AKU MENGKHAWATIRKANMU (1)

166 3 0
                                    

"Kamu tuh orangnya baperan! Setiap ada lelaki yang deket sama kamu, kamu langsung suka sama dia! Terus kalo dia nggak ngasih tanggepan lagi, kamu sedih! Gimana sih kamu?"

Kata-kata itu selalu terlintas dibenakku setalah kejadian itu. Menurutku apa yang dikatakan sahabatku itu memang benar. Tapi, haruskah aku selalu mengacuhkan setiap lelaki yang mendekati aku? Aku merasa bahwa setiap lelaki yang mendekatiku selalu memberiku rasa nyaman ketika bersamanya. Aku selalu dianggap sebagai perempuan gampangan karena mudah jatuh hati. Karena itu, lelaki tidak perlu berfikir panjang untuk menjauh dariku ketika telah merasa bosan.

Tapi, hanya ada satu lelaki yang pada saat bersamanya aku merasa nyaman, namun tidak jatuh hati. Dia bahkan selalu ada bersamaku. Aku mengenalnya sejak aku duduk di bangku SMP. Hingga sampai saat ini kami masih berada di sekolah yang sama dan sudah berstatus SMA. Dia adalah Gio.

"Mita!" teriak seorang anak laki-laki. Aku sudah tahu, itu pasti Gio yang datang menjemputku.

Aku segera keluar rumah dan berpamitan dengan ibuku yang sedang bersantai dengan secangkir teh di mejanya. Ayahku sudah pergi bekerja lebih awal, karena tempat dia bekerja yang cukup jauh.

"Bu, aku berangkat dulu ya, Assalamualaikum" pamitku dan menunduk untuk bersalaman pada ibu.

"Waalaikumsalam" jawab ibu.

"Gio! Kamu ga pamit sama tante" teriak ibu pada Gio.

"Tante aku pamit dulu ya, aku izin nganter anak gadis tante juga. Assalamualaikum" pamit Gio.

"Waalaikumsalam. Jaga Mita baik-baik! Kalo nggak, kamu tante sikat!"

"Siap tante"

Gio segera menyalakan Blackvil (sebutan untuk sepeda motor miliknya). Di sepanjang jalan sekolah, Gio bercerita banyak hal tentang pengalamannya ketika berlibur ke Hongkong. Dia pergi ke Hongkong untuk menemani ayahnya mengambil dokumen-dokumen yang tertinggal pada saat ayahnya tinggal disana.

"Kamu cerita panjang lebar, tapi ga kasih aku buah tangan!" godaku.

"Tenang aja, aku udah beli yang spesial buat kamu dari sana. Kamu kan tau kemarin aku baru sampe, aku belum sempet buat bongkar koper aku. Jadi, kamu sabar ya"

Saat bel istirahat sekolah berbunyi, aku tidak ingin pergi ke kantin karena tidak nafsu makan. Aku hanya ingin beristirahat sebentar di kelas. Sudah empat jam otakku dipaksa untuk berhitung pada pelajaran matematika dan fisika. Otakku rasanya akan pecah karena setelah istirahat akan ada pelajaran ekonomi dan itu begitu membosankan.

Ketika aku berdiam diri di kelas, aku kembali teringat dengan kata-kata yang disampaikan oleh Kinan waktu itu. Apa yang dikatakannya memang terlalu frontal, tapi itu memang benar dan aku yakin itulah yang selama ini terjadi. Aku akan berusaha untuk tidak bertindak gegabah seperti itu lagi. Karena aku tahu itu sangat sakit untukku sendiri. Tapi itu bukan hal yang mudah, aku perlu pendapat Gio.

Seharian ini aku belum melihat Gio disekolah setelah dia mengantarku tadi. Aku sudah mencarinya kemana-mana dan tidak berhasil menemukannya juga.

"Ampun deh! Nih anak dimana sih? Ga ketemu-ketemu! Aku haus dari tadi mondar-mandir keliling sekolah" keluhku.

"Kamu pikir aku ga cepek dari tadi ngikutin kamu mondar-mandir? Nih, aku beli minum buat kamu" jawab Gio dengan mengulurkan tangannya memberiku sebotol air mineral, sontak membuatku kaget.

"Jadi dari tadi kamu di belakang aku? Pantes aja, setiap anak ketawa-ketawa waktu aku tanya keberadaan kamu dimana. Kok aku ga sadar ya?" kesalku dengan segera mengambil botol dari Gio.

"Kamu kan bego, orang segede gini ga keliatan!"

"Emang kamu dari mana?" tanyaku.

"Ah? Aku dari tadi pagi di UKS"

"Kamu sakit? Kamu sakit apa?"

"Ga papa kok"

Itulah Gio, selalu bilang "ga papa kok" padahal aku tahu kalo dia bener-bener sakit. Wajah dia juga masih pucat. Pantas aja seharian dikelas aku ga liat dia. Aku juga baru sadar saat istirahat tadi. Dia sih udah kebiasaan keluar masuk UKS sekolah. Gimana ga? Orang setiap malem dia suka main game sampe begadang. Tahu sendiri, udara melem hari kan ga baik. Itu dia sebabnya dia masuk UKS karena sering masuk angin.

Saat pelajaran ekonomi berlangsung, aku selalu mengawasi Gio yang terlihat lemas. Tanganya dijadikan bantal untuk kepalanya yang menghadap ke dinding. Aku sangat mengkhawatirkan keadaanya. Dia sepertinya tertidur, karena aku betul-betul tidak melihat perubahan pada posisinya. Aku meminta anak-anak untuk tidak memberi tahu kepada guru ekonomi yang dikenal sangat tidak suka dengan siswa yang suka tidur-tiduran dikelas.

Bel istirahat kedua berbunyi, Gio belum beranjak dari posisinya. Aku ingin sekali untuk mendekatinya dan menanyakan keadaannya. Namun aku harus pergi menemui ketua OSIS untuk memintanya menandatangani dokumen-dokumen yang telah ditugasnyakanya padaku. Selanjutnya aku harus peegi menemani ketua OSIS untuk menemui kepala sekolah. Karena kami perlu perizinannya dalam dokumen ini.

Aku kembali ke kelas dan melihat Gio tidak ada dikelas. Aku bertanya kepada teman sebangkunya namun dia tidak tahu. Aku mencoba mencari Kinan untuk bertanya keberadaan Gio.

"Aku melihat dia sedang izin dengan guru piket untuk pergi ke rumah sakit" jawab Kinan.

"Kerumah sakit? Apa dia terlihat begitu parah sehingga perlu dibawa ke rumah sakit?" tanyaku pada Kinan, aku begitu khawatir.

VALUABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang