis lo”.
“Itu fakta ,Mod. Gue itu penuh kejutan” Putri ingin membuka mulutnya dan mencibir Matt lagi namun hal itu di urungkan “Apa kata lo deh” Matt mencubit pipi Putri dengan gemas “Lucu lo”.
Matt duduk di sepedanya. Ia mengecek ban dan rantai, apakah masih bisa digunakan dengan baik. “Naik” Putri menatap Matt tidak percaya. Seolah tatapan itu berkata lo-bercanda-kan. “Naik Mod”
“Matt, lo bercanda kan. Sepeda lo itu nggak ada boncengannya.” Putri melepas kacamatanya dan menuntut jawaban dari Matt “Lo cantik deh kalo nggak pake kacamata. Gue kayak pernah lihat lo sebelumnya. Dimana ya?”
”Matt, lo keluar dari topik yang kita bicarain. Gimana gue naiknya” Putri meneliti sepeda Matt “Tuh, ada pijakan. Lo tinggal berdiri di pijakan itu. Tenang aja nggak bakal jatuh kok. Percaya deh sama gue”
“Percaya sama lo mah jatuhnya musrik. Percaya mah sama Tuhan” Matt terbahak ketika mendengarkan jawaban seperti itu dari Putri “Gue seneng lo udah normal ,Mod” Putri mendelik ketika kata itu lolos dari mulut Matt tanpa dosa “Maksud lo apa?”
”Sekarang lo ngomongnya udah nggak saya-anda dan aku-kamu lagi. Lo udah bisa gaul. Kedengeran enak lah sekarang di telinga”
Kemarin saat keduanya di Coffee Bean Matt meminta Putri untuk menggunakan bahasa sepertinya. Lo-gue kedengaran jauh lebih asyik daripada aku-kamu yang terkesan kaku. Mereka juga membahas ingin menghabiskan waktu berdua sore ini. Tentu saja Putri langsung mengiyakan, sudah lama sekali ia tidak keluar rumah.
”Naik Mod. Keburu sore nih” Putri menaiki pijakan itu dengan hati-hati. “Udah Matt”
Matt mulai mengayuh sepedanya dengan perlahan, Putri memejamkan matanya. Ia takut jika jatuh,lumayan kan sakitnya “Lihat deh Mod. Keren kan view nya” Matt menunjuk deretan kebun jagung di depannya. Mau tidak mau Putri membuka matanya. Ia terpukau dengan apa yang dilihatnya. Ternyata naik sepeda itu tidak semenakutkan seperti apa yang ia pikirkan “Iya, keren banget Matt”
Putri merentangkan kedua tangannya, menghirup udara yang masih sejuk itu sedalam-dalamnya. Menenangkan. “Pegangan Mod” Matt mengayuh sepedanya jauh lebih cepat. Putri memegang pundak Matt dengan kuat. Bahkan ia sempat mengumpat karena kayuhan Matt kelewat cepat. Helaian rambutnya berkibar menambah kesan cantik pada dirinya . “Nikmati aja Mod. Di jamin seneng deh. Teriak aja kalo lo mau”
Putri menetralkan detak jantungnya karena perasaan takut itu. Ia mulai terbiasa dengan tingkat kayuhan Matt. Ia berteriak dengan lantang terkadang juga tertawa keras bersama Matt. Putri melingkarkan tangannya pada leher Matt, keduanya sedang terlibat obrolan ringan. Matt memelankan kayuhannya, Sementara Putri mencondongkan badannya sedikit ke depan untuk mendengar apa yang dikatakan Matt. Jika orang melihat mungkin mereka akan menyimpulnya jika keduanya adalah sepasang kekasih yang romantis.
Matt menghentikan sepedanya ketika mereka sudah sampai kembali di samping mobil . “Gue nggak nyangka bakal se-asyik ini. Thanks ya Matt” Cowok itu hanya terkekeh sambil mengacak pelan pony milik Putri . “Iya”.
Matt menyandarkan sepedanya kemudian ia naik ke atap mobilnya “Sini. Gue bantuin naiknya”. Putri menerima uluran tangan Matt. Sesampainya di atas keduanya duduk berdampingan dan menatap senja yang tengah berkemas.
“Gue nggak pernah ngerasa sebahagia ini. Thanks Mod” Putri menatap Matt dengan lekat. “Kalo ada masalah cerita aja. Lo kan temen gue sekarang. Gue bisa pegang rahasia kok” Matt hanya menunduk dan terdiam. Memori kehidupannya mulai berputar. Ia bahkan lupa kapan terakhir kali merasakan bahagia. Di kehidupannya hanya penuh dengan kebencian,pertengkaran, dan pengkhianatan.
“Kalo lo nggak mau cerita nggak apa-apa kok. Sorry udah ikut campur sama urusan lo” . Matt menghela napas berat.
“Bonyok gue cerai. Nggak ada yang peduli sama gue. Mereka cuma peduli sama uang” Putri sempat menahan napasnya beberapa detik karena tidak percaya jika seorang troublemaker seperti Matt bisa menangis seperti ini “Gue capek. Gue selalu pengen ngakhirin hidup. Nggak ada gunanya juga gue hidup. Bonyok aja nggak nganggep gue ada”
Jemari Putri menggenggam erat jemari besar Matt. Ia bahkan sempat melihat goresan luka di pergelangan tangan Matt. Apalagi jika bukan bekas cutting. “Lo nggak sendiri lagi sekarang. Lo punya gue. Jangan pernah bilang nggak ada yang ngarepin lo di dunia ini. Lo pinter, lo bisa jadi apapun yang lo mau. Lo hanya perlu usaha lebih keras. Kalo lo butuh pegangan, gue selalu ada buat lo. Lo kan temen gue Matt”
Matt tersenyum dan memeluk erat tubuh Putri “Gue terharu Mod denger omongan lo”.
“Baper lo”
Matt tertawa dan mengeratkan pelukan itu “Matt sialan. Gue nggak bisa napas”
“Ntar gue kasih napas buatan kalo lo kehabisan napas”
“Najis”
a/n :
Di Mulmed ada yang lagi pedekate wkwkwk...
Gue envy masa sama Matt- Mod.
Maaf ya kalo ada typo :)
Enjoy!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hearts On Fire
Jugendliteratur[15+] ada beberapa dialog berisi kata-kata kasar. ======================= Judul sebelumnya : Double TroubleMaker . Bukan. Ini bukan kisah dua orang yang bertemu tanpa sengaja, bersahabat, lalu jatuh cinta. Ini tentang Matthew, si pembuat onar, yang...